Gubal 1

1.4K 126 6
                                    

Tahun 2022

Siapakah aku ini? Mengapa aku begitu sakit?

Gadis yang terseok itu gagal mengabaikan penasarannya. Sebenarnya siapa namanya yang sejati dan mengapa ia sampai di sini? Semilir angin mengantarkan wangi gaharu yang bergerak menjauh. Bagai belitan kapas tipis, halimun mengaburkan pandangannya, seburam ingatan yang mengatup di pelupuknya. Lebih-lebih baru beberapa detik lalu, ia masih mengingat dirinya samar-samar.

Namun, kini aku ini siapa?

Si gadis mempertanyakan tak hanya nama lahirnya, juga usianya berapa dan mengapa ia berada di hutan gaharu yang liar dan tak dikenalinya, seakan ia bocah tiga tahun yang tersesat dan buta arah. Antara kiri dan kanan, manakah yang tidak menyesatkan buatnya?

Tumbal, datanglah tumbal.

Selirih suara angin menggesek dedaunan gugur, kata "tumbal" dan "datanglah" silih berganti mendesaknya.

Datanglah. Datanglah kepadaku.

Maka si gadis tersuruk-suruk menghampiri takdirnya. Kegelapan di hadapannya sudah dekat. Begitu dekat dan tiga langkah kecil saja cukup membawanya masuk dalam kepekatan. Sekonyong, sebelum mengayunkan langkah penghabisan, tangan mungil yang dingin merenggut lengannya. Kebetulan, pemilik tangan mungil itu tahu nama si gadis yang telah lupa diri sama sekali.

Namanya Aryavati Wimala. Sejak awal si gadis memang ingin mati, tetapi ia belum tahu bagaimana caranya ia akan mati, dan apakah kematiannya punya guna bagi seseorang yang menantinya. Ia tumbal yang dinantikan oleh kegelapan, dan langkahnya yang berat tiba-tiba tercekat.

Jangan. Tangan mungil yang dingin itu mencegahnya. Jangan, kumohon dengan sangat. Jangan bergerak.

Arnawa Arka. Dialah orangnya dan dialah penyebabnya.

***

33 tahun sebelumnya ...

Tahun 1989

"Kaki-kakiku, tolong bekerjasamalah. Bantulah aku." Hima Cakrawarti berbisik dengan setengah mengaduh. Perempuan yang putus asa itu sampai memohon pada kakinya sendiri, yang memastikan apakah ia bernyawa ataukah tidak hari ini.

Perempuan muda berpeluh deras itu membopong bayi mungil, dengan tubuh tersuruk-suruk membelah kelokan dan belokan gang sempit. Kaki terseok memperlambat langkah-langkahnya yang dibakar rasa sakit. Ia harus lolos, tekad keibuannya berkobar memandangi paras bayi yang tertidur nyenyak.

"Cepatlah, lekas kabur dari pintu belakang. Biar aku saja yang menghadapi mereka." Perintah sang suami terbayang dalam ingatannya. Demi bayi kecil mereka, ditaatinya arahan itu dengan terpaksa, sementara pintu reyot akan rubuh diterjang paksa.

Rasa sakit memaksa si perempuan terpaku sejenak. Sial, gara-gara undakan terkutuk itu. Kaki kanannya terpelecok saat melintas terburu-buru. Nyeri hebat mendera pergelangan kakinya, yang dipastikan sangat bengkak, memuncak hingga ke ubun-ubun, di tengah panas siang hari yang menghukum.

Hima Cakrawarti menengadah, menantang surya yang benderang. Garang mentari seperti memaki kebodohannya, seorang perempuan yang menuruti kemauan suami sendiri. Napas Hima tersengal, sementara bayinya terlelap dalam pelukan kain jarik. Si kecil tidak terusik dalam buaian aroma tubuh ibunya.

Seketika gugup menyesaki si perempuan muda, membawa kaki timpangnya melangkah cepat-cepat. Dari belakang terdengar derap kaki yang berlari. Celaka, para pemburu itu mengendus keberadaannya! Maka, bagai hewan buruan ia bersigegas, terkencar-kencar menyelamatkan diri, mengabaikan sakit dan menyingkirkan akal sehatnya sejauh mungkin. Ia berharap, dengan demikian naluri bertahan hidupnya kian peka.

Tukar Tambah Iblis [Akan Difilmkan Tahun 2025)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang