DUA PULUH EMPAT

10 2 0
                                    

Kututup telepon dan aku tidak membayangkan apa yang aku katakan barusan, yah, aku menyetujui permintaan dari Soerya untuk berjalan pada esok malam. Tangan kananku mengembalikan gagang telepon pada tempatnya, pikiranku kini bercampur aduk.

Aku tidak mengerti mengapa Soerya ingin sekali jalan dengan diriku daripada bersama teman-temannya, ah entahlah, aku tidak paham dengan ajakan seorang pria populer. Di saat bersamaan, aku melihat buku tabloid mingguan milik ibu.

Mataku tertuju pada tulisan yang menjadi tema di tabloid saat ini, '10 Kiat Sukses untuk Berkencan dengan Pasangan Anda!' secara kebetulan kuambil buku tabloid itu secara ragu, aku tidak tahu apakah ini yang dinamakan berkencan pada malam minggu bila seseorang pria mengajakmu jalan pada saat itu, atau yah, Soerya sedang kebetulan bosan berjalan dengan perempuan lain sehingga dia memilih jalan dengan diriku sebagai opsi terakhirnya. Mungkin saja.

Ah, mengapa aku berasumsi ini sebuah kencan malam minggu? Tidak! Jangan terlalu percaya diri, Laksmi. Kamu harus menjaga citra dirimu! Mungkin saja Soerya ingin iseng! Hah, mengapa aku terlalu—tidak tidak, sudah lah! Persetan! Aku akan membacanya dengan seksama. Titik.

Langkah kakiku cepat menuju ke kamar, dan mengunci pintu kamarku dengan rapat-rapat. Kubuka daftar isi tabloid yang kupegang di kedua tanganku. Pada halaman 24, yang tentu saja model majalahnya tidak kukenali, aku langsung melihat ke kata pengantar dalam halaman itu.

Anda ingin berkencan pada malam minggu dengan kekasih anda dengan lancar tanpa kendala? Berikut beberapa cara untuk berkencan dengan lancar dengan pasangan Anda atau seseorang yang anda sukai!

Mataku dengan fokus melihat halaman itu membacanya secara perlahan.

"Pertama, pakai lah dengan pakaian menarik dan elegan agar sang kekasih nyaman bersama Anda." Seketika, aku membuka lemari pakaianku dan melihat dengan lamat isi pakaianku yang didominasi dengan warna gelap—biru tua, hitam, celana jeans, rok hitam, abu-abu tua, dan putih—itu saja kemeja saat aku ospek mahasiswa tahun lalu. Aku menyadari, aku tidak punya warna-warna cerah, ataupun warna feminism yang kelak kupakai untuk berkencan.

"Bagus, Laksmi. Pakaianmu tidak ada warna cerah." Keluhku dengan menempelkan tanganku di dahi. Kulihat cara kedua, yaitu, "Berdandanlah dengan cantik dan tampil wangi serta menawan, untuk membuat pesona Anda terpancar di depan teman kencan Anda." Kulihat di mejaku hanya ada gincu berwarna merah cabai, krim wajah untuk memutihkan dan bedak tabur yang cukup wangi untuk kupakai.

Seketika aku melihat bulu ketekku yang sudah menumbuh lagi. Aku berkaca dan ingin mengumpat, rupanya kusadari bahwa diriku memang sudah masa bodoh dengan lawan jenis. Hingga lupa rasanya untuk mempercantik diri.

"Haruskah aku bilang ke ibu? Ah jangan, ibu pasti—." Yang benar saja, ibu mengetuk kamar pintuku dengan pelan.

"Nak, kamu apa lihat buku tabloid ibu? Ibu dari tadi mencarinya!" tanya ibu, dan seketika aku menyembunyikan buku tabloid ibu, dan membuka pintu kamarku. Tanpa kusadari, aku terasa gugup untuk membuka pintu.

"Anu, aku belum meli—" putusku, dan sialnya, aku tidak menaruh bukunya dengan benar. buku itu terselip di balik bantalku. Ibu tersenyum padaku, "sepertinya Ibu melihatnya, kamu sedang membacanya, ya?" tanya ibu dengan memasuki kamarku.

Lidah terasa kelu, aku tidak bisa berbohong untuk saat ini. Aku menganggukkan kepala dan ibu mengusap kepalaku.

"Tumben sekali kamu membaca tabloid ibu, ada sesuatu hal yang menarik perhatianmu, kah?" tanya ibu dengan mengambil tabloid dan melirikku. Dengan gugup dan terbata-bata, aku menjawab dengan sekadarnya, "A—anu, aku bingung, Soerya mengajakku esok malam," ungkapku dengan terbata-bata, ibu pun tersenyum.

PEREMPUAN YANG TAK INGIN DIKETAHUI ORANG ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang