Si Adik bergegas turun ke lantai bawah setelah mendengar perintah Kakaknya untuk membuka pagar rumah. Ia tidak perlu bersusah payah mendorong pagar, cukup menekan tombol dan pagar otomatis terbuka serta dapat diatur akan dibuka selebar apa.
Sang Kakak masih berada di posisinya untuk mengawasi area bawah. Ia memberi tanda agar Gisa masuk ke rumahnya. Lantas dilemparkannya suar merah sejauh mungkin untuk mengalihkan zombie yang mengejar.
Gisa yang melihat tanda tersebut langsung meliuk-liuk menghindari zombie yang selanjutnya zombie itu ditabrak oleh mobil Rena. Entah sudah berapa banyak zombie yang Rena tabrak, sampai membuat bagian mobilnya penyok cukup parah. Terlebih sebelumnya sudah penyok karena dikendarai oleh Gisa si supir amatiran.
Gisa memukul zombie yang hendak menggigit lengannya. Ketika zombie itu limbung, gadis pemilik rumah cepat-cepat menembaknya.
Gisa melesat masuk ke dalam rumah yang pagarnya sudah terbuka. Diikuti oleh Rena yang juga langsung bergerak cepat mengikuti pergerakan Gisa.
Pagar secara otomatis bergerak untuk menutup. Namun, karena prosesnya cukup lama, zombie yang masih mengikuti ikut memasuki kawasan rumah. Gisa meletakkan skuternya asal dan memukul para zombie yang merangsek masuk.
Rena turut membantu Gisa menggunakan satu lagi crossbow yang dibawakan Josie. Sedangkan Jinan langsung menyemprotkan air berisi lada dan bubuk cabai ke mata zombie saat ada yang mendekat. Membuat makhluk buas itu kehilangan pengelihatannya. Melihat ada celah, Wina mendorong zombie menjauh menggunakan payung.
"Wih, keren juga ini air cabe. Beneran bisa bikin zombie gak liat lagi," ujar Jinan bangga pada dirinya sendiri.
"Jangan banggain diri sendiri dulu Kak. Ini bantu lawan zombie yang lain," tukas Josie yang kini juga memegang crossbow sama seperti Rena.
Bertepatan dengan ucapan Josie yang selesai, pagar pun sudah tertutup sempurna. Menghalangi zombie yang mendekat ke arah mereka.
"Gak ada yang harus dibantu lagi kan Jo?" tanya Jinan sambil menaikkan kedua bahunya. Membuat Josie mendengus kesal.
Wina menyenggol keduanya agar berhenti ribut dan melihat ke arah depan. Di sana ada dua pemilik rumah yang menyambut mereka dengan senyuman.
"Halo semuanya, pasti capek ya? Ayo masuk, anggep aja kayak rumah sendiri. Kenalin aku Jena dan ini Adik aku Yesa." Gadis yang tadi di balkon berbicara, sambil mengajak teman barunya masuk ke dalam rumah.
🧟♀️
"Kalian berdua aja di rumah?" tanya Rena sambil duduk untuk menikmati makan siang yang kini sudah menjelang sore.
Selepas berkenalan singkat, Rena beserta rombongannya langsung mengeluarkan keperluan mereka dari bagasi mobil, lalu mandi dan berganti pakaian. Sembari Jena menyiapkan makanan untuk mereka.
Bukan makanan yang spesial terlebih dalam kondisi seperti ini. Jena hanya membuatkan mie cup dan menggoreng gyoza untuk tamunya.
Jena menganggukkan kepalanya, "Iya, Mama itu dokter dan Papa itu tentara. Jadi ya ... tentu aja mereka gak ada di sini."
"Berati karena itu juga kamu bisa nembak dan bahkan kayaknya punya macem-macem senjata ya?" Jinan bertanya lalu langsung menyeruput mienya.
"Iya, kami berdua udah di antisipasi tentang wabah ini. Aku sendiri juga udah sering liat Papa nembak dan sering diajarin juga, makanya mahir. Seminggu yang lalu kami udah diajarin apapun untuk bertahan hidup. Sebenernya aku gak pengen sih Papa dan Mama tetep ngelakuin pekerjaannya sekarang, karena takut ya ... kalian tau lah, tapi mau gimana lagi udah kewajiban." Jena menjawab sambil membersihkan pipi Adiknya yang belepotan terkena kuah mie.