Detik berhenti, netraku menangkap raga keluargamu. Tengah bertaut jarak beberapa meter didepanku. Berkawan dengan rasa bahagia sebelum kamu datang menyapa. Siap menerima hamburan pelukan hangat darimu.
Degup jantungku tak terkendali. Menggemuruhkan suara yang teredam. Aku takut, aku khawatir, aku gugup, aku— merasakan semuanya. Tanpa sadar kakiku melangkah maju mendekati mereka— orang yang paling kamu sayang.
Mereka bisa merasakan kehadiranku pada radar. Tersenyum ramah dan manis, seolah aku juga orang yang mereka tunggu. Aku tak tau apa kamu mengatakan sesuatu. Dan apapun itu aku bersyukur. Segala rasa tadi masih belum sepenuhnya hilang tapi aku tenang. Ikut bercengkrama dengan hangatnya keluargamu. Seperti dugaanku, keluargamu memang luar biasa.
Waktu semakin berlarut bagai garam diaduk. Beberapa kali suara dari speaker stasiun terdengar. Itu kamu, kereta yang kamu naiki akan tiba di sini. Akhirnya, kita menghirup udara yang sama setelah sekian lama. Dan kamu akan berdiri di depan mata kami. Entah seperti apa wujud ekspresi yang kamu lukiskan nanti, yang aku tau pasti sangat membahagiakan.
Siap melepas rindu denganmu, mata kami berbinar senang. Semakin jelas terlihat ketika kereta dari jurusanmu berhenti di depan mata. Tak hanya kami, ada banyak orang di sini bersatu dengan rasa yang sama. Untuk sekarang stasiun tua ini menjadi ruang pelepas rindu berbagai insan.
Air mataku sudah terbendung bagai waduk. Aku melihatmu, berdiri di sana dengan ransel dan koper hitam. Mengedarkan tatapan berusaha menangkap keberadaan kami.
Akhirnya, aku melihat lagi. Senyum indah milikmu, yang selama setengah tahun tak terlihat. Pilihanku saat ini adalah diam di tempat. Mempersilahkan jajaran orang tersayangmu maju lebih dulu memberi kehangatan. Pun dengan dirimu, tersenyum hangat serta menghamburkan pelukan yang berbalas tangis bahagia.
Di sini aku berdiri, menyeka air mata yang telah menetes menelusuri relung pipiku. Mengharukan, momen yang selama ini juga aku damba. Tetapi tak sampai aku genggam. Pelukan erat jelas terlihat dari otot telapak tanganmu. Gumaman kalimat yang tidak terlalu terdengar semakin membuatku terenyuh.
Semuanya terjadi begitu saja. Air dalam cangkir perasaanku tumpah. Tepat ketika kamu beralih pandang kepadaku. Mengatakan sesuatu sebelum berlari ke arahku. Dan tubuhku bergerak mundur saat ragamu memelukku. Terkejut bukan main, pun aku bisa merasakan pompa jantung yang bergerak tak karuan membentur dadamu. Pelukan eratmu menghangatkan, mampu memanaskan air mata yang mati dan kembali jatuh. Aku membalas pelukanmu tak kalah erat bersama air mataku.
"Sekarang, gue di sini." Bisikmu tepat di telinga kananku, mengantar rasa aneh ke seluruh tubuhku. Rasa aneh yang sudah lama aku kenal.
Sekali lagi kamu berhasil membuatku semakin jatuh dalam dekapanmu yang begitu nyaman, Kanaraga.
-END
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Home;-
Short StorySekian ratusan jam berlalu tanpa kita berjumpa. Dan akhirnya, hari ini dia kembali.