Prolog

4 1 0
                                    

Berbeda dengan teman temannya di Dream yang baru punya pacar ketika umur mereka sudah menginjak 20 tahun atau lebih, Jeno sudah punya pacar jauh lebih lama daripada mereka. Sebenernya ngga bisa dibilang jauh lebih lama juga sih, soalnya dia baru nembak waktu SMA, tapi intinya dia yang paling pertama punya pacar. Pacar Jeno adalah teman kecilnya sendiri yaitu Yura.

Seperti kisah klise lainnya, mereka bertetangga sehingga orang tua mereka kenal dekat dan mereka juga tumbuh bersama dan bohong namanya kalau Jeno tidak jatuh cinta sama cewek secantik Yura. Apalagi kebersamaan mereka sejak kecil membuat rasa diantara mereka tumbuh dengan subur. Yura senang ketika Jeno berada didekatnya begitu pula Jeno, jadi sudah bukan kejutan lagi kalau pada akhirnya mereka pacaran.

Namun dalam suatu hubungan, pasti ada suatu krisis seperti pertengkaran. Entah karena adanya ketidak cocokan dengan pasangan atau karena rasa posesif yang berlebihan atau karena masalah-masalah lainnya seperti miskomunikasi. Banyak pasangan yang dapat melewati krisis itu dan kembali bersama dengan hubungan yang lebih kuat, namun tidak dapat dipungkiri ada juga yang tidak dapat melewati krisis itu dan membuat hubungan mereka semakin renggang. Krisis itulah yang saat ini dirasakan oleh Jeno dan Yura, yang pada akhirnya membuat pertemuan mereka selalu diisi oleh pertengkaran.

- Pertengkaran kecil yang bisa terselesaikan dengan kata maaf -

Yura menghela nafas kesal. Jeno terlambat untuk kencan dengannya lagi hari ini. Dia baru akan beranjak dari kursinya untuk meninggalkan restoran ketika Jeno datang dengan nafas yang tidak beraturan seperti orang yang habis berlari. "Sori tadi macet," ucapnya.

Yura hanya kembali menghela nafas, sudah hafal kelakuan Jeno di luar kepala. Ia memilih tidak meluapkan rasa kesalnya, biar bagaimanapun, Jeno telat bukan karena keinginan cowok itu, pikirnya sambil berusaha menekan egonya sedalam mungkin.

"Ngga papa," ucap Yura pada akhirnya sambil tersenyum tipis. Mereka lalu memesan makan siang dan mulai menyantap makanan masing-masing. "Hari ini jadi temenin aku ke pameran buku yang aku bilang waktu itu kan?"

"Jadi dong, habis ini kita langsung kesana," jawaban Jeno membuat Yura tersenyum,  perasaannya mulai membaik saat ini. Tapi ternyata Yura salah, perasaan itu tidak berlangsung lama, selesai makan, mereka menuju ke mobil Jeno. Jeno sudah siap di balik setir sedangkan Yura sudah duduk manis di kursi samping Jeno ketika hp Jeno berbunyi, Jeno mengangkat telfon itu. Ia terlihat mengobrol sebentar dengan manajernya sebelum akhirnya menutup telfon dengan raut wajah bersalah. Membuat Yura mengerti itu tandanya Jeno akan membatalkan janjinya.

"Yura, maaf, aku lupa hari ini ada jadwal syuting konten. Sekarang aku anterin kamu pulang aja ya?" Tuh kan, pemikiran Yura benar. Ia menghela nafas lelah sebelum akhirnya berseru dengan pelan, sudah muak dengan situasi ini, "Yaudah" ucapnya singkat.

Jeno pun mulai menjalankan mobilnya, perjalanan mereka kembali ke rumah diisi dengan kesunyian sampai akhirnya Jeno memutuskan untuk berbicara terlebih dahulu, "Yura... maaf oke? habis ini..."

"Kok bisa sih kamu ngga hafal jadwal kamu sendiri?" potong Yura.

"Bukan gitu, aku cuma..."

"Perasaan aku pernah bilang deh kemarin kemarin kalo kita mau ngedate tuh kamu pastiin dulu ada jadwal atau ngga,"

"Iya aku salah,"

"Kamu selalu kayak gitu, bilang kamu salah tapi besoknya diulang lagi, gitu aja terus,"

Jeno menghela nafas, mulai ikut kesal. "Aku kan sibuk Yura, ngga semuanya bisa aku inget sekaligus,"

"Justru karena itu!! Aku ngga masalah kamu sibuk, tapi kalo kamu sibuk dan maksain mau jalan terus akhirnya kamu yang batalin kan repot, Jeno. Kalo kamu emang ngga bisa yaudah bilang aja ngga bisa aku bakal ngerti kok,"

"Kok kamu gitu sih? aku kan kayak gini karena aku berusaha ngeluangin waktu buat kamu!"

"Oke, makasih udah ngeluangin waktu buat aku. Tapi aku bakal lebih appreciate kalo kamu ngeluangin waktunya ngga setengah setengah kayak gini, kamu capek karena bolak balik, aku juga capek karena harus nungguin kamu berjam-jam."

"Yaudah jadi kamu maunya apa sih?"

"Lain kali kalo kita mau jalan pastiin dulu kamu ngga ada jadwal,"

"Iya" jawab Jeno cuek. Sikap Jeno yang terkesan acuh tak acuh membuat Yura semakin kesal.

"Kamu tuh jangan iya iya aja! Beneran dilakuin dong!"

Jeno memberhentikan mobilnya di depan rumah Yura lalu menghadapkan wajahnya ke Yura yang sedang duduk disampingnya. "Iya bakal aku lakuin. Puas?" ucapan Jeno yang kelewat sewot membuat Yura menggertakkan gigi, berusaha menahan emosi. Ia pada akhirnya tidak menimpali perkataan Jeno dan menutup pintu mobil dengan kasar, meninggalkan Jeno yang mengacak rambutnya frustasi.

Malamnya, Jeno merasa gelisah. Ia seharusnya ngga memperlakukan Yura kayak gitu. Biar bagaimanapun Yura berhak merasa kesal karena Jeno yang akhir-akhir ini suka lupa dengan jadwalnya sehingga sering membatalkan acara jalan-jalan mereka secara tiba-tiba. Jeno merasa perkataannya ke Yura tadi pasti sangat menjengkelkan bagi gadis itu, ia akhirnya memutuskan menelfon Yura untuk meminta maaf.

"Apa?" tanya Yura segera setelah telfon tersambung.

"Kamu... habis nangis?" tanya Jeno begitu menyadari suara Yura yang terdengar serak.

"Ngga!" ucap gadis itu parau, yang justru membuat Jeno semakin yakin bahwa ceweknya itu habis nangis. Yura selalu seperti itu, ia akan menangis ketika kesal atau ketika bertengkar dengan Jeno, seperti sekarang.

"Terus kok suaranya kayak habis nangis?" tanya Jeno dengan lembut.

Sempat ada jeda sebelum pada akhirnya Yura kembali bersuara, "Aku habis nonton drakor sedih,"

"Drakor apa?"

"..."

"Ra?"

"Percuma aku bilang, kamu juga ngga bakal tau drakornya," ucap Yura berusaha mengelak. Jeno yang mendengarnya berusaha menahan tawa karena gemas.

"Yura?" panggil Jeno lagi.

"Hm,"

"Maaf ya..."

"Hm,"

"Aku ngga maksud bentak kamu tadi,"

"Hm," 

"Aku ngeselin ya?"

"Banget,"

Jawaban Yura membuat Jeno tertawa, "Yaudah lain kali aku ngga ngeselin lagi, janji,"

"Iyaa" jawab Yura, suaranya kali ini sudah terdengar lebih cerah.

"Minggu kita jalan bareng lagi ya? Kali ini aku bener bener pastiin ngga ada jadwal," ucap Jeno. Yura mengangguk, walaupun tau bahwa Jeno tidak akan melihat anggukannya. Telfon mereka berlanjut dengan membahas hal-hal lain seperti jadwal Jeno, kuliah Yura dan sebagainya. Terkadang pertengkaran-pertengkaran yang seperti itu mudah terselesaikan dengan kata maaf, membuat Jeno yakin kalau mereka baik-baik saja, dan akan selalu baik-baik saja.

CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang