𝕾𝖊𝖕𝖊𝖗𝖙𝖎 𝖆𝖓𝖌𝖎𝖓 𝖇𝖊𝖗𝖑𝖆𝖑𝖚

11 3 1
                                    


"Haaahh"helaan nafas pada sosok pria yang tengah duduk di kursi, atensi mata itu terus tertuju pada tumpukan di atas meja, tungkai kaki dirinya pun dia gerakan menuju sebuah kaca yang terlihat kerumunan para siswa-siswi.

"Sampai kapan aku bisa menyelesaikan masalah ini, sudah cukup lama untuk 1 tahun berada di sini", pria itu terus bergumam,pikiran nya terus memberi pertanyaan yang membuat dia semakin gelisah.

"Apa kau sudah menemukan sesuatu,barang kali satu saja", pria itu pun mengalihkan pandangannya kepada sosok yang sedari tadi melihat tingkah lakunya itu.

"Yang mulia...,saya juga berharap demikian, hanya saja saya belum mempunyai petunjuk apapun bahkan saya sudah beberapa kali masuk ke perpustakaan untuk memastikan sesuatu, dan mengenai orang yang terpilih saya juga masih belum yakin,bisa saja dia tidak tinggal di sini atau negara ini"

"Sudah ku bilang jangan memanggil ku dengan sebutan itu lagi panggil saja Soobin Hyung kau ingat itu kan, apakah tidak ada petunjuk lain lagi yang di berikan oleh buku ramalan?"

Sejak ke 3 orang itu menginjakan kaki tidak, lebih tepat nya terlempar dari portal mereka sama sekali belum menemukan solusi untuk menemukan orang-orang terpilih itu, bahkan untuk menemukan kristal-kristal yang hilang .

"Huft,andai begitu tapi nyatanya tidak ada petunjuk lain, tapi firasat ku kristal dan orang-orang yang terpilih itu masih berada di sini hanya saja kekuatan nya masih tersegel dan itu membuat ku susah untuk menemukan mereka"

Mendengar jawaban itu Soobin hanya menghela nafas panjang

"Lalu bagaimana dengan Beomgyu apa dia sudah menemukan petunjuk lain?"

"Entahlah...,dia terlalu mendalami peran nya itu, saya rasa dia mempunyai caranya sendiri "

🪄🪄🪄

"Kau berada di sini ternyata, ku pikir kau berada di pohon itu lagi "

"Aku ada sedikit urusan disini, bapak sendiri kenapa di sini?", jawaban dari sang lawan bicara pun membuat laki-laki itu menggeleng

"Kau ini mentang mentang masih muda se'enak nya saja memanggilku bapak bapak" Ekspresi masam terlihat jelas dari muka laki laki tersebut. "kau pikir perpustakaan ini milik mu? Siapapun bisa ke sini tanpa harus bilang padamu bukan" lanjutnya, membuat gadis yang menjadi lawan bicara pun memutar bola matanya,padahal itu hanya sekedar basa basi menurut nya.

" Baiklah aku yang salah, lalu jika tidak ingin di panggil 'Bapak' aku harus memanggil dengan apa?"

Laki laki tersebut pun duduk berhadapan dengan gadis yang sedang menjadi adu argumennya , bola matanya itu di naikkan ke atas kanan lalu satu alis itu terangkat,dengan jari telunjuk menekan dagu nya ", bagaimana dengan 'Kakak' saja lagi pula umurku belum setua itu,tidak cocok untuk di panggil dengan sebutan 'Bapak' "

"Baiklah kakak Gyu yang terhormat, omong-omong aku pertama kali melihat mu di perpustakaan biasanya kakak selalu di lapangan atau di ruang BK saja "

"Yahh aku hanya berkeliling sebentar saja,lalu ada urusan apa kau di sini apa ada tugas yang kau tidak mengerti?"

"Yahh semacam itulah, maaf kak Gyu tapi aku harus pergi sekarang karena 5 menit lagi bell akan masuk, sampai jumpa" Gadis itu pun berlari kecil dengan melambaikan tangan kanannya,hingga tubuh nya tidak terlihat lagi oleh Beomgyu.

"Apa dia salah satu nya? atau hanya firasat ku saja"

🪄🪄🪄

Sang Surya hampir menyelesaikan tugas nya, dengan menunjukkan seni warna jingga. Dan dimana semua Makhluk hidup pun kembali kepada tempat berpulangnya mereka.

Sama hal nya dengan Zuvy dan Fanha mereka menuju halte bus, seorang siswi tengah memainkan alat musik harmonika, mereka berdua terhanyut dalam alunan nada yang keluar dari alat musik itu.

" Wah, Lo jago main harmonika", Zuvy yang ikut duduk di sana pun menggeser sedikit agar dekat dengan siswi tersebut, tapi sepertinya siswi itu sedikit terkejut, dia pun menolehkan kepala nya.

"Ah, terimakasih tapi aku tidak terlalu mahir juga"

"orang tadi sebagus itu jangan terlalu merendahkan diri, satu lagi Lo jangan kaku sama kita orang sekelas juga jadi chill aja"

"Aura ini, apakah mereka termasuk? , ah lupakan walaupun itu benar mereka, aku harus waspada" 

"Lo mau diem aja?, bus dah datang" ucap Fanha yang menyusul Zuvy yang telah masuk.

Mereka bertiga pun masuk dengan mencari tempat duduk yang masih kosong, bus pun kembali berjalan untuk berhenti di halte berikut nya.

"Oh ya gua lupa, nama Lo Moora kan?, Sorry kalo salah abis nya lu nolep mulu", mendengar perkataan Zuvy membuat Fanha memukul pelan pada bahu Zuvy

" Ni anak mulut nya ke soang, malah gua yang malu"

"Ekhm sorry ya ra, abis nya gua cuman takut salah nama aja"

Moora yang mendengar itu hanya mengangguk paham " ya ampun ku harap bis ini cepat, akan merepotkan jika aku terus berada di sisi mereka, aku harus tetap tenang"

"Omong-omong Lo beneran suka sendirian?,  GK mungkin juga kan pasti punya lah satu atau dua teman yakan?"

"Tidak, terkadang aku selalu berpikir mereka hanya sebuah kabut, jika sudah waktunya mereka akan hilang seperti di bawa angin", jawaban dari Moora membuat Fanha dan Zuvy terdiam sesaat

" Ya bener sih tapi Lo tau, terkadang hidup itu harus ada drama kalo ga ada kayak sebuah gambar tanpa warna apapun, terlalu boring kalau di rasa. lagian lu juga bakal dari salah satu kabut itu jika sudah saatnya pasti akan pergi".

Tak terasa Bis sudah sampai di rute tujuan mereka bertiga pun turun dengan di lanjutkan oleh bis yang meninggalkan tempat tersebut.

"Lo tinggal di daerah sini juga ra?" Zuvy yang baru sadar jika Moora ternyata tinggal di daerah nya. Moora yang mendengar pun hanya menganggukkan kepalanya.

" Ah ya sudah, senang berkenalan dengan mu Moora kami duluan ya, sampai jumpa besok di sekolah", Fanha menarik Zuvy dengan kencang hingga tubuh mereka tak terlihat.

"Jika itu mereka, sungguh aku tak percaya akan secepat ini, yahh waktu terus berjalan tapi rasanya aku hanya diam di tempat".

🪄🪄🪄

Tangan lentik itu menulis satu kata satu kata hingga menjadi sebuah kalimat dalam buku yang terlihat usang. kalimat yang sudah berada di atas kertas itu mulai memudar dan terlihat satu huruf mulai keluar dari kertas itu hingga menjadi sebuah kalimat.

"Ckh, kau sungguh licik juga jika buk", suara ketokan pintu membuat gadis itu cepat cepat menutup kembali buku tersebut.

"Zoora bibi izin masuk ya, kau belum tidur?, ingat jangan terlalu malam jika sudah selesai cepat lah tidur, bibi bawakan susu untuk mu, habiskan ya"

"Baiklah bibi, hanya saja jika ingin bertanya ku mohon satu persatu, aku akan susah menjawab nya dan terimakasih untuk susu nya"

"Baiklah tapi ingat jangan terlalu malam, ya sudah bibi keluar ya"

"Huft, aku harus bagaimana, sungguh aneh kau bahkan sudah tau takdir mu seperti apa nanti, tapi terus bertanya seolah kau bisa keluar dari kenyataan" Moora pun membuka jendelanya, Sungguh entah kenapa sang Rembulan itu seperti memberikan energi padanya melalui sepoian angin yang menerpa wajah nya.

"Baiklah, jika ini yang kau inginkan mari kita bermain dari awal, pertama tama aku harus memastikan mereka terlebih dahulu"




























Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝕾𝖈𝖍𝖆𝖉𝖚𝖜 𝖛𝖆𝖓 𝖉𝖊 𝖒𝖆𝖆𝖓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang