Disaster Begining

9.1K 233 97
                                    

Matahari sepertinya tidak bosan menyinari kami berdua. Ya, aku dan Belinda sedang menyusuri trotoar tanpa payung atau apa pun yang dapat melindungi kami dari sengatan panasnya. Kalau saja sahabatku ini mau mengerti. Sudah hampir dua jam dia mengajakku berkeliling membeli baju tanpa upah apa pun. Katakan aku pamrih, tapi hey! Berjalan kaki, berdesakan dengan pembeli lain, dan mandi sinar matahari membuat tubuhku meronta.

"Hauuus," kumonyongkan bibir seksiku—oke ini pemaksaan—padanya. Kuharap serpihan kulit yang hampir terkelupas di bibirku mampu membuatnya peka.

"Astaga, Ken!" pekik Belinda yang membuatku sumringah. Sekarang kuputar pandanganku kesekitar untuk melihat toko minuman yang segar dan ...

"Baju dari butik langganan Mama ketinggalan nih!" lanjutnya sambil kembali merogoh tas-tas belanjaannya yang berjibun. Spontan anganku tentang minuman dengan balok es di dalamnya melayang sejauh-jauhnya. Aku menatap Belinda penuh sabar. Kuharap tidak ada tanduk dan asap yang keluar dari kepalaku sekarang.

"Apa?" Belinda menatapku horor.

Aku memaksakan senyum timbul, lalu menggeleng keras. "Nggak! Nggak apa-apa kok," ucapku menelan ludah yang tak ada.

Belinda—dengan tega dan tanpa rasa bersalah—menyerahkan tas-tasnya itu padaku. "Tunggu di sini!"

Mataku membulat sempurna mendengar keputusannya. Ia segera berlari kecil dengan highheels 10 sentinya ke butik yang kira-kira sekitar dua belokan dari jalan ini. Dan, di sinilah aku. Kennia Arlin, siswi kelas 2 SMA Darma Citra, 16 tahun, jomblo—baiklah, untuk kata yang terakhir bisa diabaikan—berdiri dikelilingi tas aneka warna. Aku di depan sebuah toko coklat. Toko dengan desain eropa semakin terlihat kesannya ketika sebuah bangku panjang terletak di depannya. Bunga-bunga tulip palsu berwarna kuning ada di kanan kiri bangku itu. Tak lupa lampu etnis juga berdiri tegak sekaligus menenteng plang nama toko coklat. Kalau saja ini malam, pasti terlihat kesannya. Dengan susah payah aku memindahkan belanjaan Belinda ke pinggir bangku itu dan mulai duduk. Rasanya engsel di kakiku akan lepas sekarang. Kucoba memejamkan mata sebentar untuk menghilangkan kunang-kunang di mataku.

Kreesss ... sreekk

Eh? Aku memang lapar sekarang. Tetapi sejak kapan bunyi keroncong perutku berubah suaranya. Tunggu ... tunggu dulu! Aku membuka mata dan melihat salah satu tas belanjaan Belinda tak berbentuk sekarang.

"AKHHHHH!!!" aku berteriak histeris melihatnya. Dengan cepat aku melompat ke sisi tas itu dan mengangkatnya pelan. Benar-benar hancur, isinya yang ternyata sepatu heels merah itu pun lecet sebelah. Jantungku sukses terpompa kencang sekarang. Belinda ... anak itu akan membuat kupingku panas kalau sampai tahu ini. "INI PERBUATAN SIAPA HAHH?!"

"Egh, dasar lebay!" keluh seorang cowok yang tengah turun dari motor besarnya. Ternyata ia memarkirkan motornya tanpa lihat-lihat lagi. Apa dia mabuk? Salah satu motornya sudah naik ke trotoar. Kalau boleh jujur, lelaki dengan rambut coklat hazel itu benar-benar tampan. Ia begitu tinggi dan keren memakai jaket versity biru jeans. Matanya juga coklat, dan bibirnya merah begitu kontras dengan kulit putihnya AAAAAAH~

Pletak! Segepok uang mendarat di kepalaku. Aku segera sadar langsung mengambil uang yang ternyata bernilai 2 juta. Cowok tadi tanpa menoleh lagi langsung masuk ke toko coklat. Sementara orang-orang mulai memandangiku dengan tatapan gadis-ini-pasti-sudah-gila. Rasa panas naik ke dada. Ini tidak bisa dibiarkan! Aku masuk ke toko coklat itu dan menarik lengannya paksa.

"Lo apaan sih?!" keluhnya sambil melepaskan lengannya. Berhasil! Tenaga cowok itu begitu kuat ternyata. Wajar sih, lengannya berotot seperti itu. Eh.

"Lo harus tanggung jawab!" pekikku yang sukses membuat seisi toko mulai memperhatikan kami. Cowok tadi menoleh sebentar lalu menyeretku keluar. Jahaaat!

"Dua juta nggak cukup?" tanyanya dengan mata merendahkan. Tanpa menunggu jawabanku, ia mengeluarkan dompetnya lagi.

"Eeeeeh, bukan begitu! Maksud gue ... harusnya lo minta maaf. Tau sopan santun, kan?" sindirku tak mau kalah. Dia geleng-geleng kepala lalu menatapku lurus-lurus.

"Lo nggak tau diri ya! Udah dikasih duit buat ganti juga!" kata-katanya membuat kepalaku panas. Dia menatapku dari bawah lalu ke atas seakan menilai. "Atau lo mau nyari perhatian gue? Sorry girl, you're not my type." Aku tidak dapat menahan tanganku yang kini melayang ke pipinya.

Plakkk

Seketika aku menutup mulut tidak percaya. Wajah putihnya yang halus itu memerah akibat tanganku. Cowok itu kembali menatapku dengan geram. Disaat yang sama, seorang anak kecil yang tengah berlari tidak sengaja menabrak motor besar cowok itu hingga terjatuh. Dia berteriak kesal. Sementara anak kecil itu ketakukan dan lari sekencang-kencangnya.

"Setelah ini lo gue abisin!" ia menunjuk mukaku dengan telunjuknya. Cowok itu mulai mengangkat badan motornya ke posisi semula.

Ini kesempatan lo, Ken!

Aku mengangguk mengiyakan isi hatiku. Kusambar belanjaan Belinda dengan kewalahan, lalu berlari ke arah Belinda pergi tadi. Dengan jelas kudengar cowok di belakangku mulai berteriak.

"WOY BALIK LO! LIHAT AJA LO!" umpatnya. Entah apa lagi yang ia katakan, karena kurasa detak jantungku mengalahkan suaranya.

Aku menabrak Belinda yang ternyata sudah ada di depan. Belinda menahan lenganku agar tidak terjatuh. Kurasa keringat sudah mulai membasahi tubuh.

"Lo kenapa, Ken? Kayak dikejar-kejar gitu," tanyanya khawatir. Belinda mulai membolak-balikkan tubuhku. "Astaga! Gue lupa. Maaf ya, Ken. Kita istirahat dulu deh. Pasti lo capek banget ya nemenin gue seharian?" ucapnya penuh penyesalan. Belinda menyeretku ke rumah makan terdekat. Akhirnya sahabatku ini peka juga, Tuhan.

Kami duduk di dekat kipas angin. Lumayan juga. Setelah memesan makanan dan minuman, kulihat cowok tadi berkacak pinggang dari luar melalui jendela. Ia terlihat frustasi karena tidak menemukanku. Perutku serasa berguncang. Jantungku pun mulai tak karuan lagi.

"Beeel, gu-gue ke-ke kamar mandi dulu yaaa..." ucapku sembari ngacir ke belakang. Beginilah susahnya. Setiap panik atau grogi pasti aku buang air kecil. Ya, setidaknya kebiasaanku ini juga cukup menyelamatkan. Siapa sih cowok kurang ajar itu?

***

Udah dah, segitu aja yaaakk? hehhehe...

Semoga ada yang berbaik hati mau beli novelnya dan baca, terus kasih review ke aku. #ngarep #selalungarep

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 28, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Remember RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang