Kepala Usang

57 10 5
                                    

Pagi yang cerah. Mungkin ini adalah hari yang sempurna bagi orang-orang untuk memulai aktivitasnya. Mungkin..... pikir seorang remaja 15 tahun ketika beranjak tari tempat tidur menuju ke kamar mandi pada pukul 3 dini hari.

Farhan mengusap mukanya setelah membaca do'a 10 menit. Dia mengangkat tubuhnya dengan lesu.

hah..

Farhan memejam-mejamkan matanya dengan tekad memulai rutinitas hariannya. Lelah, letih ia abaikan karena ia tahu bahwa kelanggengan sautu hal memiliki manfaat yang sangat besar.

Ketika samapai di depan pintu kamar mandi, Farhan terhuyung hingga bersandar pada pintu. Rasa pusing mendatangi kepalanya.

"astaghfirullah," ucap Farhan spontan.

Sesaat Farhan berhenti, mengurut-urut lembut keningnya. Setelah agak baikan Farhan, perlahan membuka gagang pintu kamar mandi itu. Sesaat sebelum menginjakkan kaki di kamar mandi, bibirnya terlihat menbgucap suatu doa.

Ckrak.....

Farhan meraba dinding di sebelah kirinya.

Klek..... Bunyi saklar lampu yang menyala.

Farhan memalingkan wajahnya. Matanya masih sensitif saat terkena cahaya. Namun, segera ia pergi mengambil air dengan wajahnya dan membasuh mukanya.

Spontan tubuh Farhan mengigil terkena dinginya air yang membasahi mukanya tertiup oleh semilir angin dini hari. Namun ia terlihat tak mau menyerah oleh dinginnya udara dan melangkahkan kaki menuju pelukan selimut yang hangat, justru Farhan terlihat semakin termotivasi untuk tetap bangun.

Binar mata Farhan semakin terang, kembang mungil bermekaran di bibirnya dan suatu semangat mendorongnya untuk melanjutkan dan mengambil air wudlu. Dengan pelan, Farhan memasukkan tangan ke dalam bak mandi dan berkumur mengunakan air yang ia ambil. Tepat saat itu, rasa kantuk kembali menyerang. Farhan menguap dengan air yang masih tersisa di dalam mulutnya.

Uhuk... Farhan mengeluarkan air kumurnya dari hidung. Kepalanya terasa panas sebab hal itu. Sejenak Farhan terdiam, lalu ia melanjutkan wudkunya lagi.

"kualat aku....," batin Farhan,"dari tadi dao ku nggak ikhlas dan langsung dibalas."

Farhan keluar kamar mandi dengan tangan di lipat di depan dada dan tubuh agak menggigil.

"Niatnya sih mandi. Tapi, kok dingin banget ,ya?"

Farhan harus menyusuri kamar tamu terlebih dahulu untuk bisa sampai ke ruang peribadatanya. Masih dengan tangan sendekap dan kadang-kadang menggigil terkena udara dingin.

--------------------------------------

Beberapa saat berlalu, Farhan nampak tengah duduk menghadap ke barat. Sebelumnya, Farhan sempat membangunkan orang tua dan saudara-saudaranya. Mereka semua sudah bangun, tapi masih belum terlihat bersama. Mereka  bertujuh berada di ruangan sendiri-sendiri, melakukan beragam hal yang berbeda-beda. Mereka menyebutnya sebagai muwadlabah.

Keluarga Farhan terdiri dari tujuh orang anggota. Para tetangga mereka memang mengakui keluarga Farhan memang mapan dalam segala aspek. Mulai dari uang hingga keilmuan mereka dianggap unggul oleh masyarakat sekitar. Sehinga tak jarang merekea meminta konsultasi pada keluarga Farhan tentang masalah ekonomi dan juga permasalahan keagamaan.

Di tengah-tengah muwadlabah-nya, Farhan tiba-tiba terpikir suatu hal.

Hah.... sudah lima belas tahun umurku, tapi cuman gini-gini aja.

Farhan melirik ayah, ibu dan semua saudaranya. Farhan adalah anak bungsu di dalam keluarga ini. Farhan memang masih remaja, sehingga wajar kalau ia masih labil. Tapi diantara lima bersaudara, Farhan adalah anak dengan pemikiran yang paling rasionalis dan radikal. Farhan juga sering menyakan hal-hal yang belum pernah ditanyakan oleh keempat saudaranya.

"Kok bisa mereka nggak bosan, ya?" Farhan mengrenyitkan dahi.

"Mau balik ke kamar tidur, tapi tadi udah semangat gitu. Lagian kalau aku balik ke kamar sekarang... yang ada nanti malah kena marah dan nggak dikasih uang saku. Tapi, kalau cuman gini terus kan bosen juga. Secara mana ada orang normal yang bangun jam 3 pagi cuman buat duduk-duduk gini aja. Kan nggak logis."

Farhan kembali menghadap ke kiblat,"Kalau aku ngomong gitu ke mereka, pasti aku malah kena marah. Setiap kali aku debat dan aku hampir menang mereka pasti ngentiin debatnya paksa. Jadi males aku ngurusin mereka."

Farhan memiringkan kepalanya, keheranan,"Tapi, kok bisa ya? Kalau aku cuman duduk aja kayak gini setealh lima menit pasti akan bapak tegor. Masak iya dia liat CCTV? Kan nggak mungkin banget," Farhan melihat ruangan ayahnya yang berada di paling depan, ruang halaqah utama keluarga itu,"secara dia kan ada di depan sana dan di sini juga nggak ada CCTV juga."

"Apalagi kalau sampe aku tidur, pasti juga dia bangunin. Tapi anehnya tuh, aku tuh paling susah buat dibangunin pas lagi tidur. Mereka juga mengakui itu. Tapi, kok bisa aku bangun cuman dengan disuruh doang? Padahal aku susah dibangunin lho?"

"Dan yang paling parah, ruangnya bapak itu ada  pintunya dan itu kalau dibuka pasti bunyi keras banget dan juga butuh usaha ekstra hanya untuk mebukanya saja. Harusnya kan aku bangun karena suara itu, eh aku malah bangun karena dipanggil sama dia lho. Padahal pintunya tertutup dan jarak kami ada lho sepuluh meter. Itupun kalau sauaranya teriak wajar. Lha ini, udah kayak pelan kayak ngobrol biasa, suara yang asalnya dari sebelah gua pun nggak orangnya lho. Sampe-sampe nih aku mikir, dia itu sebenanrnya orang apa orang?"

"Nak, jangan diem aja. Ayo lanjutin dzikir-nya!" pinta Pak Bashir dengan lembut.

Batin Farhan,"Nah, kan. Nggak ada suara buka pintu, lho. Tiba-tiba aja udah di sebelahku. Kaget lah pasti."

"Iya, pak. Tadi aku lagi tadabur kok."

Timpal Pak Bashir,"Tadabur kok isinya kayak ngrumpi gitu."

Farhan terdiam, menahan tawa,"Nah, Lho. Kok dia tahu pikiranku...."

"Iya, Pak. Maaf, biasa lagi males tadi,"ucap Farhan jujur.

Pak Bashir menggelengkan kepalanya dan tersenyum keheranan melihat tingkah laku anak bungsunya itu,"Ya sudah lanjutin aja tadabur-mu itu! Dari pada kamu tidur."

Farhan tertawa ringan,"Kalau gitu kan nanti justru aku ditonjok ama Bang Sama'. Dia kan orang yang gak kalah aneh sama bapak."

Pak Bashir kembali ke ruanganya sambil mengusap-usap dahinya,"Dia ngomong gitu,"ucap pak Bashir lirih,"padahal dia yang bikin kami jadi kayak gini."

Abandoned GearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang