Prolog

14 1 0
                                    

Rambut hitam legam dengan surai biru seperti langit malam di sisi rambutku yang lain, yang tertata rapi. Ditambah mata biru malam yang seakan tidak pernah lepas dari pandangan.

Kala itu, aku memegang hpku sambil berbaring. Tanpa menyadari suara seseorang yang kukenal dari tangga.

"HP mulu! Lama-lama sekalian aja dimakan HP nya! " Ucap ibuku dengan merdunya sampai-sampai kucing liar lari menjauh setiap mendengar suaranya.

"Sana makan! udah siapin nih" Ucapnya yang diakhiri dengusan kesal. Ia pun turun tangga ke ruang tamu.

Di belakangnya, ada adikku yang sedari tadi menonton pertunjukan barusan

Aku reflex melemparkan buku di sebelahku tepat ke wajahnya.

Sayang sekali, buku tersebut berhasil ditangkap olehnya.

"Haha.. Sorry broo, habisnya kamu juga sih terlalu fokus sama HP mu. Jadinya dimarahin deh.. " Balas Radith dengan watadosnya.

"Sekarepmu lah, dek" Mau gimana lagi, toh yang salah juga aku, pikirku.

"Memang kau baca apa sih? Sampai ga dengerin si mami. Jangan bilang.. Por-" Untung aja, selotipnya selalu ditaruh di belakang pintu, pikirku.

Tanpa pikir panjang, aku meluapkan apa yang kupikirkan "Aku pengen deh bisa masuk ke dunia naruto kek fanfic gitu loh, dek! " Keluhku.

"Maksud u kayak fanfiction reborn in Naruto gitu? Ketemu ama husbu dan tokoh utama? Kurang kerjaan amat sih" Radith mendengus sebal. Seakan sudah terlalu sering mendengar curahan hatiku.

"Ndas mu, masa iya gua mau yang kayak begituan! " Ucapku tak mau kalahnya.

"Trus tujuan u apa? "

"Gua pengen hancurin Halo tokoh utama😇"

" ... " Oh, gitu.

Ekspresinya tidak puas, seolah menganggap ideku konyol dan liar.

Responnya itu kutanggapi dengan jawaban singkat. Rasanya normal saja jika orang-orang bereaksi seperti itu.

"Ketika kamu melihat kehidupan tokoh utama yang penuh derita, pasti orang-orang akan menuai respon berupa simpati untuk protagonis" Balasku.

"Tapi? " Radith menoleh dengan rasa ingin tahu.

"Tapi, sebagai fans anime, aku kurang puas. " Ucapku sembari membuka anime Migi to Dali di hpku.

"Ga salah sih, setiap orang punya tipe idealnya masing-masing" Tumben, anak ini kalem. Biasa juga nyebelin.

"Walau begitu, aku hanya merasa harus mengeluh pada protagonis Naruto"

Dan lagi-lagi dia mempertanyakan keaslian dari tanggapanku "Hanya itu? Bagaimana dengan protagonis lainnya, seperti Gon di HxH dan Sung Jin Woo di Solo leveling? "

"Begitu kah caramu mengujiku? Kalau begitu, anggaplah mereka lolos seleksi"

Dia berhenti bertanya perihal barusan, sepertinya dia mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain dengan membandingkan protagonis-protagonis lain dengan Naruto.

Aku menyeringai melihatnya. Lalu, lanjut menonton episode terakhir Migi to Dali. Aku tak pernah ingin kelewatan adegan-adegan istimewa dari si kembar.

~•~

Aha, aku menang lagi. Dalam game ini, Radith biasanya menang. Tapi, konsentrasinya mudah buyar ketika fokus pada hal lain.

"Hayo, berarti besok kau beliin basreng buatku ya" Seruku dengan girang.

"Curang ih, kau kasih aku pastel melulu. Jadinya gagal fokus deh hiks.. " Mulai deh, air mata imaginernya.

Awalnya aku cuma berniat untuk memberikan kemenangan yang mudah untuknya. Tapi, bukankah itu membosankan?

Catur memang permainan yang unik. Berdasarkan jakartanotebook.com, catur diperkenalkan ke Indonesia melalui orang-orang Belanda. Tujuannya adalah untuk melatih kemampuan strategi.

Totalnya adalah 64 kotak, yang tersusun dari 8x8 kotak. Ada dua benteng, dua kuda, dua bishop, satu mentri dan satu raja di dalamnya. Selebihnya adalah pion-pion biasa.

Radith masih menggunakan strategi yang sama yang ia lakukan minggu lalu. Bedanya, karena hari ini aku menyuapinya dengan pastel favoritnya, ia jadi terlena dan salah menaruh pion, yang berakhir dengan mentriku yang memakan rajanya.

Sudah setengah jam kami memainkannya, jarum jam dinding sudah berhenti semenjak 10 menit yang lalu.

Jam di Hp dan jam tangan juga tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Jika baterai jam dindingnya mati, seharusnya tak ada masalah dengan jam lainnya.

Radith juga mulai merasa takut semenjak kami tidak mendengar suara jarum jamnya. Ditambah alarmku di jam 17.30 tidak kunjung menyala.

"Ma!" Teriakku dari lantai bawah.

Mungkin karena firasat seorang ibu, jadi kali ini dia turun dengan tergesa-gesa. "Ya?? Knp sayang? Kalian ngga papa kan? " Ucapnya sedikit risau.

Aku dan Radith bergegas memeluknya. Kami takut sekali kehilangannya. "Jamnya.. Tidak ada jam yang bergerak satu pun. Aku sudah memeriksanya. Jam HP, jam dinding, jam tangan, bahkan alarm tidak menyala"

"Sebentar, mungkin saja jamnya lagi rusak. Sabar ya.. " Walau begitu, mama.. Kenapa kata-katanya agak meragukan ya?

Benar saja, pintunya tiba-tiba terbuka sendirinya. Suara asing muncul dari balik pintu.

"dīmensiōnis"






Note:

:D

Should I Write My Story? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang