9. Terpesona

3.2K 393 156
                                    

kalian lagi ngapain waktu baca chapter ini?

**

Melewati hari demi hari membuat Nahla banyak belajar, bagaimana ia harus mengontrol perasaan, ego maupun keinginan yang kadang lupa diri merajalela di dalam kehendak hati.

Bukan pasrah pada keadaan tapi menjaga hati agar tetap damai, karena orang luar tidak berhak menyakitinya. Itulah yang Nahla lakukan saat ini. Bagaimana hubungannya bersama Regan, Nahla tidak ingin ambil pusing. Mau seperti apa kedepannya, Nahla tidak ingin berharap. Biarkan ia dan hatinya menjaga satu sama lain.

Setelah memakai sepatu, Nahla memutuskan untuk pulang. Nahla tidak bisa percaya pada siapapun lagi, karena Nahla pernah percaya namun akhirnya kecewa.

Nahla dibuat kaget ketika membuka pintu ia langsung dihadang oleh perempuan yang menatapnya tajam membuatnya mundur perlahan.

"Siapa lo?" Carissa melangkah maju mengintimidasi.

Nahla mundur takut, hingga kepala belakangnya membentur sesuatu. Nahla berbalik cepat melihat Regan sudah berdiri di belakangnya masih tanpa pakaian dan hanya celana boxer pendek.

Menghembuskan napas, Regan menatap Clarissa dengan ekspresi kehabisan kata-kata. Menarik Nahla ke belakang tubuhnya lalu menatap Carissa dengan dua tangan berada di pinggang. Sepertinya Carissa tidak pulang dari semalam. Carissa satu gendung apartemen hanya berbeda lantai.

"Lo bawa cewek ke apartemen di saat Aruna pergi?" Carissa tidak percaya. Ekspresi kecewa, kesal dan cemburu menjadi satu kini berkumpul menjadi emosi.

"Gue nggak mau bicara sama lo dan lo nggak perlu tahu apa yang gue lakukan karena itu nggak ada urusannya sama lo. Pergi." Usir Regan.

"Ada hubungan apa lo sama ini cewek, Regan?! Nggak semua cewek yang lo bolehin datang ke sini."

Regan menghembuskan nafasnya malas. Menghampiri Carissa menarik perempuan itu keluar secara paksa.

"Regan?!" Carissa berusaha melepaskan diri dengan terus menatap Nahla. "Ingat Regan, gue nggak akan tinggal diam!" Pekik Carissa sebelum pintu tertutup.

Nahla melihat Carissa sangat murka. Untuk pertama kalinya Nahla melihat perempuan seperti Carissa yang menurutnya terlalu berani.

Regan menekan tombol darurat untuk meminta tolong pada satpam agar Carissa pergi dari depan pintu apartemennya. Karena sepertinya Carissa tidak akan pergi sebelum mendapatkan apa yang dirinya inginkan. Tidak lama kemudian, datang dua orang satpam yang membawa Carissa pergi meski dengan perdebatan dan paksaan. Regan melihat semuanya melalui cctv.

"Gue antar," Regan memakai baju kaos dan mengganti celana. Mengambil kunci mobil dan satu minuman kaleng untuk membasahi tenggorokkan yang kering.

Nahla hanya bisa duduk diam dalam mobil, melihat sekitarnya takut jika Carissa muncul tiba-tiba. Setelah mobil keluar dari basement, Nahla baru bisa bernapas lega.

"Sarapan dulu?"

"Nggak, langsung pulang aja."

Nahla menunduk, merasakan sentuhan yang menggenggam tangannya. Mungkin dulu genggaman tersebut menjadi obat dari segala keraguan, ketakutan maupun sebagai penenang. Namun sekarang hanya menjadi beban ketika Nahla rasakan.

Mengangkat kepalanya, Nahla menatap Regan lalu menarik tangannya. Regan menoleh sekilas. "Sorry, kalau itu malah buat lo nggak nyaman. Karena gue lihat badan lo gemeteran."

Nahla membuang wajahnya ke jendela dengan tangan terlipat di dada.

"Gue beli sarapan dulu ya, Na," Regan menghentikan mobil di salah satu rumah makan. Memakai topi, ia keluar begitu saja.

Regan & NahlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang