11.

5K 410 3
                                    

Setelah perjalanan yang cukup jauh dan melelahkan menyusuri hutan belantara dengan jalan sempit. Rombongan Duke Wilton menemukan sebuah aliran sungai jernih dan memutuskan untuk membangun perkemahan tak jauh dari sana. Masing-masing bawahan Duke Wilton mendekat ke sungai dan segera mengambil air minum serta mengisi persediaan air.

Kaki mungil Arletta menapaki bebatuan di pinggir sungai, ingin mendekat pula untuk minum. Namun, kesehatannya yang belum pulih sempurna, apalagi dengan perjalanan jauh ini membuat tubuhnya masih lemah. Tanpa sengaja Arletta tergelincir, nyaris saja ia membentur bebatuan seandainya sebuah lengan kokoh tidak menahannya dari belakang.

"Awh!" pekik Arletta tertahan saat kepala belakangnya tak sengaja membentur sesuatu yang keras.

Ketika ia menoleh, yang ada di depan matanya adalah pakaian seseorang. Lebih tepatnya, bagian dada dengan lencana emas di sana. Kedua mata Arletta mengerjap cepat, sebelum ia mendongak dan beradu dengan tatapan si mata elang.

"Du-duke, maaf," cicit Arletta langsung menjauhkan diri dari Duke Wilton.

Namun, sekali lagi kakinya malah tergelincir, ia berjalan dengan tertatih, sedikit meringis karena merasa perih di pergelangan kaki.

"Bisakah kau lebih berhati-hati. Kau selalu memiliki seribu satu cara untuk melukai dirimu sendiri," cibir Alaric seraya menyugar rambutnya.

Hanya dengan melihat gerakan tangan Alaric membelah anak-anak rambut saja sudah mampu menghipnotis Arletta. Sungguh, wanita yang lemah.

Tubuh Arletta berjingkit ketika ia merasakan genggaman hangat dari tangan besar Alaric. Pria itu menggenggam tangannya, membimbingnya dengan telaten menuju pinggir sungai.

Kini mereka duduk di bebatuan besar, air sungai mengalir dingin menyentuh kaki mereka. Arletta membasuh muka dengan air sungai yang terasa sangat dingin dan jernih itu. Khas air pegunungan, sangat menyegarkan.

Wajah Arletta merasaka cipratan dingin yang bukan berasal dari ulahnya. Wanita itu menoleh ke samping, di sana Duke Wilton telah bertelanjang dada seraya mengguyur rambut dengan kedua tangkupan tangan. Rambutnya yang basah bergerak mencipratkan butiran air ke berbagai arah, tak terkecuali ke wajah Arletta.

Sadar diperhatikan, Alaric menoleh, tepat ketika Arletta mengernyit karena terkena air akibat kibasan rambutnya. Pria itu terkekeh, merasa lucu dengan ekspresi Arletta. Ketika kedua kelopak mata itu kembali terbuka, kedua pipi Arletta malah bersemu merah, lalu memutuska tautan mata itu sepihak.

"A-airnya sangat menyegarkan," ucap Arletta seraya membasuh tangannya sampai lengan.

Alaric menelisik ke sekeliling. Beberapa pengawalnya sudah bersiap melepas pakaian atas untuk mandi di sungai. Melihat keberadaan Arletta sebagai satu-satunya wanita di rombongan mereka, Alaric memutuskan untuk segera memakai pakaiannya kembali.

"Ayo pergi ke tenda."

Tanpa banyak bertanya, Arletta pun segera bangkit. Wajahnya tertunduk, pandangannya fokus ke sepasang kakinya yang berjalan silih berganti.

Mereka pun masuk ke dalam tenda. Di sana terdapat dua ranjang kecil berseberangan. Tenda yang tidak terlalu besar, tetapi cukup hangat.

Arletta menyingkir dari pintu masuk ketika Alaric masuk dengan tiga buah lilin berkaki. Meletakkan benda itu di atas meja bulat yang memisahkan dua ranjang di sana.

"Para penjaga masih membersihkan daging hewan buruan. Jika menunggu mereka memasak, akan membutuhkan waktu cukup lama. Aku akan memintakan satu potong, kau siapkan bumbu, bumbunya di dekat perapian."

Setelah mengatakan itu, Alaric kembali keluar. Tanpa banyak kata, Arletta menuruti perintah pria itu. Arletta segera mengambil beberapa bumbu halus, meraciknya dalam satu wadah, lalu memberikan sedikit air. Mata Arletta mencari-cari sesuatu di antara bumbu-bumbu itu, tangannya lantas terjulur ke arah gula merah, mengambilnya sedikit lalu melarutkannya dalam bumbu sebagai penyedap.

I Choose The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang