*Visualisasi tokoh*
Reihan, 32 Tahun.
Pegawai kantor, Staf dari Departemen Pembelian.Max, 33 Tahun.
Kepala/Manajer Departemen Pembelian.
Teman Reihan dari SMA.Michael, 18 Tahun.
Siswa Magang, anak dari CEO tempat Max dan Reihan bekerja..
.
.
.
.Max menghela nafasnya berat, dia memesan minuman untuk mereka berdua.
Sembari menunggu minumannya datang, Max memulai topik pembicaraan.
"Sekarang katakan kenapa kamu sangat ingin tau tentang aku dan Reihan ?" Tanya Max."Karena kalian terlihat mencurigakan" jawab Michael.
Max menatap wajah Michael.
'Jawaban simpel dari anak SMA, ya pada intinya' batin Max."Kamu tau, aku dan Reihan sudah berteman sedari SMA.. jadi wajar saja aku dan Reihan terlihat dekat, orang-orang kantor pun sudah tau hal ini"
Michael tersenyum tipis.
"Kita sama laki-laki.. aku bisa melihat hal lain dari kalian terlebih Reihan memiliki kesukaan yang berbeda dari pria lain, anda sendiri mengerti maksud ku kan pak ?""Ah, ya ampun.. " Max menyentuh dahinya.
" ..kamu benar-benar tidak mau mendengarkan apa yang orang lain katakan""Aku tau maka dari itu aku bertanya" Michael berdiri dari posisi duduknya lalu melangkah kearah kursi Max.
"Ap-apa ?" Max tidak mengerti apa yang Michael ingin lakukan berdiri sedekat ini dengannya.
Perlahan tangan Michael bergerak menarik kerah baju kerja Max.
"Hei.. apa-apaan ini ?" Max menahan tangan Michael.Ternyata Michael mengambil foto leher Max, dia lalu memperlihatkan layar ponselnya pada Max.
Deg!
Max membulatkan matanya saat melihat tanda merah di leher belakanganya.'Ap-apa dia memberi ku tanda malam tadi ? Ak-aku sedikit mabuk jadi aku tidak terlalu ingat' batin Max seraya menyentuh leher belakanganya.
Michael kembali ke tempat duduknya.
"Ku rasa ada serangga nakal yang sudah mengigit leher mu pak" kata Michael dengan tatapan tajam.Max tersenyum kaku.
'Anak ini benar-benar menyebalkan'Michael terus menatap Max seolah meminta Max untuk menjelaskan tanda merah apa di leher belakangnya.
Untuk kesekian kalinya Max menghela nafas, dia kemudian menatap balik Michael.
"Kau tau.. kalau aku bergerak, kemungkinan kamu tidak akan bisa memiliki Reihan bahkan dia akan jauh dari jangkauan mu""Apa ini sebuah pengakuan ?" Tanya Michael dengan seringai di bibirnya.
"Kamu pikir ?" Tanya Max balik.
"Baik...jadi semua ini sudah terlihat jelas dan terima kasih sudah membuka jati diri anda.. "
Michael melirik jam di tangannya.
"...Jam istirahat hampir selesai, tak perlu membayar minuman ku.. bayar saja milik mu pak, permisi"Saat Michael beranjak dari kursinya, Max kembali bersuara.
"Aku tidak akan menganggu hubungan kalian, jalani saja semestinya seolah kamu tidak tau"Michael terkekeh pelan.
"Apakah anda ingin menyerah karena merasa kelelahan ? Anda sudah hampir menjadi juara tapi tiba-tiba menyerah di penghujung permainan hanya karena ada bos utama yang anda pikir tak akan bisa di kalahkan .."Michael tersenyum seolah meremehkan Max.
" ..apakah bos itu aku ? Kalau iya, terima kasih sudah mau menyerah"Michael melangkah pergi meninggalkan Max yang sekarang sudah tersulut emosi, Max mengepalkan kedua tangannya.
"Apa barusan dia menantang ku, anak itu ? Aku di tantang anak SMA, yang benar saja !"Michael menaiki Lift sementara Max menaiki tangga agar bisa sampai lebih dulu dari Michael.
Dengan nafas berat, Max berjalan cepat menemui Reihan yang saat ini berjalan menuju ruangannya seraya memakan cemilan.
"Reihan !" Panggil Max, spontan saja Reihan berbalik menatap Max.
"Hm, kenapa ?" Tanya Reihan sedikit bingung saat melihat temannya ini datang dengan nafas terputus-putus.
Max meremas kedua pundak Reihan.
"Hah.. Ingat .. hah.. satu hal, aku akan kembali berusaha seperti dulu !" Dan bertepatan dengan kata-kata itu, pintu lift terbuka menampilkan Michael disana.Ketiganya saling bertatapan.
Reihan tersenyum kaku saat melihat dua pria berbeda umur ini melempar tatapan kesal satu sama lain.
'Ah.. Apa ini ? Aku merasa seperti tokoh utama dalam drama romansa'.
.Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy ? No Baby (Tamat, BL21+)
RandomAkibat terlalu lama menjomblo akhirnya Reihan memilih acak seseorang yang sesuai dengan seleranya tak perduli orang tersebut sudah miliki pasangan, awalnya semua berjalan mulus hingga satu fakta menampar keras jiwa dan raga Reihan.