Dua

554 54 1
                                    

Untuk pertama kali dalam hidup berat badan Zee mencapai 68 kilogram. Ini serius? Zee bahkan berulang kali mengganti timbangan lalu meninmbang badannya dan hasilnya sama, berat badannya memang 68 kilogram. Ah, dia bahkan lupa makhluk kecil itu juga ikut andil membuat bobot badannya naik drastis. Padahal badan Zee dulu salah satu yang ideal. Dia bisa mempertahankan beratnya di angka 55 kilogram dengan tinggi 163 cm.

"Masih aja gak percaya kalau gendut."

Zee mendongak ke arah ambang pintu. Ia mengerucutkan bibirnya melihat Chiko lah rupanya yang tega-teganya berbicara seperti itu. Laki-laki itu meletakan sekresek makanan sebelum duduk di kursi samping nakas.

"Kamu gendut tapi tetep cantik kok, Zee."

Mendengar itu Zee hanya memutar matanya malas. "Mulut kamu banyak semutnya ya, Kak? manis banget kalau ngomong!"

Chiko tergelak disana.

Zee menyimpan timbangan itu, lantas duduk di tepi ranjang. Dia dan Chiko kini duduk bersebrangan. "Katanya kamu gak bisa jemput? Kenapa sekarang tiba-tiba disini?" tanya Zee heran.

"Awalnya gak ada niatan nyusul ke sini. Tapi, kalau dipikir-pikir saya juga gak tega biarin kamu pulang sendirian pakai ojol. Saya khawatir."

Chiko Tanuwijaya khawatir padanya? Zee masih belum percaya.

"Ini kamu bawa apa?" intip Zee pada kantong kresek yang dibawa siaminya.

"Martabak buat kamu." kata Chiko.

"Tahu aja aku laper tengah malam gini." kata Zee sembari melahap sepotong martabak manis itu.

"Pulang sekarang?"

Rahang Zee yang mengunyah jadi memelan sekarang. "Apa ini gak kemalaman buat balik? Lagian aku masih kagen Mama."

Chiko mengangguk.

"Gak apa kan?" tanya Zee.

"Iya gak apa. Kamu kalau mau tidur duluan silahkan. Saya mau ngerokok dulu diluar."


.......

"Baru pulang, Shan?"

Saat itu yang Zee lihat raut wajah Shani terkejut ketika melihat kehadiran Chiko di depannya. Wajah itu memerah seperti menahan amarah, namun terasa pilu saat Chiko mencoba memeluknya.

Iya, Chiko baru saja memeluk Shani. Demi apapun Chiko jahat melakukan ini walau tidak terang-terangan di depannya.

"Lepasin aku, Chiko!"

"Shan Shani, aku minta maaf."

"Kamu udah berulang kali bilang itu, ko!"

"Karena aku mau memperbaikinya, Shan."

"Apa yang mau diperbaikin?" Shani mendorong bahu Chiko agar sedikut menjauh darinya. "Nyatanya kamu milih Zee kan?"

"Aku nggak milih Zee, aku hanya memilih anak aku, Shan. Aku mohon pengertian kamu!"

Demi apapun air mata Zee lolos begitu saja, udara sekitar seakan pergi, punggungnya luruh dibalik pintu kayu itu bersamaan sesak di dadanya. Malam itu Zee adalah wanita tercengang.

Bahkan di saat Chiko kembali tertidur di sebelahnya Zee masih diam-diam menangis, terisak pelan. Apalagi Chiko yang terus memukul dinding kamar, meluapkan kekesalnya. Malam ini adalah saksi betapa hancur keduanya.

"Zee, saya tahu kamu belum tidur. Saya tahu kamu melihat apa yang barusan terjadi." ada jeda yang laki-laki itu ambil, lantas ia membalikan badannya, menatap punggung Azizi yang rapuh malam ini.

Go Easy On MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang