Pertemuan

145 5 4
                                    

Seorang gadis terlihat kebingungan sejak keluar dari penerbangan bandara Hang Nadim kota Batam.
Dia baru saja sampai dikota Batam.
Ya pulau baru yang dia tapaki pertama kali semenjak lulus sekolah. Dia terpaksa menunggu jemputan diparkiran.
Mas Ridwan kakaknya akan menjemputnya, tapi malah sedari tadi tidak tampak kakaknya itu, harusnya kakak sepupunya itu sudah menunggu.
Sudah di telepon, sms dan wa  tapi belum ada jawaban.
Dia terpaksa menunggu.

Dibawah pohon diparkiran duduk bersila. Pikirannya kembali ke beberapa minggu yang lalu, ya sebelum datang ke pulau ini dia sudah bekerja disebuah toko sembari menunggu kabar dari Mas Ridwan sepupunya. Sebenarnya dari sekolahpun ada rekrutan-rekrutan  anak lulusan baru tapi hanya ada di beberapa kota saja kalau dia mengikuti dia harus keluar kota untuk mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku.
Dia tidak melakukannya karena terkendala biaya untuk biaya keluar kota dan mengikuti segala macam tes agar bisa berangkat bareng-bareng. Kebetulan Mas Ridwan kakak sepupunya itu sudah mapan disana dan menawarkannya untuk merantau saja dikota Batam.

Nanti untuk biaya hidup ditanggung kakaknya sementara sebelum dia mendapatkan pekerjaan.
Dia juga harus meninggalkan Mas Dedi pacarnya yang baru dua bulan mereka jadian. Yang membuatnya sedih sekali karena meninggalkan ibunya bersama adik lelakinya yang masih kelas dua dibangku SMP. Tapi karena keadaan ini dia lakukan agar bisa merubah nasib untuk membantu kebutuhan ibunya yang seorang janda.
Bahkan untuk biaya berangkat ke Batam pun dibiayai Mas Ridwan , anak dari pamamnya.
Dia sebenarnya belum pernah keluar sendirian, ya lebih tepatnya dia tidak tahu dunia luar bahkan ke bandara Surabaya saja dia diantar Pamannya, ayah dari Mas Ridwan.
Ya karena belum tahu tempatnya  dan sekarang sampailah setibanya dia dikota Batam.
Kota yang sangat ramai dan kata orang kota sejuta kenangan.
Begitulah dia mendengar tentang Pulau Batam ini.

"Marr,,  Udah lama nunggu? Kok nggak didalam diluar panas lo" Seseorang mengagetkanku. Ya Mas Ridwan datang.

"Eeh Mas, lumayan, pengen nunggu diluar aja hehe". Jawab gadis itu sembari berdiri menyalami kakaknya.

"Aku masih sibuk tadi Mar, buka ponsel saja nggak sempat, baru diingetin mbak Sumi jadi langsung lari kesini" jelas Mas Ridwan.

"Nggak apa-apa kok Mas" ucap ku.

"Untung kamu nggak ilang, cuman duduk-duduk disini jadi aku bisa lihat kamu, yowis ayo mbak mu sudah menunggu tadi masak buat kamu" sambungnya.

Mereka pun bergegas pulang menuju rumah Ridwan.
Sesampainya dirumah mereka aku disambut sama istri Mas Ridwan mbak Sumi.
Mereka ternyata belum punya anak sudah tujuh tahun menikah.
Mas Ridwan bisa dikatakan berada karena di perantauan dikota ini sudah mempunyai kios beberapa bahan bangunan.
Biarpun setiap tahun tidak bisa mudik ke kampung halaman tapi setiap tiga sampai empat tahun sekali mereka berkunjung ke kampung yang terakhir aku pas masih sekolah kelas satu SMK.
Mas Ridwan pulang bersama isterinya menjenguk paman.
Ya pamanku kakaknya ibuku dan Mas Ridwan ini anak dari paman jadi masih saudara sama aku.

Mas Ridwan merantau sejak masih bujang dan menikah dengan mbak Sumi. Mbak Sumi asli Tanjung Pinang.
Aku menyalami mbak Sumi dan dia memelukku, ya karena kami akrab biarpun dari ponsel.
Pas pertama dia dikampung aku belum terlalu akrab.
Karena baru kenal.
Dan selanjutnya kami kontekan lewat ponsel.
Ya seperti kemarin aku ditanya sudah kerja apa belum dan aku jawab sudah kerja di toko.
Dan Mas Ridwan malah bercerita tentang kota Batam.
Awalnya aku mau ikut saat masih sekolah aku pernah menyinggung kalau aku lulus sekolah ajak aku kerja di Batam tapi dia menolak.

Nggak usah jauh-jauh merantau katanya dikota ini bebas dan cerita-cerita yang menakutkan tentang kota Batam.
Entah sekarang dia berubah pikiran mengizinkanku untuk ikut merantau sementara untuk tempat tinggal dia menampungku. Dan disinilah aku sudah di Batam. Siap untuk mengadu nasib.

Asmara TerlarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang