"Ibuuuukkk!!!!..."
Suara menggelegar dari bocah berusia sekitar 7 tahun berasal dari ruang tengah rumah milik Ratnasari, yang tak lain adalah ibu dari bocah itu. Ratnasari sendiri dalam rumah itu berposisi sebagai kepala rumah tangga, karena Adin—suaminya, sudah lebih dulu berpulang kepada yang Kuasa. Tidak begitu lama, hari ini tanggal 21 Desember 2015 tepat empat bulan setelah kepergian Adin.
Ratnasari memiliki dua anak perempuan. Yang pertama sedang berteriak memanggil Ratna, namanya Embun Sandhiya Briyna atau Briyna dan yang kedua masih berumur 4 tahun bernama Elfanda Zavrina Maharani atau kerap disapa dengan Elfa. Usia Briyna dengan Elfa terpaut jarak kurang lebih tiga tahun.
Briyna masih duduk di bangku Sekolah Dasar atau SD, lebih tepatnya Briyna bertempat pada kelas 3. Adiknya, Elfa, masih bersekolah di Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD, dan satu tahun lagi Elfa akan masuk di MI bersama dengan Briyna.
"Sepatu Briyna yang item polos dimana ?!!". Lagi-lagi Briyna bertanya kepada Ratna berteriak, karena Ratna berada di belakang sedang memandikan Elfa.
"Ada di rak belakang, sebelah kamar mandi!!". Ratna menyahuti Briyna yang sudah tidak sabar.
Ratna yang sedang memandikan Elfa hanya tidak habis pikir kepada anak pertamanya itu, selalu saja lupa dengan apa yang di letakkannya sendiri. Padahal sudah berkali-kali Ratna bilang 'awas nanti lupa lagi' kepada Briyna, tapi anak itu hanya menjawab 'Iya-iya nggak lupa' dan jawaban itu tidak berarti apa-apa.
"Nggak ada Buuukkk...."
Kali ini Briyna berada tepat di depan rak sepatu di sebelah kanan kamar mandi, wajahnya sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa ia akan segera menangis.
Untung saja Ratna sudah selesai memandikan si bungsu Elfa. Menggendongnya ke kursi depan tv dan menyuruhnya menunggu sebentar untuk mengurus Briyna si pelupa yang akan pergi kesekolahnya setelah menemukan keberadaan sepatu hitam polos miliknya.
"Ini apa ini ??" Ratna menenteng sepatu yang diambilnya dari rak paling bawah. "Makanya kalo nyari sesuatu itu yang telaten, udah di bilangin berkali-kali masih aja lupa" Ratna menjelaskannya lagi jika meletakkan sesuatu ya di ingat-ingat.
Waktu menunjukkan pukul 06.47, dan 13 menit yang akan datang Briyna akan terlambat ke sekolahnya jika tidak cepat-cepat memakai sepatunya dan bergegas pergi menuju ke sekolah.
Ratna yang sedang memakaikan baju Elfa hanya membatin mengapa dia mempunyai anak yang seperti ini modelannya, memiliki sifat agak lelet, sedikit pemalu dan pendiam pula. Hanya berani jika berada di dalam rumah.
"Liat jamnya", Ratna mengode Briyna agar cepat berangkat ke sekolah.
Briyna hanya meliriknya, mengulurkan tangannya kepada Ratna dan berangkat sekolah. Ratna pun menyalami uluran tangan putrinya itu.
.===¢¢¢===.
Teeettttt...!!!! Teeettttt....!!!!! Teeetttt...!!!!
Tepat sekali, Briyna datang tepat waktu, walaupun tepat setelah ia mendudukkan diri di bangkunya, belum sampai satu menit bell masuk sudah berbunyi nyaring di telinga para murid SD.
Briyna memang berprestasi, nilai-nilainya juga diatas KKM, tapi agak di sayangkan sifatnya yang seperti itu, pendiam. Sering di manfaatkan oleh teman sekelasnya, menyuruhnya untuk melakukan ini melakukan itu, kadang-kadang juga disuruh untuk membelikan jajan dengan uang mereka. Briyna menurut saja jika disuruh ini itu.
Arfiya Nita, biasa di panggil Nita. Dia adalah salah satu anak yang kerap menyuruh Briyna, bukan salah satu lagi, dia mungkin adalah anak yang di segani di kelasnya. Usianya satu tahun lebih tua dari semua anak kelas tiga, kecuali satu anak laki-laki yang seumuran dengan Nita.
"Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh" . Seorang guru yang disertai murid laki-laki di belakangnya.
"Bu guru, kok Arkan telat lagi ?".
Pertanyaan yang di lontarkan salah seorang murid.
Guru itu tidak mau menjawab karena sudah bosan menjawab hal yang sama seperti kali ini. Lagi dan lagi Arkan datang terlambat ke sekolah. Tak heran jika dia selalu terlambat ke sekolahnya karena rumahnya berada jauh dari tempat ia sekolah.
Guru yang tadi adalah guru yang paling muda di Madrasahnya, umurnya kira-kira 21 tahun, namanya Rini Safitri. Dan murid yang di belakangnya adalah murid yang tidak luput dari kata terlambat, namanya Arkananta Awwal Haitama. Namanya saja awal tapi selalu datang akhir.
"Salamya di jawab dulu" . Bu Rini mengalihkan pertanyaan muridnya dengan menyuruh menjawab salam yang memang wajib hukumnya menjawab salam.
Bu Rini sendiri wali kelas di kelas ini, kelas tiga. Dengan tingkah para murid-muridnya yang selalu membuatnya darah tinggi, tapi dia menghadapinya dengan sabar. Dia hanya berfikir kalau mereka masih kecil dan jalan pikiran mereka masih seperti kebanyakan anak-anak di luar sana.
Para muridnya menjawab salam dengan serempak.
"WAALAIKUMSALAM WARAHMATULLAHI WA BARAKATUUUHH....!!!"
.===¢¢¢===.
Maaf ya gess 🙏🏻kalo kata-katanya agak-agak gimana gitu, soalnya cuma iseng-iseng nulis aja 😁🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Sebening Embun
Teen FictionHidup memang tak selamanya indah, tak akan pula sebening embun yang menempel pada daun-daun tumbuhan di kala pagi, dan tak pula seindah pelangi yang tak berujung, Cerita hidupku tak seperti yang lain. Yang harsa dengan atmanya. Kisah ini ditulis unt...