Cuaca cerah di musim semi, bunga-bunga liar mulai bermekaran di sekitar taman makam. Dinginnya angin berhembus pelan menerpa wajah lelaki tampan yang tengah berdiri di depan sebuah batu nisan bersama kedua anak kecil di sisi kanan dan kirinya yang sedari tadi juga ikut terpaku diam.
Laki-laki dewasa tersebut sedikit membungkukkan badannya sembari memegangi bahu kedua anaknya, "Ayo sapa mama kalian, letakkan buket bunganya disana ya!" Titahnya dengan lemah lembut, tak lupa dengan senyum menawannya.
Kedua anak kecil itu kompak mengangguk lalu berjalan ke arah pusara, kemudian berjongkok dan meletakkan buket bunga mawar disana. Kedua bocah belia itu juga berinisiatif menyingkirkan rumput-rumput liar yang tumbuh di atas makam ibunya.
Lelaki dewasa yang berdiri tak jauh dari kedua bocah itu pun takjub dan bangga melihat perkembangan pola pikir anak-anaknya. Di usianya yang relatif masih muda, anak-anak itu sudah memiliki sifat kepekaannya yang tinggi.
"Istriku, lihatlah kedua jagoan kita... semakin hari semakin tumbuh besar. Anak-anak kita sangat pandai, mereka sudah bisa menghitung dan menggambar, aku rasa mereka lebih mirip kau daripada aku.Tetapi terkadang mereka juga sering bertengkar hanya karena aku membelikan satu macam mainan saja, aku tahu aku salah seharusnya aku bisa bersikap lebih adil. Baiklah... Lain kali aku akan membelikan mereka dua mainan yang sama, maafkan aku hehe...",
Lelaki itu tampak bermonolog dalam hatinya.
"Oh ya terkadang anak-anak juga kompak bertindak sesuatu-- seperti menangis di tengah malam misalnya, aku pikir mereka sedang bertengkar seperti biasanya tapi saat aku bertanya... katanya mereka merindukanmu. Aku pun juga sama, aku selalu merindukanmu, Auzora. Aku harap kau bisa melihatnya dari atas sana...", Seulas senyuman getir menghiasi wajah pria tampan itu.
"Pah, Mahen sudah selesai membersihkan rumput liarnya", ujar si sulung tak sengaja menginterupsi ayahnya yang tengah melamun.
"Hazel juga sudah selesai pah", imbuh si bungsu penuh antusias.
Awan menyejajarkan tubuhnya agar terlihat sepadan dengan tinggi kedua anak lelakinya tersebut, "Pintarnya para jagoan Papa. Baiklah sekarang waktunya berdoa ya nak... Supaya mama selalu damai di sana", ujarnya sembari mengelus surai kehitaman kedua anak kecil itu secara bergantian.
Usai memanjatkan doa dan menebar bunga-bunga segar di atas pusara tersebut, Awan dan kedua anaknya memutuskan untuk segera pulang namun sebelum beranjak pergi, mereka berjanji akan berkunjung lagi setiap tanggal 25.
"Janji ya temui aku lagi tanggal 25!"
Lagi-lagi angin berhembus pelan melewati ketiga insan itu, seakan-akan angin itu tengah berbisik kepada mereka. Awan pun menolehkan wajahnya ke arah pusara itu, kedua matanya berbinar dan kedua sudut bibirnya pun terangkat keatas. Tampak Shilouette indah tengah berdiri disana...
"Iya, aku janji." Ujarnya dalam hati.
Apa yang baru saja ia lihat sekilas itu biarlah menjadi kenangan yang tak terlupakan di hatinya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Hai aku datang membawa cerita haluanku karena lagi kangen banget sama moment SN-NCT127!
Gimana sama prolognya? Bikin penasaran nggak?
Sebenarnya work ini udah aku pikirin jauh hari sebelum SN comeback "Doomchita" tapi baru aku publish hari ini, awalnya mau dibuat dalam bentuk AU di twitter tapi belum jadi karna masih takut ehehe.
Mohon dukungannya berupa komentar atau vote ya~!
Makasih! ^^
YOU ARE READING
FORGET ME NOT
FanfictionSetia itu sederhana Setia itu pantang menyerah Setia itu sabar dan ikhlas Juga, Setia itu adalah seorang gadis yang tangguh dengan segala keterbatasan yang ia miliki. Sosoknya yang tegar mampu membuat sekitarnya begitu takjub dengan gadis berparas...