Di ruangan serba putih itu, Jessica duduk di samping ranjang rumah sakit dengan infus yang masih terpasang di tangannya. Di ruangan itu Jessica tidak sendiri, dia disana bersama Tiffany.
"Habis menelepon siapa Fany?" Jessica bertanya karena baru saja melihat Tiffany menutup telepon.
"Sinb menelepon ku." jawabnya singkat.
"Kau memberi tahu Sinb aku berada disini?"
"Ya, aku yakin dia juga sedang mencarimu."
Jessica membuang nafasnya kasar, "Kau harusnya tidak perlu memberi tahu Sinb."
Tiffany berjalan mendekat ke arah Jessica, berhenti tepat dihadapan Jessica dengan tangan yang langsung merapikan rambut Jessica yang menutupi sebagian wajah pucatnya itu.
"Kenapa tidak? Sinb kan juga adikmu, adik yang paling kau sayang."
"Aku hanya tidak ingin merepotkan Sinb saja, dan tolong ralat kata-katamu Fany, aku menyayangi kedua adikku tanpa membeda-bedakannya."
"Hehe, maaf, lain kali aku akan mengubahnya." ucap Tiffany.
"Soal kau tidak ingin merepotkan Sinb, sepertinya kau bisa menanyakan itu langsung padanya saat dia sampai disini nanti. Tanya padanya apakah dia merasa direpotkan." ucap Tiffany sambil duduk disamping Jessica.
Jessica terdiam. Mana mungkin dia bisa menanyakan hal seperti itu langsung kepada Sinb, yang ada Sinb pasti marah ataupun ngambek padanya.
"Kenapa diam?"
"Tidak, tapi kurasa aku tidak akan bisa bertanya langsung padanya."
"Karena Sinb akan marah bukan? Itu artinya jawaban Sinb adalah tidak, dia tidak sama sekali merasa direpotkan." ucap Tiffany sambil mengelus tangan Jessica.
"Percayalah, tidak ada seorang adik yang merasa direpotkan oleh kakaknya, jika dia benar-benar menyayangi kakaknya."
Jessica hanya membalasnya dengan anggukkan. Kemudian Tiffany membawa Jessica kedalam dekapannya.
.
.
.
Sinb sudah sampai di rumah sakit dimana Jessica berada. Dia berlari masuk ke dalam untuk mencari dimana ruangan Jessica berada.
Setelah mendapat ruangan Jessica, Sinb masuk dengan membuka pintunya secara kasar. Dua orang yang ada di dalam sana terkejut.
"Eonni, kau baik-baik saja?" tanya Sinb sambil mengatur nafasnya karena berlari.
Jessica berdiri untuk menghampiri Sinb. "Eonni baik-baik saja Sinb. Kenapa kau berlari? Kan sudah eonni bilang untuk tidak terburu-buru."
"Tidak! Eonni duduk saja." Sinb cepat-cepat melarang Jessica yang akan menghampirinya.
Jessica menurut, dia kembali duduk. "Kau baik-baik saja Sinb? Anemia mu tida-" belum selesai Jessica bicara Sinb langsung menyelanya.
"Aku baik-baik saja, seharusnya eonni memikirkan diri sendiri bukan aku." ucap Sinb berjalan mendekat pada Jessica.
Tiffany yang ada disana hanya menggelengkan kepalanya melihat dua saudara itu.
"Yakk! Kalian berdua itu sama saja selalu mementingkan orang lain dari pada diri sendiri, jadi tidak usah ribut!" Tiffany ngegas.
"Hehehe...." Keduanya sama-sama terkikik karena perkataan Tiffany.
.
.
.
Jessica sudah diperbolehkan pulang, tetapi sebelum pulang dokter yang tadi menanganinya meminta Jessica serta Sinb ke ruangannya.
Di dalam ruangan Jessica serta Sinb duduk tepat dihadapan dokter tersebut.
"Jadi apa yang ingin dokter sampaikan?" Sinb lebih dulu bersuara."Sebelumnya saya ingin bertanya kepada pasien, apakah anda pernah mengalami mimisan? Atau muntah darah?" tanya dokter dihadapannya.
Jessica diam sesaat, "Pernah, beberapa kali dok." jawab Jessica dengan hati-hati karena Sinb berada tepat disampingnya.
