"akhhiksss... aku ingin sekolah hiks hiks..". menangis tersedu-sedu dalam kamar yang terkunci, gadis itu meratapi nasibnya yang mungkin tidak akan lanjut sekolah karena masalah keuangan.
Namaku Ega Nanda, umur 15 tahun yang masih duduk dibangku SMP kelas IX. Aku tinggal bersama Kakek, Nenek dan Ibuku. Ibuku hanya ibu rumah tangga biasa yang selalu tinggal di rumah karena depresi ditinggalkan oleh Ayah. Ayah meninggalkan kami kira-kira saat umurku 5 (lima) tahun. Niatnya ingin mencari kerja ke luar Negeri namun saat itu kami kehilangan kontak. Kakek yang umurnya sudah terbilang sangat tua masih mampu menafkahi kami dan menjadi sosok seorang ayah untukku.
"Ega sini nak" panggil kakek dengan suara serak yang sudah menjadi khasnya.
"bagaimana dengan tes nya?"
Menunduk dengan penuh kebingungan untuk menjawab pertanyaan dari pria itu "aduhh jujur ngak yaa. Bagaimana ini?" keluh gadis itu dalam hati.
"ma-af Kek, aku ngak lolos masuk ke sekolah Negeri" akhirnya Ega angkat bicara dengan terbata-bata dan penuh keraguan.
Ega merasa bersalah melihat wajah pria itu yang terdiam dengan penuh beban, merasa bingung dengan situasi. Karena rasa bersalah itu Ega tidak mampu menahan bendungan air matanya. Menangis histeris tak kuasa mengahadapi kenyataan. "hiks hiks"
"sudah-sudah tidak apa-apa. Semua yang kita terima tidak mesti yang enaknya saja kan, sudah" hibur Kakek.
●●●
Karena tidak ingin terlalu menjadi beban, Ega akhirnya kepikiran untuk mencari kerja. Ia mengelilingi perkotaan mencari kerja. Ia tidak menyerah meski sudah beberapa toko dan warung yang ia kunjungi telah menolaknya.
"permisi Bu" sapa Ega kepada pekerja di warung makan di tepi taman kota.
"iya, mau pesan apa neng?" tawar si Ibu.
"ehh tidak Bu, saya lagi cari kerja, kira-kira Ibu butuh karyawan ngak?" pinta Ega
"aduhh maaf neng, ibu sudah punya 2 karyawan, itu sudah cukup. Maaf ya neng" tolak Ibu
"oiya Ibu, makasih. Permisi"
Ega pulang dengan membawa penat namun tak membawa kabar baik.
●●●
Waktunya tes masuk SMA, Ega beranikan diri ikut tes di SMA Pelita Harapan dimana sekolah itu adalah sekolah swasta. Ega was-was dengan hasil ujiannya. Dia berharap agar hasilnya memuaskan. Dan benar ketika pengumuman hasil tes, Ega berada pada rangking 2 (dua). Ia benar-benar terharu hingga mengangis. Apresiasi dari sekolah kepada para rangking umum akan mendapatkan potongan harga uang sekolah. Ega diberikan potongan harga sebesar 50%.
Kakek yang mendengar kabar dari Ega, bereaksi aneh. Dia terlihat tersenyum namun juga terlihat penuh beban. Ega merasakan ekspresi aneh Kakek. "apakah uang sekolah 50% nya lagi masih menjadi begitu berat bagi kakek?, lalu aku harus bagaimana? Apakah aku tidak usah sekolah?. Tuhan... aku ingin sekolah ?" Kini mata gadis itu mulai berkaca-kaca. Ia berusaha tetap tenang dan halau dari hadapan kakek.
Hari-hari selanjutnya Ega masih pergi ke sekolah, hingga pada pertengahan semester. Ia terlihat letih ketika pulang menghada kepala sekolah serta wali kelasnya. Matanya yang merah menandakan ia baru saja menangis. Ia mengusap air matanya dengan kasar. Tak Ia sangka akan keluar dari sekolah karena tidak mampu membayar uang sekolah.
Seorang yang mengikutinya berteriak memanggil. "Ega!" panggil wali kelasnya.
"i-iya Bu" Ega berbalik dan merespon.
"ikut ke ruangan saya sebentar ya" pinta wali kelas.
"baik Bu"
Saat berada di ruang guru yang suasanya sepi karena masih jam pelajaran, Bu Neti yang selaku wali kelas Ega angkat bicara " Ega, saya paham tentang kondisi kamu dan keluarga kamu" beberpa detik hening karena yang diajak bicara hanya menunduk berusaha menahan tangis.
"oya Ega, saya punya adik, dokter, kebetulan ia tinggal sendiri. Dia lagi cari orang untuk jaga rumah dan bersih-bersih, semua uang sekolah serta keperluan kamu pasti ditanggung, asalkan kamu rajin. Bagaimana, kamu mau?"tawar Bu Neti.
Ega merasa senang mendengar tawaran Ibu Neti, namun ia tidak bisa mengambil keputusan sendiri. "boleh aku Tanya kakek ku dulu Bu"
"oo iyaa besok kasih tahu saya ya bagaimana tanggapan kakek" kata Ibu Neti dan diiyakan oleh Ega.
●●●
Dirumah saat makan malam, Ega menceritakan tentang saat ia di panggil ke ruang Kepala Sekolah hingga tawaran dari Ibu Neti, ia ceritakan dengan mata yang berbinar-binar. Kakek pun berhenti makan menangis mendengar kabar dari cucunya.
"maafkan kakek yang tidak becus untuk menyekolahkan kamu" kata kakek dengan berlinang air mata.
"maafin aku juga kek, terus memaksakan untuk sekolah hiks hiks"
"belajar ya, jangan kecewakan kami dan orang yang membantumu, balas mereka kelak dengan hasil jerih payahmu" nasehat kakek.
"pasti Kek," Ega menepis dengan kasar air matanya yang berjatuhan.
Hari-hari Ega kini makin sibuk, pagi ia ke sekolah, sorenya ia membersihkan semua pekarangan rumah hingga ke taman. Dan saat malam ia kembali belajar dengan tekunnya untuk tidak mengecewakan semua orang yang sayang padanya.
Rantepao, 18 Februari 2022
KAMU SEDANG MEMBACA
TITIK TEMU KEHIDUPAN
Short Story"akhhiksss... aku ingin sekolah hiks hiks..". menangis tersedu-sedu dalam kamar yang terkunci, gadis itu meratapi nasibnya yang mungkin tidak akan lanjut sekolah karena masalah keuangan.