Prolog

256 26 1
                                    

"Sakit itu lebih tersayat dalam kelamnya masa lalu"
°°°


"Arghhhhhhh!!!!!" teriak lelaki gempal dengan tato pada punggungnya.

"Hustttttt! Jangan teriak-teriak, gue nggak suka," bisik cowok tampan setelah mencongkel kuku lelaki gempal tersebut.

Cowok tampan dan mempunyai keahlian dalam menyiksa orang, itulah Davino Gibran Pradipto. Gibran tersenyum melihat lelaki bertato yang duduk tak berdaya, laki-laki itu adalah salah satu preman yang Gibran incar selama dua hari ini.

Darah mengalir saat kuku tangan dan kuku kaki preman itu terlepas. Gibran memasukkan kuku tersebut kedalam kotak elegan berwarna hitam. Mata Gibran kembali tajam bak elang ingin menerkam.

Gibran meraih pisau diatas meja dan menatap kedua tangan preman itu. "Tangan ini kan, yang lo buat peluk selingkuhan, lo!!"

Sretttttt.....................

Gibran menancapkan pisau dari pergelangan tangan preman tersebut lalu menariknya keatas sampai lengan. Darah segar menyapa wajah Gibran dengan hangat.

"Arghhhhhhhhh, apa salah saya, maafkan saya!!" rintih preman yang Gibran siksa.

Gibran mendekatkan wajahnya lalu berbisik. "Salah, lo? Lo itu udah salah banyak dan masih nggak sadar juga!"

"Pertama, lo udah begal ibu-ibu pada hari Rabu malam!"

"Kedua, setiap malam Senin, lo palak semua pedagang kecil!"

"Ketiga, kemarin malam, lo selingkuh di bar!"

"Keempat, yang bikin gue nekat buat bunuh, lo yaitu, karena, lo udah menelantarkan keluarga, lo dan memukuli istri lo demi membela pelacur itu!!" bentak Gibran memenuhi ruangan.

Kini mereka bertiga sedang berada didalam ruangan khusus dimana Gibran menjalankan misinya. Ruangan bercat putih dengan motif bercak merah disekelilingnya, bukan lain itu adalah darah korban Gibran. Saat melakukan aksinya, Gibran tak sendirian, ia selalu ditemani asisten pribadinya bernama Daniel.

"I-itu semua tidak benar, lepaskan saya, saya mohon!" ujar preman itu memelas.

Gibran meraih paku yang ada di sakunya lalu menancapkan paku itu dikedua bibir preman tersebut. Dan disambung dengan mencongkel kedua bola mata preman itu menggunakan sendok.

"Dan yang terakhir, gue benci kebohongan!" ucap Gibran menatap preman itu dengan kebencian.

"Sudah cukup kita main-main, mari kita akhiri semuanya!" Gibran tersenyum manis, sangat manis. Sayang senyum itu hanya fiktif belaka.

Gibran meraih pistol yang Daniel suguhkan. Gibran tersenyum kembali dengan melambaikan tangannya.

"Tidur yang nyenyak, dadah!" bibir Gibran melengkung keatas.

Dor...........................

Peluru melesat cepat menabrak kepala preman itu. Darah kembali menyerbu Gibran, ia memejamkan mata menikmati bau anyir darah disekitarnya.

Gibran melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang ada di ruangan tersebut. Ia menatap kearah cermin, betapa merahnya baju yang ia kenakan saat ini. Saat membunuh, Gibran lebih suka memakai pakaian putih.

Gibran melempar baju yang ia kenakan pada tempat sampah dipojok kamar mandi. Lalu ia menenggelamkan tubuhnya dalam bathtub.

Disisi lain Daniel menyuruh tiga orang kepercayaan mereka untuk membersihkan jasad dadi preman tersebut.

"Bersihkan semua ini, dan aset-aset seperti biasa, kalian kumpulkan dalam kotak hitam dimeja itu!" tunjuk Daniel kearah kotak hitam elegan berisikan kuku-kuku tangan preman tadi.

"Baik, Bos!" ucap mereka serentak lalu membereskan yang perlu dibereskan.

"Kalian nggak lupa kan! Jangan hapus noda darah ditembok, bersihkan saja lantai serta peralatannya! Dan jangan sampai ada satu bukti pun yang tertinggal!" tegas Daniel sekali lagi.

"Baik, Bos!" mereka kembali membersihkan lantai.

"Mayat ini kita apakan, Bos?" tanya salah satu dari mereka.

"Nanti saya antar," ujar Daniel dengan lirikan tajam.


Sweet Psychopath [Terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang