Hari sudah semakin malam namun Oren masih betah berada di tempatnya. Sofa panjang yang memang sengaja di taruh di balkon kamarnya.
Malam ini cuacanya cukup baik tidak ada awan yang menutupi pemandangan malam. Ribuan bintang bertaburan menambah keindahan.
Di tengah asiknya menikmati salah satu ciptaan Tuhan itu di temani alunan musik dari ponselnya tiba-tiba musiknya terhenti berganti nada dering panggilan masuk.
Melihat nama yang tertulis di panggilan tersebut cepat-cepat Oren mengangkatnya. "Halo," sapa gadis itu terlebih dahulu.
"Belum tidur?" Tanya seseorang di sebrang sana. "Belum ngantuk," jawab Oren apa adanya. "Pukul 20:37 itu tandanya sudah malam dan malam itu waktu untuk istirahat." Oren menghembuskan nafasnya berat ia tau maksud laki-laki itu.
"Ren," panggil Jingga karena Oren tak menjawabnya. Oren berdehem. Sebenarnya ia masih kesal dengan kejadian tadi saat pulang sekolah. Jingga meninggalkannya di cafe sendirian dan sekarang menelfonnya bukannya untuk meminta maaf malah marah-marah.
"Apa," ketus Oren. "Tidur!" Nada bicara Jingga sedikit berbeda dari sebelumnya. Oren tau laki-laki itu tengah kesal padanya. Tapi ia jua sedang kesal. "Ck, dasar ga peka!" Kesal Oren namun tak di tanggapi oleh Jingga.
Oren berpindah posisi, ia berjalan masuk ke dalam kamarnya lalu menutup pintu balkon. Sekarang gadis itu sudah berada di atas kasur. "Tidur sekarang, besok aku jemput," ucap Jingga setelah terdiam berapa saat.
"Beneran yh!"
"Iya, bawel."
"Awas kalo boong!"
"Iya, udh sana tidur, jangan di matiin telfonnya."
"Ok, good night!"
"Night too, bocil."
Tak ada jawaban lagi dari Oren sepertinya gadis itu sudah tidur.
Jingga meletakkan ponselnya di atas nakas tanpa mematikan panggilan mereka.
°°°
Oren menuruni anak tangga satu per satu sambil bersenandung. Pagi ini moodnya cukup baik karena Jingga akan menjemputnya untuk pertama kali setelah sekian lama mereka berpacaran.Biasanya Jingga hanya akan mengantar pulang saja tapi kali ini tidak. Dia juga akan menjemput dan semoga saja bukan sekedar janji palsu lagi.
"Sarapan dulu non?" Tanya bi Ulan yang baru keluar dari arah dapur. "Nggak bi, Oren sarapan di sekolah aja," jawab Oren.
"Bi, om sama tante belum pulang?" Oren bertanya karena sejak kemarin ia belum juga melihat kedua pasang suami istri itu. Bi Ulan tersenyum lalu menjawab "kan ibu sama bapak ke luar kota non."
Bagaimana bisa Oren lupa hal itu padahal saat di sekolah kemarin tantenya sudah sempat mengabarinya via chat.
"Maklum bi udah tua, hehe. Bi Ulan hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Oren yang memang sangat muda pelupa.
"Ya udah bi kalo gitu Oren berangkat dulu, assalamu'alaikum," pamit Oren lalu mencium telapak tangan bi Ulan.
"Eh bi, ntar malam bibi ga usah masak buat Oren. Oren mau ke tempat mama," lanjut gadis itu sebelum benar-benar menghilang dari ruang makan. Bi Ulan hanya mengiakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Nadier
RomanceTitik tertinggi mencintai seseorang bukanlah saat kita adalah alasannya untuk bahagia tapi, adalah saat kita mampu ikhlas melihatnya bahagia dengan siapapun pilihannya. Aku tak tau apa aku sudah mencapai titik tertinggi itu atau bahkan sebaliknya. ...