"Kenapa eonni tidak pernah memberi tahu ku?" tanya Sinb dengan wajah kecewanya.
"Maaf Sinb."
"Sebelumnya saya minta maaf, tapi saya memang harus menyampaikan ini."
"Setalah tadi saya melakukan beberapa pemeriksaan, saya menemukan penyakit yang begitu berbahaya dalam tubuh pasien...." Dokter tersebut menjeda kalimatnya.
Sinb dan Jessica mulai memasang raut wajah yang terlihat sangat serius.
"Pasien mengidap penyakit leukimia stadium akhir."Terkejut, Jessica pasrah akan diaknosa dokter tersebut. Sementara Sinb tidak percaya akan perkataan dokter tersebut.
"Leukimia? Stadium akhir? Gak mungkin." ucap Sinb tidak terima.
"Maaf, tapi itulah kenyataannya." Dokter tersebut kembali meminta maaf.
Sinb langsung berdiri dari duduknya dan keluar begitu saja dari ruangan itu. Jessica menghela nafasnya dalam-dalam, "Saya permisi dulu, dok." ucap Jessica sambil membungkuk pada dokter tersebut.
"Sebentar." belum sempat melangkah dokter tersebut menghentikan Jessica dan memberikannya sebuah resep obat. "Tebuslah resep obat ini, dan minum sesuai dosisnya."
Jessica mengangguk lalu kembali membungkuk pada dokter tersebut, kemudian keluar dari ruangannya.
.
.
.
Setelah menebus resep obat yang di berikan dokter, Jessica menghampiri Tiffany yang menunggunya.
"Sudah selesai?" tanya Tiffany.
"Eoh, tadi Sinb kemana?" tanya Jessica balik.
"Di mobil. Sebenarnya apa yang terjadi sampai Sinb terlihat marah seperti tadi?"
"Akan ku jelaskan di mobil." jawab Jessica dengan suara lemahnya.
Saat masuk ke mobil, Jessica melihat Sinb yang bersedekap dada namun dengan mata yang sembab seperti habis menangis.
Jessica langsung memberikan selembar tisu, "Maaf, maaf membuatmu kecewa."
Sinb hanya diam, dia tidak membalas maupun mengambil tisu yang diberikan Jessica.
"Sebenarnya ada apa?" tanya Tiffany penasaran.
"Fany, maaf, hidupku sepertinya akan segera berakhir."
"Maksudmu?"
"Leukimia. Aku mengidap leukimia."
Terkejut, tentu saja itu yang dirasakan Tiffany saat ini. "Apa?! Jangan bercanda Jessi." Tiffany menatap Jessica intens.
"Aku tidak bercanda Fany." Jessica balik menatap Tiffany.
Hening, semua diam karena syok dengan kenyataan yang baru saja terungkap. Perasaan ketiganya campur aduk, tidak tau apa yang harus diutarakan lagi.
Keheningan itu pecah saat terdengar suara isak tangis dari kursi belakang. Sinb, dia sedang terisak di sana, membayangkan besarnya penderitaan sang kakak dan membayangkan bagaimana jika nanti Jessica meninggalkannya serta dia yang harus hidup tanpa kakaknya itu.
Jessica meraih tangan Sinb, "Jangan menangis Sinb, eonni baik-baik saja." Jessica berusaha meyakinkan Sinb.
Namun bukannya berhenti menangis, isakan kecil itu berubah menjadi tangisan yang begitu menyakitkan, Sinb terisak lebih keras dari yang tadi. Mendengar itu Jessica langsung keluar dari mobil dan pindah duduk di belakang, tepat disamping Sinb.
Memeluk erat tubuh Sinb, seperti tidak ingin dilepaskan sama sekali. Tangisan Sinb makin menjadi saat Jessica mendekapnya dengan begitu dalam.
.
.
.❄❄❄
Maaf baru bisa update, dan semoga terhibur
KAMU SEDANG MEMBACA
Leukimia || JSY
FanfictionJessica Jung, seseorang yang dipaksa untuk hidup dengan semua rasa sakit dan luka dari orang-orang terdekatnya. Tak seorang pun mengharapkan hadirnya. Selalu mendapatkan perlakuan yang tidak adil, bahkan dirinya selalu dibanding-bandingkan dengan k...