Haloo semoga suka sama part kedua ini. Jangan lupa pencet bintang sama komen ya. Happy Reading babe.
______________________________________
Zea melangkahkan kakinya keluar dari taksi yang baru saja ia tumpangi. Ia menatap gedung dua lantai yang saat ini berdiri kokoh di hadapannya. Dengan perlahan ia langkahkan kakinya memasuki gedung dua lantai itu. Sepersekian langkah memasuki gedung itu, ia menemukan seorang wanita paruh baya yang biasanya ia panggil Bu Rani.
Zea berjalan mendekat ke arah Bu Rani dan menyalimi tangan wanita itu, "Eh nak Zea, sendirian aja? tumben ngga sama kembarannya."
"Iya Bu, Haden sama Daru lagi ada latihan basket. Oh iya Bu, Bunda nggak lagi tidur kan?" tanya Zea diiringi senyuman tipis di bibirnya.
"Bunda mu lagi duduk di ruang tengah barusan," jawab Bu Rani membalas senyuman Zea seraya mengusap lembut puncak kepalanya.
"Yaudah kalo gitu Zea ke bunda dulu ya Bu, permisi," pamit Zea yang segera dibalas anggukan oleh Bu Rani.
Zea berjalan ke ruang tengah gedung berwarna abu-abu itu, ia menemukan seorang wanita paruh baya yang tengah duduk di sebuah sofa yang terletak di hadapan sebuah televisi besar. Zea bergegas mendekati wanita itu dan memeluknya erat, "Bunda, Zea kangen Bunda."
Wanita yang Zea panggil Bunda itu membalas pelukan hangat dari putri bungsunya itu dengan pelukan yang cukup erat. Ia mencium puncak kepala putrinya sembari tersenyum, "Bunda juga kangen sama kamu."
"Bunda apa kabar? Bunda sehat kan?" tanya Zea yang masih setia memeluk bundanya itu.
"Bunda sehat sayang, kamu, Daru sama Haden apa kabar?"
"Kita bertiga sehat kok Bun. Bunda udah makan? minum obat?"
"Udah semua sayang, gimana sekolahnya? Lancar?"
"Lancar kok Bun, malahan Zea mau nyalonin diri jadi ketua osis di sekolah."
Bunda menanggapi ocehan Zea dengan senyuman manis di bibirnya, "Ayah apa kabar ze? Kok ayah ngga pernah kesini?"
JLEB
Seketika tubuh Zea mematung, mulutnya terkunci rapat. Saat ini ia tengah kebingungan harus memberi jawaban apa atas pertanyaan bundanya.
"Zea kenapa diem? jawab bunda Ze."
Zea masih saja diam membisu, ia menggigit bibirnya pelan matanya tampak mulai berkaca-kaca.
"Zea." ulang bunda dengan nada bicara yang meninggi.
"ZEAA." teriak bunda di hadapan putrinya itu.
Sepersekian menit kemudian dua orang perawat dari rumah sakit jiwa itu datang untuk menenangkan bunda.
Karena sudah tidak bisa menahan tangisnya, Zea pun beranjak menjauh dari bundanya, "Bunda Zea pulang dulu ya, nanti Zea mampir lagi bareng Haden sama Daru."
Bunda sempat meneriakkan nama Zea berkali-kali, sedangkan Zea berusaha untuk segera keluar dari tempat itu dengan air mata yang entah sejak kapan sudah membanjiri pipinya.
Saat ini Zea sedang duduk di sebuah bangku taman yang terletak tidak jauh dari rumah sakit jiwa tempat bunda di rawat.
FLASHBACK ON
"BUNDA KITA PULANG," teriak Daru, Haden dan Zea bersamaan.
"Ini rumah bukan hutan, kenapa teriak-teriak," jawab Bunda yang berjalan dari arah dapur.
Ketiganya hanya membalas ucapan Bunda dengan tertawa karena melihat bunda yang nampak sudah kesal dengan teriakan mereka.
"Bun ayah kapan pulang?" tanya Haden sembari mendudukkan badannya di sofa ruang keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
R : Before Meet You
Teen FictionTernyata benar, titik tertinggi dalam mencintai adalah mengikhlaskannya bersama orang lain. Namun, semesta selalu punya kejutan bukan? Semesta selalu punya cara untuk membuat tersenyum sekalipun dalam tangis.