SELAMAT MEMBACA
***"Aduhhh sakit Bu, balik koinnya Bu. Pelan-pelan Bu," Aruna sejak tadi merengek mengatakan sakit. Seolah tidak mendengarkam rengekan putrinya, Sarni terus saja mengerik punggung Aruna dengan minyak angin dan koin.
Aruna yang mengeluh kepalanya pusing sejak bangun tidur tadi, ternyata sedang demam. Sarni langsung berinisiatif untuk mengerik punggung anak gadisnya itu.
"Makanya kalau tidak tahan sama air hujan, jangan sok-sok an. Masuk angin kan jadinya, untung semalam Mas Juna jemput kalau tidak bagaimana." Sambil terus mengerik punggung Aruna, Sarni tidak henti-hentinya berceramah. Menceramahi Aruna yang sedang masuk angin.
Mendengar Arjuna menjemputnya, Aruna langsung terdiam. Seingatnya semalam Arjuna mengatakan kebetulan bertemu dengannya, sehabis pulang dari rumah teman karena urusan pekerjaan.
"Bang Juna jemput Runa Bu?" tanya Aruna memastikan.
"Iya lah. Katanya khawatir mau hujan. Kamu belum pulang. Dia tanya di mana rumah Santi, habis itu pergi. Pulang-pulang sama kamu." Jelas Sarni dengan detailnya.
Mendengar penjelasan ibunya, Aruna kembali bungkam. Jadi semalam Arjuna sengaja datang menjemputmya bukan karena kebetulan bertemu seperti kata laki-laki itu.
Dasar Bang Juna, pura-pura tidak peduli padahal khawatir, ucap Aruna dalam hati.
"Besok lagi jangan keluyuran sampai malam. Kalau hujan itu berteduh. Sudah tau kena air hujan langsung sakit, tapi masih saja ngeyel."
Aruna hanya diam, dia yang sakit masih di tambah sakit lagi dengan kerikan. Masih di ceramahi. Aruna benar-benar kesal kepada siapa saja yang menemukan metode pengobatan masuk angin dengan kerikan. Dan siapa juga yang mengajarkan pada Ibunya kalau kerikan bisa menyembuhkan masuk angin. Aruna benar-benar kesal.
"Pelan-pelan Bu," teriak Aruna dengan keras. Karena merasa ibunya semakin bertenaga mengerik punggungnya.
"Diam Runa. Ini merah, masuk angin ini. Diam badannya jangan kaya cacing kepanasan begini." Ucap Sarni yang kesal karena sejak tadi badan Aruna tidak mau diam.
"Sudah Bu, sudah sembuh. Tidak mau di kerik lagi. Sudah sehat." Aruna berusaha menjauh dari ibunya agar tidak lagi di kerik dan langsung mengenakan bajunya.
Sarni pun menyerah, dia meletakkan minyak angin dan koin kembali ke atas meja.
"Sia-sia ayah bunda, bang Juna dan kak Jani sekolah dokter lama-lama kalau semua orang kaya Ibu. Apa-apa sakit kerikan, pusing kerikan, mual kerikan. Terus dokter sekolah lama buat apa, kalau semua penyakit bisa di sembuhkan dengan kerikan." Aruna mendumel sendiri dengan kesalnya. Tidak habis fikir dengan ibunya. Mungkin menurut ibunya, ilmu kedokteran kalah dengan metode kerikan. Semua penyakit akan sembuh dengan kerikan. Benar-benar membuat jengkel.
"Ngeyel lo Runa ini kalau di urus sama Ibu."
"Mending tidak usah di urus kalau cuma disiksa begini."
"Ngelawan terus kalau di kasih tau."
"Sudah, mau mandi terus mau sekolah." Aruna ingin bangun dari ranjangnya dan bergegas siap-siap untuk pergi kesekolah.
"Tidak usah sekolah. Hari ini libur dulu, badan panas ini lo. Minum obat dan istirahat dulu di rumah."
Ucap Sarni, Aruna pun dengan patuh mengangguk. Bagus juga kalau dia tidak sekolah, bisa tidur seharian di rumah.
***
"Runa sudah berangkat Bi?" tanya Arjuna yang ingin masuk kedalam mobilnya saat melihat Sarni menyapu di teras depan."Libur Mas. Badannya panas, itu tidur di rumah anaknya." Jawab Sarni pada Arjuna.