Sisa jam pelajaran aku isi dengan menatap langit dan awan yang bergerak. Saat bel pulang telah berbunyi, wali kelas kami menghentikan kami sebelum kami keluar dari kelas.
"Sebelumnya, aku ingin memberitahukan sebuah berita penting pada kalian semua"
Anak-anak yang telah bersiap untuk pergi dari ruang kelas kembali ke tempat duduk mereka, pekikan kecewa meluncur keluar dari mulut setiap anak.
"Salah satu teman kalian mulai dua hari ke depan akan pergi meninggalkan kelas ini dan bersekolah di tempat lain"
Keributan, rasa penasaran serta cemas mulai tampak dalam seisi kelas. Mereka takut apabila teman baik mereka secara tiba-tiba akan pindah sekolah. Kelas menjadi gaduh dengan spekulasi yang terlontar di mana-mana.
"Tenang, tenang." Saat kelas telah tenang bapak guru kembali melanjutkan pengumannya. " Siswa itu adalah Tachibana Toki, ia akan pindah ke Tokyo mulai sabtu depan"
Kalimat terakhir itu mengagetkanku. Aku terdiam selama beberapa saat dan semua hal menjadi tak dapat terdengar. Aku tak dapat mempercayai apa yang dikatakan oleh wali kelas kami. Bagaimana mungkin Toki tak pernah bercerita padaku? Otakku terasa runyam memikirkannya.
Anak-anak mulai pergi meninggalkan kelas segera setelah wali kelas kami meninggalkan ruangan. Mengetahui Toki yang akan pindah, sebagian besar kelas keluar begitu saja tanpa peduli. Hanya segelintir murid saja yang masih membicarakannya.
Kelas pun menjadi kosong. Aku menghampiri Toki, tanpa berbicara sepatah katapun, kami keluar meninggalkan kelas bersama.
Suasana itu menetap bahkan hingga kita telah berada setengah jalan dari rumah kami.
"Hei, apa kau ada ide untuk besok?" Hanya kata itu yang meluncur dari mulut Toki setelah sekian lama kita berdiam diri. Sama sekali bukan hal yang ingin kudengar.
"Ide, ya? Aku tidak memikirkan soal ide sama sekali." Jawabku ketus. Aku lalu menggerakkan mataku menuju Toki yang berjalan disampingku. "Pantas saja sikapmu aneh. Rupanya... Mengapa tak memberitahuku?" Aku bertanya dengan nada yang kesal.
"Memberitahu atau tidak, itu urusanku! Lebih baik kau tidak usah cerewet soal itu!" bentaknya dengan suara yang lantang dan keras. Ya, dia memang seperti itu, bermulut kasar juga tempramental. Ditambah dengan badannya yang besar dan kekar, ia tampak mengerikan saat marah. Karena itulah ia tidak memiliki banyak teman. Aku telah terbiasa dengan sikapnya yang seperti itu.
Aku mengarahkan mataku menuju pada matahari yang terbenam. Telah berapa lama kami berjalan pulang bersama di bawah sinar ini? Dan 2 hari lagi kami tak akan dapat berjalan seperti ini lagi. Aku mulai memikirkan tentang hari-hari kita bersama, hari-hari yang indah bagiku. Berat rasanya memikirkan hal itu, dan mungkin inilah alasan mengapa ia tak memberitahuku.
"Hei, aku mendapatkan ide tentang apa yang harus kita lakukan besok." Melebarkan matanya yang tadi disipitkannya, Toki mencoba menenangkan dirinya dan mulai memasukkan apa yang kukatakan barusan.
"Oh ya, apa?"
"Kau tahu menara tinggi di sekolah bukan?"
"Tentu, lalu?"
"Kita akan mencorat-coret bagian depan bangunan tersebut" Toki mengiyakan rencana tersebut. Menurutku ini cocok, karena tak memerlukan rencana yang panjang dan alatnya pun cukup mudah didapat.
Kami kemudian membahas tentang rencana kami tersebut dan mengumpulkan bahan-bahan yang kami perlukan. Selesai dengan persiapan, kami pulang menuju rumah kami masing-masing dengan rencana terakhir itu di pikiran kami.
------
Akhir jam sekolah, beberapa anak menyemangati Toki dan mengucapkan salam perpisahan padanya sebelum keluar dan pulang ke rumah mereka. Kami mulai keluar saat kelas kosong, akan tetapi kami tak segera pulang menuju rumah. Kami bersembunyi di dekat bangunan tua sekolah.
Saat sekolah mulai tak berpenghuni, kami mulai beraksi. Setelah memastikan tak ada yang mengikuti kami, aku dan Toki mulai berjalan menuju bangunan kotak yang menjulang tinggi di tengah bagian sekolah tersebut. Tidak ada satupun penjagaan di bangunan ini kecuali kunci pintu yang mudah untuk dibobol karena telah usang. Pos penjagaan didepan bangunan tak lebih dari sebuah pos tak berpenghuni. Bangunan ini sudah lama tak terpakai saat klub astronomi yang dulu cukup dikenal, membubarkan diri karena kurang peminat.
Aku mulai menapaki tangga menuju bagian atas bangunan ini. Sekelilingku gelap dan hanya sinar matahari senja dari sekat-sekat dinding yang membuatku masih dapat melihat.
Aku sampai pada bagian atas menara dan sebelum keluar menuju atap, aku memasang jaket yang diikuti oleh beberapa penebal untuk menghilangkan siluet kurusku.
Aku mengambil paint spray dari tasku dan akhirnya keluar menuju bagian luar dari atap menara. Tiba pada bagian bangunan yang menghadap gerbang sekolah, aku bersiap untuk menuliskan sebuah kata. Namun satu hal yang kulupakan, aku belum menentukan apa yang harus kutulis. Mataku terpusat pada tanganku yang terbalut oleh warna oranye. Tanganku bergerak dengan sendirinya, menuliskan kata "teman" pada dinding.
Kaleng itu terjatuh kala aku melihat tulisan tersebut. Suara masa lalu mengisi kepalaku. Suara-suara saat aku masih dalam kegelapan kesendirian dan Toki, dialah yang menarikku dari kegelapan itu, membawaku pada sebuah hari yang lebih terang.
Aku teringat akan bagaimana aku dijauhi dan dikucilkan. Pada waktu itu aku tak berani berbicara pada seorang pun. Selalu berjalan seorang diri, kemanapun aku pergi. Tanganku selalu bergetar saat aku akan berbicara dengan orang, mulutku selalu terkunci rapat dan mereka selalu menjauhiku setelahnya. Mengataiku sebagai anak yang aneh. Hingga akhirnya, aku berjalan sendiri lagi. Tapi kau berbeda, kau berbeda dari mereka...
Haru mulai menumpuk, air mata mulai mengalir dari kedua mataku. Aku berlari, tanpa memikirkan apapun, melewati semuanya, tangga, gerbang sekolah, aku tak memperhatikannya. Saat aku melihat ke samping, dia berada di sana, berlari di sebelahku.
"Toki, Terima kasih!!" Ya, terima kasih, karena telah menjadi temanku, karena telah menerimaku meskipun dengan kekuranganku. Terima kasih karena kau telah rela menjadi temanku...
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayonara
Novela JuvenilTak kusangka, kalimat perpisahan itu harus kita alami dalam waktu yang dekat ini.