PROLOG
"Dipandang asing oleh seseorang yang berharga untukmu, adalah satu hal paling menyakitkan. Seolah seluruh hatimu tersayat sembilu."
Leo Asshauqi menatap selembar kertas lusuh yang lipatannya seperti akan tersobek, karena teramat sering ia buka dan dilipat kembali untuk kemudian dimasukkan ke dalam dompetnya.
Selama tiga tahun terakhir ini kertas itu tersimpan apik di dompetnya bersama selembar foto seorang gadis.
Dan selama tiga tahun ini pula, ia menahan rindunya. Memenangkan egonya sendiri untuk tetap jauh dari si pemberi surat. Meski hatinya begitu terluka di satu sisi.
Dia membaca untaian kalimat di sana dengan hati menghangat.
Dear, Mas Leo.
Aku tahu ini konyol, mengirim surat di selembar kertas putih.
Leo membalas di dalam hati, "Ya, yang kamu lakukan memang konyol."
Tapi aku enggak punya keberanian selain ini.
Aku hanya ingin bilang, aku suka Mas Leo.
Lebih dari itu, aku mencintai Mas Leo.
Bukan cinta adik kepada kakaknya.
Bukan cinta teman kepada sahabatnya.
Aku mencintai Mas Leo sebagai seorang perempuan kepada lelakinya.
Itu adalah pernyataan cinta paling datar karena tidak ada puitis-puitisnya sama sekali, namun begitu gamblang. Yang dikirimkan malu-malu namun juga nekat.
Tapi, kenapa malah ia melarikan diri seperti ini?
Kenapa malah ia menjaga jarak dari si pemberi surat itu?
Dan kenapa ia harus beralasan, bahwa perempuan itu pantas mendapatkan lelaki baik, yang jauh lebih baik dari dirinya.
"Bukankah kalau kamu serindu itu, harusnya kamu pulang ke Indonesia?"
Pertanyaan itu menghentak kesadaran Leo. Ia segera melipat kembali selembar surat lusuh itu dan ia simpan rapat untuk dirinya sendiri. Dia menoleh ke arah seorang lelaki yang baru menghampirinya, Adam, kakak iparnya.
"Kalau cinta, harusnya kamu perjuangkan. Bukan melarikan diri," ucap Adam masih dengan nada sarat pengertian.
Leo menggeleng pelan. Dia bertahan dengan egonya yang setinggi langit. "Kami enggak bisa bersama," katanya ringan, namun luka itu jelas terasa di getar suaranya.
"Karena rentang jarak usia kalian?" tanya Adam lagi. Ketika sang adik memilih tetap diam, ia kembali melanjutkan bicaranya, "Cinta enggak pernah memandang usia."
Senyuman simpul terulas di bibir Leo. Benar, cinta tidak memandang usia, namun, Leo tidak ingin mengambil kesempatan itu untuk mencintai sebebas yang ia inginkan.
"Aku remaja ketika dia baru berumur 5 tahun. Aku melihat masa kecilnya. Aku menggendongnya dan kuajak bermain--" Leo menggigit bibir bawahnya. "Dan aku sempat menyukai kakaknya, sebelum akhirnya kusadari rasa sayangku padanya lebih besar dari rasa sayangku pada kakaknya."
Leo tahu, dia memang pengecut. Namun ia berada di situasi tidak baik. Dia berada di persimpangan membingungkan yang akhirnya membuat ia mundur dan mencipta jarak.
"Lalu, apa masalahnya kalau kamu melihat masa kecilnya?" Adam menepuk bahu sang adik, memberi dukungan. "Kamu menyayangi dia seperti laki-laki pada perempuannya ketika dia sudah dewasa, bukan lagi anak TK. Tidak ada yang salah dari perasaan sayangmu padanya sekarang."
Mungkinkah, rasa cintanya tidak salah?
***
Jangan lupa vote dan tinggalkan komentar, yaa.
Sebelum menyelami cerita ini lebih jauh, kamu bisa baca Play Date yang jadi paidstories di Wattpad, lalu dilanjutkan dengan After Wedding di Karyakarsa.
My Dearest Love juga dipost di Karyakarsa. Buat yang ingin baca lebih cepat, mampir ke akun aku, ya, Reinsabiila
Terima kasih
Visualisasi Ini optional sih, kalian bisa cari gambaran siapa aja. Hehee
Leo Asshauqi
Fanny Zallina
Gavin Wijaya
1 September 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Love
RomanceSpin Off ---PLAY DATE Fanny Zallina memiliki rahasia yang ia simpan rapat-rapat untuk dirinya sendiri. Ia telan segala kesakitan dan luka hati yang kian menggunung dan menyesakkan dadanya, tanpa seorang pun tahu. Leo Asshauqi membutuhkan waktu bert...