15. Ternyata

1.9K 218 0
                                    

Happy Reading
Jangan lupa vote dan komen.








Juna meraup wajahnya frustasi, bahkan rambutnya sudah berantakan karena ia acak-acak sedari tadi. Juna benar-benar tidak menyangka dengan fakta yang baru saja ia ketahui.

Juna menatap layar laptop-nya yang menampilkan foto seseorang yang tersenyum tipis ke arah kamera. Seorang wanita yang tampak cantik di masa mudanya. Lalu Juna beralih pada selembar foto yang sudah tampak kusut. Foto seorang remaja yang Juna kenal betul.

"Gue capek..."

"Anakku hanya mereka, tidak ada yang lain."

"Gue capek banget. Nggak pa-pa, kan, kalau gue nyerah?"

"Anak itu hanyalah sebuah kesalahan yang harusnya tidak pernah ada dan aku tidak akan pernah mengakui keberadaannya."

"Gue anak pembawa sial. Gue cuma anak haram yang nggak pernah diharapkan. Ayah gue sendiri bahkan menelantarakan gue sama Ibu..."

"Pembawa sial..."

"Anak haram..."

Suara-suara itu terngiang di kepalanya. Suara sang ayah dan suara Juan yang terdengar lirih. Juna merasa semesta memang tidak pernah adil, tidak adil kepada seseorang yang bahkan terus berjuang tanpa menyerah, tapi tetap saja hanya luka yang ia dapatkan.

Juna masih ingat betul bagaimana hancurnya Juan sore itu. Adik kelasnya itu bahkan jatuh sakit.

"Hanya kesalahan, ya?" gumamnya mengingat ucapan sang ayah.

Juan memang hanyalah kesalahan, kesalahan sang ayah yang tidak bisa dimaafkan.

Ya, Juna sudah tahu jika Juan adalah anak hasil ketidaksengajaan sang ayah bersama wanita lain. Bukan hal sulit untuk tahu karena ia punya uang. Sejak ia tahu sang ayah memilik anak selain ia dan sang kakak, ia langsung mencari tahu siapa anak itu.

Dan hari ini ia berhasil mendapatkan informasi wanita yang pernah berhubungan dengan sang ayah. Tanpa diduga ternyata wanita itu adalah ibu Juan. Ia memang pernah bertemu dengan Aruna saat wanita itu datang ke sekolah sebagai wali Juan.

Kemudian tanpa diduga, cowok itu tertawa terbahak-bahak seraya melihat foto Juan. "Tapi, dia tetap anak Ayah!" teriaknya murka.

Wajahnya berubah marah, dirematnya foto itu. "Kesalahan tetap kesalahan... Dan ini kesalahan Ayah!" ujarnya.

"Juan.. dia adek gue. Dia anak Ayah. Ya, dia adek gue dan gue pastiin dia bakalan dapat apa yang dia inginkan," lanjutnya berucap penuh tekad.

Juna menerima Juan sebagai adiknya. Ia tidak seperti Jay yang tidak menerima sang adik, bahkan membencinya. Menurut Juna, Juan tidak pantas mendapat kata benci, sebab apa yang terjadi bukanlah kesalahan Juan. Juan hanyalah anak yang tidak tahu apa-apa.

Apalagi ternyata kehidupan Juan jauh dari kata bahagia. Adik se-ayahnya itu hidup menderita. Tidak diharapkan oleh siapapun.

"Ayah harus tanggung jawab!"

Juna keluar dari kamarnya, hendak menemui sang ayah yang sepertinya berada di ruang kerjanya.

Diketuknya pintu itu beberapa kali sampai suara dari dalam menginstruksi untuk masuk.

"Ada apa, Jun?" tanya Rajendra yang masih sibuk dengan berkas-berkasnya meski hari sudah malam. Pria itu bahkan masih mengenakan pakaian formalnya.

Juan tatap ayahnya dengan tatapan marah. Bagaimana bisa ayahnya itu masih sibuk dengan pekerjaannya sedang ia sudah tahu jika anaknya hidup menderita di luar sana.

Juan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang