Jam di dashboard menunjukkan pukul 11 malam. Ori masih melihat ke arah adiknya yang masih tertidur. Sesekali bibirnya tertarik, adiknya begitu pulas. Begitu tenang saat tidur, tapi tidak saat matanya terbuka. Ia mengerti, bahwa hanya luka saat ini yang terasa.
Itulah perasaannya. Rasa yang juga sakit, karena adiknya teluka. Tapi apa daya nya? Apa harus membunuh Kay? Atau harus memisahkan Kay dan Vera dengan cara licik? Pikirannya yang juga kacau membuat Ori memutuskan keluar dari mobil. Dan pergi ke pinggir pantai, berharap bahwa ini juga akan menenangkan pikirannya.
Terasa dejavu? Dulu, dia pernah menasihati adiknya di pinggir pantai ini. Dan kali ini, dia bukannya menasihati. Tapi membuka sebuah cerita yang ia dan Renan buat dengan secara sepihak. Karena mereka pikir, inilah yang terbaik untuk Ara. Meski..
"Kak?"
Suara Ara membuat Ori menengok, dan menyembunyikan sekaleng minuman alkohol di punggungnya.
"Eh udah bangun?" tanya Ori, dan menepuk pasir di sebelahnya. Dengan maksud menyuruk adiknya duduk. Tapi Ara malah memilih untuk ke sebelah kirinya dan mengambil kaleng yang ia genggam.
"Jadi sekarang lo mabuk kak? Ternyata ada yang berubah ya selama gue ga di sini." Jelas Ara dan tersenyum.
Ori tidak bisa berkata apa-apa, pandangannya kembali ke depan.
"Jadi, lo mau cerita ke gue kak? Kenapa rumah kita terasa asing? Dan kemana pohon cemara gue yang dulu?" Tanya Ara. Dia memilih duduk di sebalah kakaknya, dan meminum yang tadi milik Ori.
"ARA! LO NGAPAIN MINUM ITU?"
Uhuk.. uhuk..
Ara tersedak dengan tingkah Ori yang tiba-tiba menarik kaleng yang sedang ia minum. Baru sedikit yang singgah di lehernya, rasa yang tidak terbiasa langsung menyengat ke dalam tenggorokannya.
"Gue mau kaya lo. Terus gue ga boleh? Dan lo boleh? Apa dunia seperti ini kak?" Tanya Ara, dan menatap Ori dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Apa yang lo buat sama tempat kenangan gue? Apa yang buat rumah kita terasa asing ka? Kenapa baru gue yang tahu?"
Ara mencoba menahan air mata yang hendak turun.
Tidak, dia tidak boleh menangis. Gumamnya dalam hati. Dia harus kuat, tidak boleh lemah.
"Gue bakal dengerin lo ka. Tapi tunggu sebentar sampai gue balik."
Ara pun langsung bangkit dan menghilang di kegelapan. Ori tidak mengerti kemana adiknya. ia hanya menimang-nimang dengan penjelasan yang akan ia ceritakan kepada adiknya. Dengan maksud untuk adiknya tidak lagi terluka saat kembali.
Selang 20 menit, Ara kembali dengan 2 kantong plastik di tangannya.
"Itu apa ra?" Tanya Ori.
"Jadi gue sekarang udah siap untuk dengerin lo." Ucap Ara, dan mengambil sebotol minuman berakohol. Biarkan dia malam ini mabuk, dan berharap bahwa besok akan lupa dengan malam ini.
"LO NGAPAIN BELI KAYA GINI?"
Ori hampir saja membuang minuman Ara, tapi Ara langsung menahan itu.
"Sekali saja ka, malam ini. Please.." Ucap Ara dengan tatapan memelas. Sungguh Ara berada di batas ambang kelelahan. Yang tidak ia mengerti apa penyebabnya.
Ori sesaat terdiam tidak bisa mengerti bagaimana menolak adiknya. Pada akhirnya tangannya pun melepaskan botol yang hampir ia buang. Memilih untuk membiarkan Ara untuk meminumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unless You
Romance[ON EDITING] Aku kembali. Kembali untuk memenuhi janjiku. Kembali untuk menemui lukaku. Kembali untuk melihat memoriku. Kembali untuk melihat dia. Dia yang membuatku rentan atas luka. Dia yang membuatku bertahan dengan luka. Dia yang mencipt...