#3 - Salbrut (Salting Brutal)

0 1 0
                                    


*****

"Kalo yang disana itu galeri art yang ada di post Instagram ku," ucapnya menjelaskan sambil menunjuk ke arah gedung besar. Ia mengarahkan kamera depannya pada gedung itu. Senyumnya merekah.

'Ada Gramedia nggak sih? Atau perpustakaan kota gitu yang deket sana.'

Arfian dan Nevan tengah video call saat ini, sudah hampir 15 menit mereka melakukannya. Bahkan Arfian yang awalnya lapar pun sudah lupa. Entah kenapa pemuda itu sangat senang jika menelfon Nevan, begitu pula sebaliknya. Mungkin mereka saling menyukai tapi diam?

"Ada, di depan Pull and Bear ada Gramedia yang gede."

Nevan mengangguk sambil ber oh ria. Setidaknya malam ini ia ada teman untuk berbicara, meskipun online.

"Eh katanya Kakak mau makan, keburu dingin tuh batagor sama martabaknya." Nevan mengingatkan. Ia tengah berbaring tengkurap sambil mengarahkan layar ponsel pada wajahnya.

Biasanya jam segini, dia sibuk menonton film atau drama di aplikasi berlangganan, berhalusinasi seakan ia menjadi salah satu tokohnya. Tapi ia merasa kini ia sedang manjadi tokohnya.

"Seru juga ya tinggal di sana," ucapnya.

'Besok-besok pengen lihat kotamu deh. Siapa tau ada kesempatan ke sana, nanti kita meet up!' serunya. Dari layar ponsel Nevan, Arfian terlihat tengah berjalan memasuki apartemennya.

"Boleh-boleh!" Seru Nevan ikut senang. "Kotanya nggak terlalu besar sih, tapi bagus kalo malem. Ada beberapa mall, bioskop sama taman gitu. Ada monumen juga."

'Iya, nanti ya kalau luang.'

Nevan mengangguk lalu berkata, "Ya udah atuh kalau makan, dimatikan dulu hapenya."

'Eh, jangan lah! Nggak ada temen aku, nggak seru makan sendiri.'

Arfian meletakkan handphonenya di atas meja dengan posisi berdiri bersender pada tumpukan buku. Sedangkan ia tengah menyiapkan makan malamnya. Pemuda bertubuh jangkung itu duduk lalu berdoa, kemudian ia makan sambil mendengarkan Nevan yang berbicara.

"Gimana ujiannya? Tadi lupa mau nanya, hehe," ucap Nevan sambil menunjukkan gummy smile nya.

Arfian tersedak karena melihat senyuman itu. Menurutnya itu imut.

"Astaga, nggak apa-apa?" Nevan terkejut. "Makanya kalau makan berdoa, untung nggak mati muda."

Arfian tersedak untuk kedua kalinya karena ucapan Nevan yang semakin ngaco. Ia meminum segelas air putih lalu bernapas lega.

Nevan tertawa. "Bercanda, maaf-maaf." Ia menyatukan kedua tangannya. "Betewe, gimana ujiannya? Tadi belum dijawab, weh. Ga denger ya?"

"Ya, susah-susah gampang lah. Kamu sendiri sudah dapat sekolah lanjutan?" Arfian menatap intens layar handphone nya sambil sesekali menyuapi mulutnya dengan martabak.

"Udah, kok. Kemarin ada olimpiade SMA Negeri 3 di kotaku, aku iseng ikut malah masuk top three. Iseng-iseng berhadiah, deh."

Arfian hanya mengangguk.

Ia melanjutkan makannya sambil melihat Nevan yang tengah membaca buku tebal dengan cover buku berwarna kecoklatan serta di tengahnya terdapat karakter pria berkaca mata dan juga satu lagi pria bertubuh mungil yang imut. Ia sedikut penasaran dengan apa yang tengah dibaca oleh pemuda itu.

"Kamu baca apa, tuh?"

Nevan mendongakkan kepalanya. "Ah, eum- ini boys love novel. Tadi beli di toko buku, ku kira cerita detektif gitu, ternyata ...."

Limerence [On Going]Where stories live. Discover now