Hari ini hari ke-empat di bulan Agustus. Dimana tepat hari ini di 7 tahun yang lalu, aku memulai ceritaku dengan Ileana Utari. Seorang model cantik yang bekerja sama dengan perusahaan tempatku bekerja.
Jika dibandingkan dengan kekasihku, tentu saja ada perbedaan sejauh langit dan bumi diantara kami berdua.
Aku hanyalah karyawan biasa di bagian fashion illustrator sekaligus seorang fotografer amatir-yang sayangnya terlalu biasa-biasa saja untuk menjadi kekasih seorang model profesional.
Namun pada akhirnya, aku mampu bertahan bersama Lea-aku biasa memanggilnya-selama 7 tahun penuh. Bisa dibilang waktu yang cukup lama hanya untuk menjalin hubungan sebatas ini. Dan tentu waktu yang cukup lama bagiku bertahan ditengah cercaan orang-orang yang selalu mengingatkanku tentang perbedaan posisiku dan Lea.
Ayolah, sebagai pria, aku juga cukup sadar diri.
Tahun-tahun itu bukanlah waktu yang sebentar. Aku sampai hapal di luar kepala semua tentang Lea. Tentang makanan kesukaannya, film netflix favoritnya, lagu-lagu di playlistnya, semuanya. Tapi terkadang di titik tertentu, aku merasa benar-benar asing dengan gadis itu.
Seperti kenyataan bahwa Lea mengkhianatiku dengan teman baikku di tempat kerja selama 3 tahun terakhir. Dan lugunya aku, tak pernah sekalipun curiga tentang kedekatan mereka dan terus percaya pada Lea selama hidupku. Membiarkan Lea dan Juna-rekan kerjaku-terus mempermainkan perasaan di belakangku.
Yang lebih mengherankan, tepat 3 bulan lalu aku melamar Lea dengan sebuah cincin emas dan ia menerima semuanya seolah menjadi wanita paling bahagia di muka bumi. Padahal hanya sebuah cincin emas putih biasa dengan ukiran namaku dan Lea didalamnya. Tak ada berlian, tak ada permata.
Lalu setelah sepekan, kenyataan pahit justru mendorongku ke jurang terdalam. Mendekapku disana tanpa secercah cahaya. Membuatku ingin mati saja saking kepalang sesaknya.
"Lea, tunggu!", kata ku.
Tanpa kuduga, gadis itu menoleh dan tersenyum. Aku mengernyitkan dahi bingung, sebab pembicaraan kami sebelumnya bukanlah hal yang harus disambut dengan senyum semanis itu.
Lea melambai, membuatku semakin kebingungan. Hingga aku melihat siluet seseorang di belakangku dari kaca minimarket di ujung jalan. Ku ikuti arah kemana ekor mata Lea menuju.
Aku menoleh, dan....BINGO!
Seorang laki-laki jangkung yang tampan dengan setelan jasnya serta sebuket bunga lavender ungu itu berdiri dan melambai.
Juna memang teman baikku di tempat kerja, tapi dia tak sama denganku. Benar, dia atasanku. Huh.
Aku tersenyum remeh menatap pria dengan bunga ditangannya itu. Semua orang juga tahu bunga lavender melambangkan arti kesetiaan. Dan Juna justru membawakan itu untuk Lea, yang jelas-jelas dia sendiri tahu bahwa Lea tidak setia dengan janjinya padaku?
"Sayang!", panggil Lea.
Sedetik kemudian, Juna mengangguk dan berjalan memdekati kami-aku dan Lea.
"Maaf ya, aku jemputnya telat. Tadi ada sedikit kekacauan di kantor yang harus aku urus", kata Juna setelah menyodorkan bunga lavender itu pada Lea dan menepuk kepala gadis itu pelan.
"Iya ngga pa-pa, ayo pulang Mama udah nunggu kamu di rumah", jawab Lea dengan bergelayut manja pada lengan Juna.
Ketika mereka berjalan melewatiku, aku memanggil Lea lagi. Dapat kupastikan saat ini gadis itu tengah memutar bola matanya malas.
"Lea jangan pergi dulu, aku belum selesai bicara sama kamu", cegahku.
"Apa lagi sih Bram? Aku rasa semuanya udah jelas diantara kita. Aku sukanya itu sama Juna, bukan sama kamu", jawabnya tak berperasaan.
YOU ARE READING
BRAM || Kim Doyoung
Romance"Bagaimana aku bisa jatuh cinta, pada cinta yang bahkan tak jatuh padaku?" - Bramantyo, 2022. "Tapi, aku disini Bram" - Arasely, 2022.