03. Juan dan Semesta

3.2K 266 8
                                        

Selamat membaca lembar kehidupan Juan. I hope you like and continue to support this story.

Jika kamu tidak kaya, setidaknya kamu harus pintar. Itulah prinsip seorang Juan.

Meski terkenal berandalan, Juan tak lupa kewajiban sebagai seorang pelajar. Ia tetap rajin belajar, karena jika tidak belajar, maka Ibu Aruna akan mengomel. Canda.

Ahad pagi yang cerah, sehabis bersih-bersih rumah, Juan kini stay di meja belajarnya. Ia tengah mempelajari materi yang menurutnya susah. Hari rabu lalu materi ini sebenarnya sudah dijelaskan oleh guru yang bersangkutan, tapi karena justru tertidur pulas, jadilah ia sama sekali belum paham.

Untung saja ia sedang rajin, makanya ia mencoba mencari video pembelajaran di YouTube bermodalkan hotspot sang ibu.

Sepuluh menit berlalu, Juan mulai paham, maka dari itu ia mencoba mengerjakan latihan soal di bukunya. Ia mulai mencoret-coret di kertas guna mencari jawaban yang benar, kurang dari dua menit ia berhasil mendapatkan jawaban yang benar.

Proud of you, Juan.

Boleh dikata Juan itu unggul dibidang hitung-hitungan dan olahraga. Bersyukurlah bahwa otak kecilnya ternyata mampu berperang dengan angka-angka dan rumus-rumus yang lumayan susah. Ini menjadi sebuah kelebihan yang jarang diketahui orang lain, maklum saja, kekurangannya terlalu banyak hingga menutupi kelebihannya yang secetek.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, maka Juan segera membereskan buku-bukunya. Ia ada jadwal jadi tutor matematika setiap tiga kali sepekan di hari Ahad, Rabu, dan Jumat. Di hari Ahad ia akan mulai jam setengah sepuluh dan usai jam dua belas, lalu di hari Rabu dan Jumat mulai jam setengah lima hingga enam sore.

Ia mengajari seorang remaja SMP yang kata orangtuanya kurang di bidang hitung-menghitung. Upah sebagi guru les cukuplah untuk uang jajannya sehari-hari.

Jika bertanya apakah sang ibu tahu, maka jawabannya iya. Aruna tahu, ia tak masalah atau tepatnya tak peduli.

Rumah Juan lagi-lagi sepi, sang ibu keluar pagi-pagi sekali. Juan tak tahu kemana sang ibu pergi, tapi dari pakaiannya dapat Juan tebak bahwa sang ibu pergi bekerja. Juan rasanya ingin protes kepada atasan sang ibu, mengapa ibunya dipekerjakan dihari libur juga, sih?

.
.
.

"Permisi, hello, assalamualaikum... Konichiwa!"

Juan mengetuk pintu bercat hitam di depannya beberapa kali. Tapi, tak kunjung ada tanda-tanda seseorang akan membukanya. Padahal biasanya jika ia datang ia selalu disambut oleh tuan rumah tanpa harus mengetuk terlebih dahulu.

Kemana gerangan pemilik rumah besar ini?

"Arsel! Om Arta! Di sini ada Juan, yuhuuuuu~"

"Kak Juan!"

Juan tersenyum mendengar sahutan dari dalam. Suara yang terdengar masih halus itu adalah milik Arsel, bocah SMP yang menjadi muridnya.

"Orang rumah ke mana, Sel?" tanya Juan ketika pintu telah terbuka.

Bocah bermata sipit itu terlebih dahulu mempersilahkan Juan untuk masuk. "Mama-Papa lagi keluar kota jengukin Nenek yang lagi sakit, terus Bang Arsen keluar sebentar, katanya mau ketemu teman lama. Jadi, cuma Arsel yang ada di rumah, soalnya Bibi juga lagi ke pasar," jawabnya panjang lebar.

Juan mengangguk paham. "Mau belajar di mana, Sel?"

"Di kamar aku aja, Kak."

Bagi Arsel, Juan adalah kakak keduanya setelah Arsen. Bersama Juan, Arsel selalu merasa bahagia karena Juan sangat lihai mencari topik pembicaraan sehingga tidak ada kata canggung di antara mereka. Dalam mengajarinya, Juan juga begitu sabar sehingga ia nyaman dengan Juan. Intinya Juan adalah tutor terbaik bagi Arsel.

Juan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang