Nara melirik kak Agnia yang sedang mengendarai mobilnya membelah jalanan Jakarta, ia cantik sekali, Nara pasti jatuh cinta jika dirinya laki-laki.
"Kenapa Nara?" tanya Agnia saat sadar bahwa dirinya diperhatikan.
"Nggak apa-apa kak, makasih ya" ucap Nara lagi.
"Sama-sama anak cantik. Kamu suka ramen nggak?" tanya Agnia sambil mencoba mengotak-atik saluran radio miliknya.
"Suka kok, Kak." jawab Nara.
"Oke, ramen ya? Ramen langganan aku, paling enak seJakarta raya! Kamu harus cobain," ucap Agnia yang Nara angguki setuju.
Agnia meraih tangan Nara lalu mengusapnya pelan.
"Nara, mulai hari ini, kamu nggak sendirian lagi. Aku dan keluargaku janji bakal nemenin kamu," ucap Agnia pada Nara.
"Kamu nggak harus melewati semuanya sendirian lagi, Nara. Ayo kita hadapi semua masalah kamu bareng—"
"Walaupun aku nggak bisa menjanjikan semua masalah akan baik-baik saja, tapi aku dan keluargaku siap jadi tempat buat kamu ya, Dek." ucap Agnia.
"Kak Agnia, aku makasih banget sama kakak. Aku juga minta maaf, karena malam ini udah ngerepotin Kakak," ucapnya yang membuat Agnia tersenyum senang.
Hati Nara serasa diremat-remat saat orang asing seperti Agnia terasa begitu memperdulikannya, sementara kakak kandungnya sendiri bahkan tak mencarinya sama sekali. Nihil, tak ada panggilan telfon dari Moreno sampai Agnia harus mengantar Nara menuju kediamannya.
Keduanya menikmati masing-masing seporsi ramen dengan ebi furai, dan chicken karage sebagai makanan sampingannya, canda dan tawa disuarakan dengan berani bersama angin panas Jakarta malam itu.
"Nak, tape nak," seorang pria lansia menegur Agnia dan Nara, membuat keduanya otomatis menoleh. Didepan keduanya ada tubuh renta nan gemetar yang masih mencoba berdiri, tatapan lelah tergurat jelas dalam wajahnya, Agnia yakin beliau belum makan.
"Iya, Bapak. Ini tapenya berapa?" tanya Agnia yang dengan reflek bangkit dari kursinya, memberikannya tempat duduk Agnia.
"Duduk dulu pak. Kita makan ya? Bapak sudah makan?" tanya Agnia yang dijawab gelengan lemah.
"Mas, nasi sama char siu chicken-nya satu ya. Bapak, minumnya mau apa?" tanya Agnia.
"Air putih aja, Neng." balasnya.
Nara menatap kagum pada Agnia, wanita yang baru ia temui beberapa saat lalu memang mirip mamanya.
"Bapak, ini tapenya berapaan?" tanya Agnia saat ia sudah mengambil bangku untuk bisa duduk di samping pria paruh baya tersebut.
"Sepuluh ribu aja, Neng. Ini sisa empat bungkus," ucapnya.
"Saya beli semua ya pak," ucap Agnia sembari mengeluarkan empat lembar seratus ribuan lalu langsung memasukan uang tersebut kedalam saku pria paruh baya tersebut.
"Abis ini saya beliin Bapak sembako disana. Bapak tunggu dulu ya, dimakan dulu makanannya," ucap Agnia.
"Nara, udah selesai makannya? Mau ikut aku, atau mau disini aja?" tanya Agnia pada Nara yang masih dia memperhatikan Agnia.
"Boleh ikut?" tanyanya.
"Boleh," jawab Agnia.
"Bapak, saya tinggal sebentar ya. Dimakan nasinya" ucap Agnia pada pria tua tersebut.
"Nama saya Bapak Latmo, nama saya Latmo," ucapnya terbata.
"Iya, pak Latmo, saya tinggal sebentar ya,"
Nara melihat Agnia memasukan dua karung beras, dua bungkus gula, beberapa bungkus mi instan, sardine, kopi, biskuit, susu, dan masih banyak lagi kedalam keranjangnya, dalam hati Nara bertanya-tanya karma baik apa yang Agnia dapat setelah berbuat semua ini untuk orang lain?
"Nara, nggak semua hal harus dibales Tuhan sekarang. Tuhan nggak pernah punya hutang sama manusia sampai mengharuskan ia membalas semua kebaikan yang telah kita perbuat. Justru sebaliknya, kebaikan yang kita buat itu adalah hutang karena telah diberi kesempatan hidup di dunia yang seindah ini—" ucap Agnia sembari memilih obat-obatan.
"Berbuat baik itu harus, bukan perlu, Nara" ucap Agnia yang diangguki kecil oleh Nara.
"Bapak mau saya antar ya?" tanya Agnia pada Pak Latmo sekembalinya mereka berdua pada stand ramen.
"Nggak usah nak, dari sini Bapak naik angkot saja. Dekat kok, cuma sekali. Bapak sudah banyak ngerepotin kalian," ucap pak Latmo dengan senyum hangat.
"Yasudah, saya tungguin cari angkotnya ya pak," ucap Agnia yang diangguki pak Latmo.
"Kalian berdua anak baik, semoga berkah, sehat, selamat." doa pak Latmo.
"Amin—" balas Agnia dan Nara mengamini doa pak Latmo.
"Itu angkot saya, saya naik itu saja" ucapnya.
"Mari pak,"
Agnia mengangkat dua bungkus belanjaan di tangannya, sementara Nara menggandeng pak Latmo masuk angkot.
"Bang, saya titip Bapak ya," ucap Agnia sembari memberinya selembar uang lima puluh ribuan.
"Nggak usah, Nak. Bapak saja," tolak pak Latmo.
"Nggak apa-apa, saya saja. Dainter ya bang," ucap Agnia yang dihadiahi jempol oleh sang supir angkot.
"Hati-hati ya pak Latmo," ucap Agnia sambil menyalimi tangan gemetar pak Latmo.
"Terimakasih banyak ya mbak Agnia, dek Nara"
Nara dibuat jatuh hati oleh perangai wanita yang sedang asik menyetir mobil menuju tempat kediamannya ini, kak Agnia mirip sekali mamanya!
Agnia Galina Istari
KAMU SEDANG MEMBACA
lost in moreno
Fanfici hope you know that every time i tell you to get home safe, stay warm, have a good day, or sleep well what i am really saying is i love you. i love you so damn much that it is starting to steal other words meanings. - lee jeno local au.