Part 6 A+

7 1 0
                                    

(Terdkawa)


“Permisi, pak.” Paggil Arga membuat langkah pengacara itu berhenti dan berbalik badan.

“Ada apa, pak?” tanya pengacara itu.

“Kalau boleh tau jam berapa persidangan besok dilakukan?” tanya Arga.

“Jam 9 pagi.” Jawab pengacara itu.
Keesokan harinya, waktu persidangan telah dimulai.

"Jaksa, silahkan baca tuntutan anda." Hakim mempersilahkan seorang jaksa wanita untuk membaca tuntutannya.

Jaksa itupun menjelaskan bahwa Jefry didakwa sebagai kasus pelaku percobaan pembunuhan Vany.
Hakim mempersilahkan Jefry (Terdakwa) untuk memberikan pernyataan. Dan dengan tegas pengacara yang kemarin Arga temui menjelaskan bahwa dia dan terdakwa tidak mengakui tuntutan yang diajukan oleh jaksa. Mereka yakin tidak bersalah. Mendengar itu, semua orang tampak terkejut dengan apa yang baru pengacara itu katakan.
Arga yang juga berada dipersidangan itu tak sengaja melihat Zegran yang juga ada pada persidangan itu sembari membawa sebuah kamera.

"Terdakwa menikam Vany dengan pisau dapur. Lalu terdakwa menghampiri koraban dan menyekap wajah korban untuk membunuhnya." jelas jaksa itu.

kemudian jaksa itu memperlihatkan barang bukti yang ada, berupa pisau dapur dan foto kasur yang berlumuran darah.

"Menurut tim forensik nasional sudah dipastikan sidik jari pada pegangan pisau adalah milik Jefry. dan DNA dan komponen riasan Vany ditemukan pada bantal tersebut. Lalu berdasarkan TKP, Itu sudah membuktikan bahwa Jefry mencoba membunuh Vany. Dengan ini saya akan menuntut terdakwah 20 tahun penjara." jelas dan tuntut Jaksa itu membuat satu ruangan itu riuh.
Pengacara itu maju untuk memberikan pembelaan. Dia memperlihatkan foto luka memar yang ada pada wajah Jefry.

"Di TKP, polisi tidak memberikan kesempatan menjelaskan atau memberi pertolongan pertama pada korban. Mereka malah menodongkan senjata, menyerang, dan memborgol terdakwa. Yang dilakukan terdakwa hanyalah ingin menolong korban." jelas pengacara itu, memberikan pembelaan.

"Begitukah menurut anda?" tanya hakim dan pengacara itu mengangguk.

"Yang mulia," jaksa itu ingin menyanggah argumen pengacara itu.
"Diterima." ucap Hakim itu menerima pembelaan pengacara.

Jaksa itu tidak terima, karena menurutnya itu argumen tidak berdasar. Pengacara itu kembali membalas bahwa argumen jaksa itu juga tidak berdasar. Dan hakim menerima pernyataan tersebut, dia meminta mereka berdua memberikan argumen berdasarkan fakta.

Pengacara itu meminta maaf, lalu dia melanjutkan pembelaannya. "Satu fakta, yang paling penting adalah, baik saya ataupun jaksa, atau siapapun di sini tidak melihat kejadian di kamar itu. Benarkah Jefry mencoba membunuh korban? Atau dia hanya mencoba menyelamatkan korban yang sudah ditikam terlebih dahulu dan tidak sadarkan diri? Tidak ada yang tau kebenarannya selain mereka berdua. Tolong ingat itu," jelas Pengacara, dan hakim menerimanaya. 

"Terdakwa Jefry Septian sebagai saksi pertama." Jaksa memberitahu hakim bahwa dia memilih Jefry untuk jadi saksi pertama.

Jaksa itu berdiri menghampiri Jefry yang duduk di tengah. "Anda mengklaim memiliki hubungan dengan saudara Devany Anjelika, si korban?" 

Jefry menatap pengacara itu. "Ya. Dia pacarku." Jawab Jefry membuat orang-orang distu mulai berbisik-bisik.

"Anda punya sesuatu yang bisa membuktikan hubungan anda dengan Vany? Pernyataan teman sekelas kalian atau mungkin foto? Apapun itu." jaksa itu meminta bukti.

"Tidak ada yang tau. Vany tidak mau murid lain membicarakan kami. Jadi kami merahasiakannya. Dia juga tidak mau meninggalkan rekaman atau foto." jelas Jefry.

