[2] pagi biasa

12 3 0
                                    

Jam digital di samping ranjang Sigma menunjukkan pukul 6:55 WIB, ketika pemiliknya sedang bercermin. Mengecek apakah penampilannya sudah cukup oke untuk pergi ke kampus. Sigma menghela napas berat. Siapa sih yang nggak malas ketika memiliki kelas pagi di hari senin? Sigma berani bertaruh, hanya orang nggak waras yang menyukai kelas pagi di hari senin.

Beruntungnya, Mama nggak menuntut Sigma untuk selalu membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Apabila Sigma tidak sempat seperti sedang ada kelas pagi, Mama akan membiarkan saja. Tapi, bukan berarti Sigma santai-santai karena merasa tidak wajib membantu Mama. Justru Sigma bangun sedikit pagi untuk setidaknya meringankan pekerjaan Mama.

Pagi ini, selain karena memiliki kelas di senin pagi, ada satu hal lagi yang membuat Sigma bete berat. Di pipinya tumbuh jerawat baru yang besar dan merah. Sebenarnya ini wajar, karena ini adalah fase pra-menstruasi Sigma. Tapi tetap saja, kenapa harus di pipi, besar, dan merah?! Jerawatnya itu pasti akan sangat mencolok di wajah Sigma yang putih.

Sigma melirik jam digital miliknya di nakas. Kemudian reflek menghitung mundur di dalam hati.

Lima..Empat...Tiga...Dua...Satu. "Ichii Nii Sannn!"

Teriakan sang Ayah menggema ke seluruh rumah, disusul dengan suara jatuh dari kamar di sebelah. Itu jelas abangnya, Sandi yang terjatuh dari ranjang karena terkejut oleh teriakan Papa. Sigma dan Dirga sih untungnya sudah terbiasa bangun pagi, jadi mereka tidak pernah jatuh terkejut. Mama sendiri sudah lelah mengingatkan Papa mereka. Jadilah teriakan itu telah menjadi rutinitas Papa tepat setiap jam 7 pagi. Tidak pernah terlewat satu haripun.

"Papa jangan teriak-teriakkk!" protes si sulung.

"Kamu juga teriak! Sini semua turun sarapan!"

Sambil terkekeh geli, Sigma meraih masker dari laci dan menaruhnya di tas. Jaga-jaga untuk menutupi jerawat laknat yang tumbuh di pipinya. Bersamaan dengan Sigma yang keluar, dua orang saudara laki-laki nya juga keluar dari kanan-kiri kamarnya. Abangnya hanya mengenakan boxer spongebob dengan hoodie abu-abu. Wajahnya masih terlihat mengantuk dan terdapat jejak-jejak air liur di pipi. Sigma berdecak, berfikir apakah gadis-gadis diluaran sana akan tetap jatuh cinta saat melihat Sandi yang seperti ini?

Berbeda dengan Sandi, Dirga telah sama rapinya dengan Sigma. Adik laki-lakinya  sudah lengkap mengenakan seragam SMA yang licin lengkap dengan dasi yang juga rapi. Yoksi, meski sudah di tahun terakhir SMA Dirga tetap sangat taat aturan.

"Widiiih muka dek Sagi tumbuh bintangnya!" ejek Sandi ketika matanya telah terbuka lebih lebar.

"Bintang palalo kentang!"

"Eitsss tidak boleh galak seperti itu adikku, sini-sini sun dulu." Sandi maju sambil memonyongkan bibir menuju Sigma.

"ABAAANG IH GAMAUU LU BAU JIGONG CUCI MUKA DULU SANA!" teriak Sigma sambil menutupi wajahnya.

Dirga terkekeh sebentar sebelum menarik hoodie Sandi agar menjauh dari Sigma.

"Bang jangan usilin Kakak Ni kek."

"Deer memang adik gue yang paling tersayang."

"Liat tuh muka Kakak Ni tuh udah kek singa bunting, jangan diganggu!"

"Anjing!"

"Eh, mulutnya tidak boleh seperti itu ya tuan putri," tegur Sandi.

"Suka--"

"Ma, seinget Papa tangga rumah kita belum sepanjang anyer-panarukan deh! Kok lama banget ya turun ke bawah sini?!" sindiran itu disuarakan Papa keras-keras, membuat tiga anaknya hanya nyengir dan bergegas turun.

"Karena kalian lama turunnya, Papa punya kuis."

Ketiga bersaudara itu sama-sama mengumpat dalam hati. Saling bertukar tatap seolah mengatakan "Ini semua gara-gara lo!"

For your information saja ya, kuis Papa itu selalu nyeleneh. Sandi, Sigma dan Dirga juga selalu penasaran darimana Papa mereka dapat kuis-kuis seperti itu. Parahnya adalah, lucu tidak lucu, mereka harus tetap tertawa. Jika tidak, Papa akan memotong uang bulanan mereka. Seperti terakhir kali Sigma sedang nggak mood dengan kuis Papa dan nggak tertawa, Papa memotong dana lima ratus ribu untuk melaju ke atm miliknya. Ya memang cuma lima ratus ribu sih, tapi tetap saja itu bisa buat Sigma jajan seblak belasan kali. Maka kali ini, Sigma bertekad sekali untuk menjawab benar kuis Papa. Karena siapapun yang menjawab benar, akan mendapat cuan tambahan yang nominalnya rahasia. Paling sedikit lima ratus ribu.

"Oke kuis kali ini adalah, kenapa....dinamakan nasi?"

Anjir, susah.

Kakak beradik itu kompak berfikir kelas. Sedangkan Mama hanya tersenyum geli sambil menyiapkan piring sarapan. Hingga hampir sepuluh menit terlewat, tidak ada yang bisa menjawab.

"Gimana? Kalian nyerah?"

"Nyerah ah, Pa! Nanti Sigma telat."

"Abang? Adek?"

Dirga mengangguk. Sedangkan Sandi yang hampir menjawab "enggak" Sigma injak kakinya. "Nanti kalo gue telat, lo gue gaplok bang," desis Sagi.

"Oke jadi jawabannya......karena Dina Lapar!"

Hening beberapa detik. Papa juga diam, tapi mukanya seolah bertanya "Kok kalian nggak ketawa?"

"Ahahaha ohiya lucu banget! Kok Papa bisa kepikiran sih?! Iyakan Bang? Deer?"

"Iya, Hahahahaaaaa Papa keren banget bikin kuisnya!"

Setelah Papa cukup puas dan bangga karena merasa kuisnya lucu, barulah mereka menjalankan ritual sarapan mereka dengan hening.

"Bang, anter Sagi ke kampus ya," pinta Sigma.

"Mager ah, sama Dirga tuh."

"Iya, bareng gua nggak papa kok Kakak Ni."

"No. Ntar lo telat, arah kita gak searah. Ayoklah bang, lo kan nggak ada kesibukan apa-apa 'kan?"

"Ada."

"Apa?"

"Ketemuan sama Mba IU di alam mimpi."

"Si anjir."

"Wkwkw, udah bareng Dirga aja gak papa."

"Papa anter aja mau Kak?" Papa menawarkan.

"Nggak ah, ngerepotin Papa."

"Lo pikir kalo gue yang anter lo nggak ngerepotin gue?!" Sandi ngegas.

"Heh--"

"Kakak bareng Mama aja, sekalian Mama mau liat butik. Adek berangkat gih, nanti telat. Bentar ya Kak, Mama ambil kunci mobil dulu."

"Oke, Ma."

Mama kembali beberapa saat kemudian. "Ayo, Kak. Eh kok pake masker?"

"Malu tuh Ma mukanya ada bintang!"

Sigma merengut.

"Ada jerawat gede Ma, Kakak malu."

"Oke nanti pulang kampus Mama jemput ya, kita facial."

"Ohiya Ma, nanti Haga sama Eric sama nginep sini. Boleh 'kan?"

"Bol--"

"NGGAK BOLEH!" Sigma berteriak keras, membuat Mama dan Sandi terkejut.

"Kena--"

"Pokoknya nggak boleh!" seru Sigma sambil ngacir masuk mobil Mama. Meninggalkan Mama dan Abangnya dalam kebingungan.

Kenapa Sigma melarang? Oke, ini sebenarnya rahasia. Sigma naksir temennya Sandi yang namanya Haga itu. Masalahnya, muka Sigma nanti pasti jelek sehabis facial. Kalian juga nggak mau 'kan kalau ketemu crush dalam kondisi yang lagi jelek?

•••••

Haloo jumpa lagi kita di chapter 2 about  perfect! Gimana-gimana kesan pertama kenalan sama Ichi Ni San?

Next chapter aku post sekitar 2-3 hari lagi ya guysss. Xie-xie!

Tivana Kiran

Padang, 13 November 2022.

About PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang