Langit. Langit memang indah, tak peduli siang atau malam, bulan maupun matahari yang menghiasi, langit tetaplah merupakan suatu yang indah. Melihat awan yang berarak membuatku dapat merasa begitu senang, terutama dengan suara guru sebagai latarnya.
Saat sedang asyik memperhatikan langit, sebuah sentuhan pelan di punggungku mengusik. Aku menoleh pada anak yang mengganggu lamunanku dan melihatnya menyodorkan secarik kertas.Kuambil kertas tersebut, lalu membuka lipatannya. Sebuah kata tertera di bagian atas kertas. "Kau masih ingat dengan rencananya kan?" kata itu membuatku mengernyitkan alis.
"Oh, tentu saja aku masih ingat. Rencana yang mana?" tulisku di bawah kata tadi. Kertas itu kukembalikan pada Toki yang duduk di belakangku. Dengan cepat kertas itu kembali padaku dengan bentuk bola tak karuan. Bola itu kubuka dan kusadari sebuah kata baru tertera "Rencana pencurian diary Mai". Kertas itu kukembalikan lagi padanya hanya dengan sebuah tambahan kata "Ya" dibawahnya.
Membuat rencana seperti ini merupakan sebuah kebiasaan nyeleneh yang sering kami lakukan. Melakukan hal-hal konyol tak berguna tanpa membiarkan seorang pun mengetahuinya. Entah sejak kapan kami memulainya, yang jelas, hal ini telah menjadi hal yang berharga dalam kehidupan SMA kami.
Hari ini, kami berencana untuk mencuri -maksudku meminjam sebentar- sebuah diary dari seorang gadis bernama Mai. Mai adalah gadis pendiam yang aneh, menurutku sih. Dia memiliki kebiasaan untuk menulis diary pada jam istirahat, kebiasaan yang cukup jarang sekarang, dan yang lebih mengherankan lagi menyimpannya di loker sepatunya.
Kriiiiiing, bunyi bel sekolah menjadi tanda untuk dimulainya misi kami. Mission start, terngiang suara itu dalam kepalaku.
Sesuai rencana, Toki berdiri dari tempat duduknya kemudian berjalan mendekati Mai.
"Mai, ikutlah denganku!" bisiknya, aku hanya dapat menebak dari gerak bibirnya.
"Ehhhhh? K-kenapa?" Jawab Mai dengan bingung. Nampaknya ia tak mengerti maksud dari tindakan Toki.
"Kumohon, ikut saja denganku" Toki memaksanya, memberikan sebuah tatapan yang penuh determinasi.
"ta-tapiiii..."
Tanpa membiarkan Mai menyelesaikan ucapannya, Toki langsung menarik lengan Mai dan menyeretnya keluar kelas. Seisi kelas tentu kaget melihatnya, dan gossip mulai menyebar seketika. Aku hanya dapat menahan tawa melihat kejadian itu. Kasihan juga sih Mai harus menjadi bahan gosip akibat ulah bodoh dari Toki. (Adegan itu di luar rencana kami yaitu menarik perhatian Mai selama mungkin.)
Kembali pada misi, aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan keluar kelas.
Aku berjalan melewati arus balik dari murid-murid yang pergi ke kantin menuju loker sepatu yang terletak di depan pintu keluar sekolah.
Sesampainya di depan loker, segera kukeluarkan alat ajaib yang akan kugunakan untuk membobol loker milik Mai, yaitu kunci lokerku sendiri. Kumasukkan ujung kunci itu pada lubang kunci dan mulai kuputar .Belum ganjil 11 detik aku menghitung, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan.
"Hei, sepertinya kita salah arah!" Suara Toki menggema di koridor yang tak berpenghuni.
Suara itu kemudian diikuti dengan suara pelan seorang gadis. Dasar bodoh, bukankah dalam rencana untuk menarik perhatian selama mungkin? Masa durasinya hanya 5 menit. Untung saja dia cukup cerdas untuk berteriak, sehingga aku dapat mengetahui posisi mereka dan menurut perkiraanku masih ada cukup waktu. Keberuntungan bernaung padaku karena loker tiba-tiba terbuka. Segera kuambil buku merah muda yang tergelatak di bawah sepatu dan menyembunyikannya di balik bajuku.
Kututup loker dengan pelan, memastikan tak ada suara yang timbul. Aku mulai mengunci loker itu kembali. "Ukh, ini sulit..." aku bertarung mati-matian berusaha untuk mengunci kembali loker. Cklak! Bunyi itu keluar menandakan terkuncinya locker juga menandai keberhasilan misi.
"Saito-kun?" Mai berkata dengan kaget. "Sedang apa di sini?" tanyanya heran dan bingung.
"Eng, akuuuu.... Akuuu sedang memeriksa lokerku" jawabku sambil menunjuk pada lokerku yang berada tepat di sebelah milik Mai. Wah, aku baru menyadari bahwa aku cukup mujur.
"Memeriksa?"
"Wah, mengecek surat dari fans mu lagi ya, Saito? Mereka cukup gigih ya?" Toki menyelaku sebelum aku dapat mengucapkan sepatah kata. Aku pun hanya bisa menjawabnya dengan "ya" sambil sedikit mengeluarkan tawa meskipun aku tidak menyukai ide dari perkataannya.
"Oh, benarkah?" jawabnya terkejut dan juga terdengar sedikit kecewa. Aku penasaran mengapa ia bisa kecewa. Mai lalu berjalan ke arah lokernya.
"Eh??? Di..."
"Ada apa?" Aku dan Toki menyela bersamaan.
"Ah, bukan apa-apa..." mukanya memucat seketika itu juga, membuatku merasa sedikit bersalah. Mukanya tampak meragukan kebetulan dan kejanggalan yang terjadi. "Toki-kun, apakah kau masih ada keperluan denganku?"
"Ah, tidak, sudah ada Saito di sini. Mungkin dia dapat membantuku. Lain kali aku minta bantuanmu lagi" Aku tak mengerti satupun ucapan yang ia katakan, akan tetapi aku tak peduli dengan hal seperti itu.
Setelah itu, Ia pergi meninggalkan kami. Kami menghela nafas dalam-dalam setelahnya. "Jadi kau mendapatkannya?" Tanya Toki.
"Ya, tapi aku merasa sedikit bersalah...."
"Tak apa-apa, kita akan mengambalikannya nanti."
Mission success, suara yang sama terngiang kembali kali ini dengan sebuah nada victory.
Bel akhir istirahat berbunyi dan kami pun masuk ke dalam kelas.
-------
Jam makan siang
Sebungkus roti masing-masing berada pada genggaman kami. Kami berjalan menuju hideout kami yang berada di atap sekolah.
"Hey, Toki, rasanya akhir-akhir ini, kita menjadi lebih sibuk?" Seperti yang kubilang, biasanya kita melakukan aksi selama seminggu sekali, namun menjadi 3 hari sekali belakangan ini.
"Ituuu....." Sebelum melanjutkan kata-katanya ia tersenyum seolah menahan dan menyembunyikan sesuatu "Aku hanya iseng saja." Kata-kata terakhir tersebut sedikit menggangguku. Otakku tidak dapat menerima logika bahwa perpindahan rencana itu hanya karena iseng, apalagi dengan reaksinya barusan. Aku mencurigai sesuatu.
Toki kemudian menjulurkan tangannya padaku dan meminta diary milik Mai yang masih kusimpan di balik bajuku. Aku menaruhnya di telapak tangannya dan ia mulai membacanya. Awalnya ia menunjukkan muka yang terlihat serius, lalu, sedikit demi sedikit ia mulai melebarkan bibirnya dan kemudian tertawa terpingkal-pingkal. Aku menatapnya dengan heran, apa sih yang ada dalam diary cewek pendiam itu sehingga membuatnya tertawa?
Buku itu kemudian diserahkannya padaku tanpa berkata apa-apa. Aku pun mulai membuka halaman pertama dari buku . Pada halaman pertama, Mai hanya menuliskan aktifitasnya pada hari itu, aktifitas yang dilakukan perempuan pada umumnya. Halaman berikutnya dilanjutkan tentang cowok yang membuatnya tertarik.Hee, dia bisa juga ya suka sama cowok? Aku buru-buru menyangkal pikiran itu, dia juga gadis remaja biasa jadi itu wajar.
Dia menulis detil dari lelaki yang membuatnya tertarik. Pendiam, cerdas, tenang tapi menghanyutkan. Wah, dia lebay juga menuliskannya.
Aku mencoba membayangkan gambaran laki-laki tersebut. Hmm, tak seorang pun muncul di benakku, tidak ada seorang seperti ini di kelas kami. Mungkin saja dari kelas lain.
Aku membalikkan lembarannya. Namanya adalah Saito Hayase. Rupanya akulah cowok yang pendiam, cerdas dan tenang tapi menghanyutkan itu. Lho,itu aku? Aku gak salah lihat kan? Aku mengusap kembali mataku. Nama yang sama masih tertera pada bagian buku.
Melihat tingkah lakuku yang aneh, tawa Toki kembali meledak.
"Hei, apa yang kau tertawakan?" tanyaku kesal.
"Aku hanya tidak menyangka cowok payah yang tak menarik sepertimu bisa ada yang suka." Telingaku terasa sedikit panas mendengarnya. " Dia bilang tenang tapi menghanyutkan. Hahahahahaha, lucu sekali."
Kesal aku mendengarnya. Akan tetapi aku sendiri tak dapat menyangkanya dapat menyukaiku. Aku tak dapat menahan pipiku yang semakin memerah.
Toki menyadari perbedaan rona wajahku yang semakin tersipu malu. Dan tawanya semakin menjadi-jadi. Aku hanya dapat menghela nafasku dan menggelengkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayonara
Teen FictionTak kusangka, kalimat perpisahan itu harus kita alami dalam waktu yang dekat ini.