Jaksa itu mengangguk dan menghadap hakim. "Tidak ada satupun bukti yang Jefry dapat berikan. Jadi mungkin saja Jefry telah salah memahami kasih sayang sepihak sebagai hubungan dua arah." jelas jaksa itu. Mendengar perkataan itu, Jefry menatap tajam jaksa.
Jaksa yang melihat tatapan itu mengabaikannya dan menunjukkan pada hakim, bukti pernyataan dari teman sekelas yang mengatakan Jefry sering menguntit dan meneror Vany.

"Tidak. Itu bohong." teriak Jefry menyangkal.

"Saya sudah menyerahkan kesaksian mereka sebagai bukti," kata jaksa itu memberikan berkas yang dimilikinya.

Hakim memberikan kesempatan kesempatan kepada pengacara untuk membela. Dan pengacara itu meminta waktu untuk meninjau berkas tersebut usai persidangan.

"Anda menguntit dan mengikuti korban kerumahnya. Saat situasi melenceng dari rencana, anda menikamnya dengan pisau. Anda bahkan diskors dari sekolah karena menyerang anak laki-laki yang mendekati Vany. Obsesi anda ektrem hingga menjadi mengerikan," Kata jaksa itu dengan tajak pada Jefry.
Ketika jaksa telah  selesai berbicara, hakim memberikan pengacara itu kesempatan untuk berbicara dan pengacara itu berdiri. "Sebelum mulai, izinkan saya minta maaf kepada semua hadirin, karena saya nyaris mengeluarkan pernyataan palsu." mendengar itu Arga semakin bingung apa yang sebenarnya terjadi.

“Argumen terdakwa bahwa ia memiliki hubungan dengan korban  hanya berdasarkan opini dan kenangan pribadinya. Terdakwa menganggap korban sebagai pacarnya. Meski demikian, saya mengakui korban mungkin melihat hubungan itu dengan pandangan berbeda.” Kata pengacara menjelaskan pada hakim.

Jkasa itu berdiri hendak menegur pengacar. “Apa anda sedang bermain-main di persidangan?” tanya jaksa itu.

“Tidak, di sini saya hanya ingin membenarkan saja.” Jawab pengacara itu. Pengacar itu kemudian memperlihatkan bukti yang dimilikinya, yaitu foto Vany bersama seorang pria yang lebih tua darinya. Melihat itu, Jefry tampak kaget, sementara semua orang tampak bingung.

“Korban Vany berhubungan Sex dengan pria dewasa. Dengan kata lain, dia melacurkan dirinya.” Kata pengacara itu pada Hakim.

“Keberatan, yang mulia. Dari mana anda tau kalau korban melakukan hubungan sex denga pria dewasa?” tanya Jaksa itu.

“Hmm ... saya hanya menebak berdasarkan informasi.” Jawab pengacara itu.

Mendengar itu semua orang terkejut. Jaksa itu protes, karena itu bukanlah fakta melainkan opini semata. Hakim dengan tegas menyuruh Jaksa itu agar tenang dan mendengarkan pengacara itu untuk bicara. Jadi karena itu, jaksa pun duduk kembali ke tempatnya. Semenyatara pengacara melanjutkan kembali penjelasannya. “Tentu saja korban melakukan hal itu, bukan berarti korban pantas dibunuh.”

“Korban Vany dikenal sebagai siswa panutan dengan nilai cemerlang. Namun, dia menyembunyikan sesuatau. Dia menemui pria dewasa di hotel seperti ini,” Kata pengacara itu, menjelaskan.

Mendengar penjelasan itu, Jefry mengepalkan tangannya, tampak menahan emosi.

“Siapapun dia sebenarnya, pelakunya harus ditemukan dan dihukum. Pertanyaannya, apakah terdakwa di sini yang harus hukum?” tanya pengacara itu kepada hakim sambil menunjuk ke arah Jefry.

“Rumah korban, lokasi terjadinya kejahatan, bukannlah apartemen biasa. Rumah bandar ekslusif, mungkin sebutan yang lebih pas. Meski ada kamera CCTV, demi menjaga  privasi penghuni, mereka hanya memakai CCTV untuk pengawasan waktu nyata. Oleh karena itu, tidak ada bukti rekaman CCTV. Kejaksaan pasti sudah tau itu,” jelas pengacara pada hakim.

Let's Go To SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang