Ini adalah bagian saya untuk bercerita.
Kalian tau siapa saya?
Ya benar, saya Andrianus triaji. Laki-laki yang amat sangat mencintai Azera Zevana.
Hari itu, 6 Juli 2004 adalah awal dari kehancuran dan takdir baru untuk saya
.
.
.
.
.
.
.(6/7/2004)
Disinilah saya, duduk berdampingan dengan perempuan yang paling saya cintai. Zera begitu kecil dan berkilau, silaunya seakan membutakan segala yang ada pada diri saya.
Berceloteh ria menanggapi saya yang bercerita, dengan ekpresi aneh khas dirinya yang begitu menggemaskan.
Poninya lepek, tetapi tetap terlihat begitu manis.Saya sesekali terkekeh, menahan gemas akan zera yang tak lelah berceloteh. Sampai sesaat, wajahnya mulai memerah, dengan telapak tangan yang membekap mulut kecilnya serentak— membuat saya panik dan segera mengambil plastik hitam pada tas.
Mendekat ke arahnya, dengan dia yang menyambut langsung memuntahkan isi perutnya. Saya memijat tengkuknya pelan, memegangi rambutnya yang menutupi wajah.
Setelah puas, wajah pias pucat yang pertama kali dia tunjukan. Keringatnya mengucur cukup deras, astaga jantung saya berdegup semakin kencang.
Fikiran saya kalut kemana-mana, bagaimana jika posisi saat ini di kemudian hari akan berujung kabar baik yang sangat membahagiakan. Dengan dua garis merah yang tertera pada batangan tipis alat medis yang menyatakan positif, meyakini keberadaan insan baru pada diri Zera.
Sial, gila saja kau Andri.
Sejujurnya saya sedikit kesal sebab dia tidak mengindahkan peringatan saya untuk naik ojol saja. Sudah tau mabuk mobil, tetapi tetap ngeyel.
Alhasil inilah jadinya, muntah dan pucat. Saya tidak suka melihat Zera yang lemas dan tidak bertenaga seperti sekarang.Menutup kedua matanya dengan peluh yang masih bercucuran, sesekali saya membantunya untuk menyeka dan merapihkan anak rambutnya. Cantik sekali, saya rasa akan gila jika seperti ini. Gumaman pujian terlontar begitu saja, bahkan saya pun mengecup tangan kecil ajib itu.
Saya menatapnya lama sekali, sampai pada waktunya saya untuk turun karena sampai pada tujuan saya. Dia melambaikan tangan dengan senyum kepada saya, saya memberinya pesan untuk hati-hati dan dia menanggapi dengan kedua jempol yang di acungkan.
Saya menunggu angkot itu menjauh, menghilang dari penglihatan saya dan saya melanjutkannya dengan berjalan kaki menuju rumah.
Begitu sampai, saya membasuh diri dan mengganti pakaian. ponsel saya terus terusan berdering, saya angkat satu panggilan dimana nama Zera yang tertera di sana.
"Ya Zera? Kamu sudah sampai?"
"Mohon maaf sebelumnya, dengan keluarga Azera Zevana?"
Suara asing menyapa pendengaran saya, laki-laki berumur. Demi tuhan hati saya tak tenang.
"Saya temannya, dengan siapa saya berbicara? Di mana pemilik ponsel yang anda pegang?" Saya bertanya begitu pelan dan berusaha tenang.
"Begini saudara, pemilik ponsel ini mengalami kecelakaan. Angkutan umum yang korban tumpangi di tabrak truk besar dari simpangan xxxxxxx, mohon untuk datang dan membantu pihak rumah sakit agar bisa menangani korban dengan baik" sambungan itu, sontak membuat saya jatuh terduduk seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andrianus Triaji ✔
RandomSaat itu dengan bangga aku menyatakan perasaan ini murni cinta