Gisa, Wina, dan Josie melaju perlahan melewati pintu khusus staff yang kosong. Mereka enggan melewati pintu utama karena takut ada banyak zombie di dalam. Meski supermarket ini hening dan tak terlihat ada zombie, siapa tahu makhluk-makhluk jelek itu berkumpul di dalam. Untung saja pintu staff yang lokasinya berada di belakang supermarket dalam keadaan tidak dikunci.
Josie mulai gemetaran saat mereka sudah memasuki ruangan itu. Wina yang diapit di tengah tentu saja merasakan getaran dari badan Josie. Lantas ia menoleh, menatap si bocah paling muda itu dengan penuh tanya.
"Kenapa lo?"
"Takut."
Wina tidak punya ide bagaimana cara untuk menenangkan Josie. Jadi dengan mulutnya yang terkadang kurang ajar, ia berkata, "Tenang, kalau zombie muncul kita dorong Gisa terus lari."
"Anjing!" Gisa mengumpat.
Kemudian perlahan skuter itu berhenti. Gisa mengguncang-guncang skuter mengisyaratkan kedua penumpangnya turun.
"Pelan-pelan, jangan sampai nyenggol benda." Gisa memperingatkan sewaktu ketiganya mulai mencari barang. Skuternya ia senderkan di dekat tembok.
Bagian belakang supermarket diisi alat-alat perkakas. Tanpa pikir panjang Gisa mengangkut semuanya. Memasukkan apa saja yang terlihat ke dalam troli yang kebetulan tergeletak begitu saja.
Mereka bergerak cepat, takut zombie menyadari keberadaan ketiga gadis itu. Baru saja dipikirkan, Wina melihat satu zombie berdiri di belakang Josie. Sementara Josie sendiri sibuk mengambil barang tanpa menyadari maut berada di belakangnya.
Wina tidak bisa berteriak, takut memancing lebih banyak zombie. Ia berlari kencang, siap menghujamkan ujung payungnya pada zombie itu. Josie yang melihatnya tidak mengerti, malah mengira Wina berniat membalas dendam padanya di saat seperti iniㅡmereka sering berdebat tidak penting. Namun saat menyadari kemana arah pandang Wina, Josie sontak menoleh. Jantungnya hampir melompat keluar dari rongganya saat melihat wajah zombie menyeramkan yang sudah siap menerkamnya.
Ia jatuh terduduk, sementara Wina dengan cepat menusuk ujung payungnya di sekitar leher zombie.
"Jo, pakai crossbow-nya!" seru Wina ketika menyadari zombie itu tak kunjung mati.
Keadaan semakin parah sewaktu tiga zombie lain datang dari arah berbeda. Josie masih mematung, terlalu shock hingga kaki tangannya sulit digerakkan. Gisa yang mendengar suara berisik segera menghampiri dua kawannya itu.
"Josie! Cepetan bangsat!" Wina berteriak kesal. Dengan satu kakinya menyenggol kaki Josie yang malah terbengong-bengong.
Akhirnya ia berdiri dengan susah payah, mengangkat crossbow dengan tangan gemetaran. Merasa sedikit lega saat anak panah yang ia tembakkan berhasil membuat zombie itu tak bergerak lagi.
Tetapi perjuangan mereka belum sampai di situ. Masih ada tiga zombie lain yang menunggu dicabut nyawanya untuk kedua kali. Gisa menghantam berkali-kali satu zombie dengan wajannya sampai tidak bergerak. Tenaganya hampir habis hanya untuk mengurusi satu zombie saja.
Josie cepat-cepat mengumpulkan fokusnya. Mencoba melawan rasa takut dan membantu kedua temannya. Karena senjata yang ia gunakan saat ini yang paling efektif, Josie tak ingin menjadi satu-satunya yang tidak berguna.
Ia menembakkan anak panah lain beberapa kali pada zombie yang hampir menggigit Gisa. Kali ini berbeda, zombie itu tak kunjung mati.
Mereka kesulitan beberapa saat, hingga satu orang asing muncul. Membantai satu zombie yang sedang ditangani Wina dengan palu.
Rena.
Wina senang bukan kepalang, akhirnya ia bertemu dengan kakaknya dalam keadaan sehat. Tetapi sekarang bukan saatnya untuk berbahagia. Rena berlari menghampiri Gisa dan Josie yang masih menangani satu zombie. Tepat saat ia akan mengangkat palunya, Josie berhasil menumbangkan zombie.