PROLOG: Kemunculan si Orang-orangan Salju

96 3 0
                                    

Dunia menjadi putih. Musim dingin tiba di Calamity Falls dan, datang bersamanya, selimut salju lembut yang membekukan atap, pohon, serta jalanan yang berkelok-kelok. Untungnya, itu salju sungguhan, bukannya badai gula bubuk ajaib.

Peristiwa-peristiwa aneh semacam itu sudah terlalu lazim dalam kehidupan Rosemary Bliss.

Namun, tidak pagi ini.

Tepat pukul lima dini hari, alarm Rose berbunyi di samping tempat tidurnya. Biasanya, insting pertama gadis itu adalah menekan tombol tunda—terutama pada hari Sabtu. Namun, tidak hari ini. Lagi pula, sekarang adalah Liburan Musim Dingin, waktu favorit Master Pembuat Kue berusia 13 tahun itu. Rose senang bisa menukar pensilnya dengan spatula kayu, laptop dengan panci dan wajan, dan buku sekolah dengan Cookery Booke milik keluarganya. Liburan Musim Dingin berarti waktunya perayaan, dan bagi Rose serta keluarga Bliss, perayaan itu berarti Natal. (Perayaan juga berarti sweter Natal jelek ..., tetapi Rose mencoba fokus pada hal-hal positif.) Belum apa-apa, aroma pala dan kayu manis yang hangat sudah menguar dari lantai bawah, yang bagian depannya telah diubah menjadi toko roti bertahun-tahun sebelum Rose dilahirkan.

Rose menyalakan lampu kamar dan bergegas berpakaian, pikirannya sudah dipenuhi ide-ide untuk resep baru. Saat berderap menuju lantai bawah, dia memikirkan modifikasi sihir yang bisa dilakukan pada kudapan klasik musiman: Kue Jahe Kaki Lincah, yang akan membuat siapa pun menjadi pedansa bintang di jamuan hari raya .... Atau Yule Log dengan api tak berbahaya yang terus menyala, bahkan saat kue dipotong dan dimakan .... Atau ....

Dia masih tenggelam dalam lamunan saat berbelok di kaki tangga, meninggalkan area tempat tinggal dan memasuki tempat favoritnya sedunia—toko roti keluarga Bliss. Di luar, boleh saja Calamity Falls disergap hawa dingin membekukan, tetapi di dalam sini, udaranya nyaman dan hangat oleh aroma kue kering, cupcake, roti manis, serta pai apel yang baru keluar dari oven.

Ruang depan toko roti cerah dengan dekorasi meriah dan aneka penganan warna-warni—ibu Rose, Purdy, merupakan ratunya dekorasi musiman. Hiasan-hiasan redwood menjuntai dari langit-langit, karangan bunga rumit tergantung pada jendela etalase besar dan pintu kaca. Yang paling mengesankan, kastel dari kue jahe raksasa dengan jendela berlapis gula warna-warni berdiri secara mencolok di balik meja kasir toko roti. Itu karya kolaborasi Purdy dan Lily, yang toko kuenya, Confections by Lily, berada tepat di ujung jalan.

Bagian favorit Rose dari tradisi keluarga memenuhi bagian depan toko: sebatang pohon Natal yang sangat besar. Lampu-lampu pelangi berkelip sampai ke bintang perak di puncaknya, tetapi alih-alih ornamen Natal, dahan-dahannya dihiasi kartu-kartu ucapan selamat hari raya yang mereka terima dari teman serta keluarga.

Rose tersenyum seraya menyesuaikan letak sejumlah kartu. Ada pesan gemerlap dari Kathy Keegan, tokoh terkemuka dari perusahaan kue. Sehelai kartu berbentuk awan berasal dari Marge, mantan pemilik Mostess Corporation yang sekarang menjadi Pegiat Balon Udara internasional. Kartu pos beraroma hazelnut dari San Caruso ditandatangani oleh Griselda Farina D'Ambrosio Caruso-Smith—lebih dikenal sebagai Sunny. Dan, tepat sejajar mata, ada sehelai foto dari teman-teman terbaru Rose dari Kanada: Cosmo, tersenyum sambil memanggang kue kering bersama dua bayi penuh cipratan tepung serta adonan—Emma Tilley dan ibunya, Edith, yang dengan bantuan Rose telah mendapat awal hidup baru.

Setelah perjalanan ke Kanada, Rose kini adalah Master Pembuat Kue Keluarga Bliss yang 100% Tersertifikasi. Asosiasi Internasional Penggilas Adonan tidak mengganggu keluarganya selama berbulan-bulan, dan bahkan sekolah pun hampir terasa menyenangkan—sebagian besar berkat PR (Pacar Resmi), Devin Stetson, di sisinya. Rose memutuskan bahwa kehidupan berjalan dengan sangat baik.

Seraya bersenandung sendiri, Rose mendorong pintu ayun yang menghubungkan ruang depan toko roti ke dapur. Purdy sedang mondar-mandir di antara konter kayu besar dan oven, gaun motif paisley-nya terlindung di balik apron berlumur cipratan adonan. Mangkuk-mangkuk pencampur menutupi setiap permukaan yang ada, dan Cookery Booke kuno milik keluarga terpentang di atas konter.

"Akhirnya kau muncul juga, Rosie!" Purdy berkata sambal mengikat rambut hitam ikalnya. "Banyak yang harus kita kerjakan, terutama karena Chip sudah resmi liburan."

Chip adalah asisten Purdy, pria botak bertubuh besar mantan anggota militer yang berhati lembut dan berkepala keras. Dia sedang pergi ke barat untuk melewatkan hari libur bersama keluarganya. Purdy menimbunnya dengan berstoples-stoples kue kering dan bersikeras agar Chip liburan seraya bersumpah tidak ada yang bisa sang asisten kerjakan lagi di toko roti.

Itu memang dusta putih yang paling manis. Namun, itu juga berarti mereka kekurangan tenaga.

Rose meraih apron cadangan dari kaitannya di dinding. "Sedang membuat apa?"

Purdy mengitarkan pandang ke sekeliling dapur. "Sebagai awalan, Mrs. Bacharach memesan 24 rugelach rasberi, dan Mary Johnston membutuhkan 7 pai min-cokelat." Pengatur waktu berbunyi, dan Purdy memutar tubuh menghadap oven. "Seharusnya itu batch pertama rugelach. Atau biskuit gula Swanson, ya?"

Ibu Rose tampak lebih letih daripada biasanya.

"Mom, sudah berapa lama kau terjaga, persisnya?"

Sambil menggeser nampan adonan kue kering dari oven, Purdy mengedikkan bahu dan berkata, "Tahu, tidak, aku benar-benar tidak ingat pernah tidur." Purdy melontarkan sepotong rugelach yang baru dipanggang ke mulut, dan megap-megap dalam usaha mendinginkannya. "PANAS." Dia menelan. "Sejujurnya, meski tempat tidur sangat menggiurkan, tidak ada yang lebih kuinginkan daripada berada di sini, sebelum fajar menyingsing, bekerja bersama putriku, sang Master Pembuat Kue."

"Aw, Mom." Rose memeluk pinggang empuk sang ibu.

Sungguh, segala sesuatu dalam kehidupan Rose benar-benar sempurna.

Kemudian—

BRAK!

Rose dan Purdy terlonjak kaget. Siapa yang muncul di pintu depan sepagi ini?

BRAK! BRAK! BRAK!

Rose melirik ibunya cemas. "Mungkin seseorang yang benar-benar tidak sabar ingin menikmati croissant untuk sarapan?"

Kening Purdy berkerut-kerut. "Ayo kita keluar sebelum orang ini membangunkan seisi rumah." Dia berbalik, mencari tempat untuk meletakkan loyang rugelach.

Rose berjalan mendahului ibunya. "Kau sedang sibuk. Kalau aku bisa menghadapi diktator dari negeri asing dan penyihir tanaman pembalik waktu, tentu aku bisa menangani seorang pelanggan rewel."

Rose mendorong pintu ayun dan masuk ke area toko.

Sosok bundar besar yang tertutup bayang-bayang menjulang di sisi lain pintu depan, dahinya menempel di kaca.

Gedorannya telah berhenti, dan sosok itu diam. Saat matanya sudah menyesuaikan diri dengan kegelapan di luar, Rose mengenali sosok itu. Atau, setidaknya, mengetahui sosok apa itu.

Orang-orangan salju.

Namun, orang-orangan salju ini tidak mirip apa pun yang pernah dilihat Rose sebelumnya. Tingginya dua meter lebih, terdiri atas tiga bola salju besar yang ditumpuk. Sehelai syal bergaris-garis merah-kuning meliliti lehernya, dan licorice jelly beans berjajar di bagian depan tubuhnya seperti kancing. Sebatang hidung wortel melengkung keluar dari bola salju paling atas bagaikan belalai gajah, dan dua mata biru Kristal (permen keras, mungkin?) menatap langsung ke arah Rose. Sebuah topi hitam terpasang agak miring di kepalanya, tetesan es beku menjuntai dari pinggirannya. Ranting-ranting kurus menjulur keluar dari samping tubuhnya, menekan pintu kaca toko roti.

Rose tertawa. Dia tahu persis siapa yang membuat orang-orangan salju ini—adiknya, Sage, anak paling iseng sedunia. Meskipun untuk apa Sage melakukannya sepagi ini, Rose tidak mengerti.

Rose baru hendak berteriak agar si pelawak berambut merah menunjukkan diri ketika pendar merah muda redup berdenyut dari dalam bagian tengah si orang-orangan salju.

Dada sosok itu naik turun, dan bagian bawah kepala putihnya merekah membentuk mulut. Sepasang mata biru permen membalas tatapan Rose, dan si orang-orangan salju menggedor kaca lagi dengan dua lengan rantingnya. Rose bergidik.

Orang-orangan salju yang ini ... hidup.

Seruan pedih terlontar dari mulut makhluk itu. "Musim dingin tiba!" lolong si orang-orangan salju. "Waspadalah!"[]


Kathryn Littlewood - The Bliss Bakery #7: Holiday MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang