Bab 13 : Canggung

101 22 88
                                    

Latihan persiapan lomba sains sudah berjalan. Di luar jam belajar tepatnya di laboratorium sains, para peserta sudah duduk di kelompok masing-masing. Seperti hari sebelumnya, Alleta duduk bersebelahan dengan Gama. Sementara Juwita, gadis itu duduk dan berdiskusi bersama kelompok lomba fisika. Sesekali Juwita melihat ke arah kelompok matematika, hanya memastikan interaksi antara Gama dan Alleta.

Jika ada beberapa kesempatan, Gama melambaikan tangannya pada Juwita dan dibalas lambaian tangan oleh Juwita. Kedekatan mereka yang mengarah pada relationship sudah menjadi rahasia umum di sekolah. Gerak-gerik mereka hanya ditanggapi Alleta dengan sesekali tersenyum simpul.

Alleta dan Gama sama-sama sibuk membahas soal yang dianggap paling susah. Interaksi keduanya tidak banyak, hanya berkaitan dengan soal matematika dan beberapa dialog basa-basi. Duduk berdekatan seperti ini sukses membuat perasaan Alleta jungkir balik. Apa lagi saat Gama bersuara memamerkan suara basnya, dada Alleta berdebar kian kencang.

Sesekali gadis itu mencuri-curi pandang saat Gama terlengah. Alleta lagi-lagi tersenyum simpul saat melihat alis tebal Gama yang sangat dia suka. Alis Gama memang tebal dan hitam, memang alis itu yang sebenarnya membuat hati Alleta terpental.

"Nomor dua puluh enam, gimana?" tanya Gama tiba-tiba.

Alleta terkejut dan tersadar dari lamunannya. "Oh, dua puluh enam? Ini, Kak," ucap Alleta gugup. Gadis itu menggeser kertas hasil coret-coret rumus untuk diperlihatkan pada Gama.

Gama mengambil kertas itu dan membacanya. Alis tebal Gama terangkat, lagi-lagi cowok itu kagum dengan Alleta. Kepintaran Gama hanya beberapa persen dibandingkan Alleta yang dianggap Gama sangat jenius. Sedikit mengerutkan dahi, akhirnya cowok itu tersenyum dan menoleh pada Alleta yang menatapnya secara intens.

"Kenapa?" tanya Gama pelan.

"Enggak apa-apa, Kak," jawab Alleta yang tertangkap basah memandangi Gama.

Beberapa saat kemudian, karena terlalu serius mengerjakan latihan, tanpa sengaja mereka mengambil pensil yang sama hingga tangan mereka saling bersentuhan. Refleks mereka saling menoleh dan saling tatap tak berkedip. 

"Eh, maaf," ucap Gama seraya memindahkan tangan.

Alleta hanya menjawab dengan senyuman simpul.

"Kenapa jadi canggung gini, ya," ucap Gama pelan.

"Maaf, Kak," sambung Alleta.

"Enggak apa-apa, gimana nomor dua puluh tujuh?" tanya Gama bersemangat.

"Jawabannya D," jawab Alleta.

"Nah, ternyata jawabanku benar, D," lanjut Gama bersemangat.

Karena semangat dan senang jawaban yang dia cari benar, Gama memukul meja pelan. "Yes!" ucapnya seraya mengepal tangan.

Seiring pukulan pelan telapak tangan Gama ke atas meja, pensil yang semula berada di atas meja mendadak menggelinding dan jatuh.

"Pensilnya jatuh," ucap Alleta.

"Awas," sambung Gama mencoba menangkap pensil yang jatuh.

Ternyata Alleta juga mencoba menangkap pensil yang jatuh. Mereka terlambat, pensil itu sudah jatuh ke lantai. Mereka menjulurkan tangan berusaha cepat-cepat mengambil pensil. Lagi-lagi tangan mereka saling bersentuhan, Alleta merasa gugup segera mencoba mengangkat tangannya. Namun, karena pergerakan Alleta terlalu cepat kepala Alleta terpentok di dagu Gama yang tadi juga berusaha mengambil pensil.

"Aduh! Aduh! Maaf, Kak!" ucap Alleta seraya memegangi kepalanya.

"Enggak apa-apa," jawab Gama memegangi dagunya yang membentur kepala Alleta.

Fake Girl (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang