Rumah lama Hatake

368 51 8
                                    

Dedaunan coklat berguguran menutupi jalanan setapak yang berada ditengah-tengah hutan Konoha. Angin musim dingin membuat tubuhnya terasa menggigil, namun tak menyurutkan niat awalnya untuk menyusuri hutan perbatasan Konoha. Kakashi terus melangkah. Pikirannya sedang tidak bersamanya kali ini. Pria silver itu hanya membiarkan kedua kakinya membawanya untuk berdiri tepat di depan rumah tua bergaya tradisional.

Suara gemuruh petir terdengar nyaring dalam pendengaran Kakashi. Pria Hatake tunggal itu menyunggingkan senyumnya miris dari balik maskernya. Kenapa selalu rumah ini yang menjadi tujuan utamanya disaat ia sedang kalut dengan emosinya. Kenapa ia memilih repot-repot menyusuri jalanan setapak hutan perbatasan hanya untuk berdiri menatap bangunan tua yang menimbulkan trauma untuk masa kecilnya. Seharusnya ia menghabiskan waktunya berbaring di kasur empuk dan membaca buku favoritnya. Seharusnya itu yang Kakashi lakukan. Tapi—

Ck! Sudah lah. Ibarat kata pepatah "nasi telah menjadi bubur" sudah terlanjur repot-repot datang kemari. Kakashi memutuskan untuk masuk meski itu berarti ia akan membuka luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.

Kakashi menggeser pintu rumah lamanya setelah berhasil menemukan kunci yang berada di bawah pot bunga depan terasnya. Kakashi selalu menyimpan kunci rumah itu dibawah pot bunga.

Tanpa mengucapkan kata 'tadaima' Kakashi membawa langkah kakinya masuk ke dalam rumah, membaringkan dirinya di futon dalam ruangan yang dulu menjadi kamar pribadinya. Tenang saja, meskipun Kakashi tidak pernah berkunjung ke rumah ini. Seminggu sekali, pria tunggal Hatake itu selalu meminta jasa tukang bersih-bersih untuk membersihkan seluruh area rumahnya. Jadi tidak akan akan debu yang menempel dimana-mana.

"Misi spesial ini adalah kalian berdua harus menikah."

Kakashi mengusap surai silver-nya dengan kasar. Bayang-bayang gadis merah jambu yang menangis segugukan memohon kepada dewan Daimyo, membuat hatinya begitu sakit.

"Aku mohon. Aku mencintai Uchiha Sasuke."

Semua orang tahu. Kakashi pun tahu jika Sakura mencintai si bungsu Uchiha.

"Shisou, kumohon."

"Sensei, katakan bahwa kau menolaknya!"

Jika saja Kakashi bisa menjawab ucapannya Sakura. Maka pria itu akan melakukannya.

"Jika kau menerimanya, aku akan membencimu, sensei. Aku bersungguh-sungguh!"

Aku akan membencimu, sensei. Kalimat yang keluar dengan begitu mulus dari bibir sang merah jambu itu mampu membuat seluruh tubuh Kakashi terasa tersengat ratusan listrik tak kasat mata.

Begitu sakit, sampai-sampai bisa membuat Kakashi berhenti bernafas.

"Aku tidak bisa menolaknya, Sakura." Kakashi berucap lirih sebelum akhirnya memutuskan untuk memejamkan mata onyx-nya. Sepertinya sekali-kali bermalam di rumah ini tidak lah buruk.

****

Seingat Kakashi setelah bergulat dengan pikirannya di atas futon kamar, ia berniat langsung memejamkan kedua matanya agar terlelap ke dalam alam mimpi. Seharusnya seperti itu. Tetapi, sekarang pria itu justru berdiri di depan teras rumahnya menatap datar gadis merah jampu yang menangis di bawah derasnya hujan yang mengguyur seluruh isi Konoha.

Kehadiran gadis yang terlalu tiba-tiba tanpa angin—tanpa hujan—eh? Lebih tepatnya tanpa aba-aba, membuat seluruh sel darahnya terasa terhenti sangking terkejutnya.

Kakashi tidak pandai menebak. Tetapi, dalam pikirannya pria itu terus saja menebak-nebak alasan seperti apa yang dilakukan gadis ini malam-malam kemari. Atau,

Red Thread of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang