Dua

276 3 0
                                    

Im fading,

as fast as you blink those eyes

Stop,

you said out loud

Sadly i can't hear you

Wait for me,

you keep saying that words

But look,

you're giving up

(break those words - d.e.)

.

.

"Nulis puisi lagi Den?"

"Iya Lau, lagi ada ide nih." Kataku sambil nyomot keripik singkong kesukaan Lau yang enak ini.

"DEN, BELI KEK JANGAN NYOMOT PUNYA GUE MULU!" Dengan sigap Laura memeluk toples keripiknya. Huh, dasar pelit.

Perpustakaan hari ini sepi sekali, emang biasanya sepi sih setiap harinya. Tapi, hari ini sepinya gak ketulungan. Biasanya aku sama Laura kesini buat sekedar nyemil sambil nulis puisi kalau kantin lagi rame.

"Den, balik yuk. Bentar lagi pelajar Bu Sri, kalau telat berabe." Laura emang gak terlalu betah di perpus, katanya terlalu banyak hawa nerd, dia takut ketularan. "Yaelah, lo balik duluan aja deh Lau, gue nyusul." Setelah Laura keluar, gue tertawa ngeliat toples keripik yang ada di atas meja. Bagaimanapun Laura memang sahabat yang baik.

Hari ini hujan, cuaca kesukaanku. Bukan karena aku tipe orang yang selalu galau tetapi aku memang suka bau hujan, baunya yang menenangkan mengingatkanku kepada dia. Dia yang dulu suka ngomongin hujan setiap saat.

"Nay, hujan itu indah banget. Kamu harus liat ritmenya, sangat teratur! Kayak suara harpa malaikat."

"Udah dibilang jangan manggil aku Nay, jelek tau."

"Setiap kali aku liat hujan, aku bakal selalu nginget kamu Nay, hujan kecilku" dielusnya kepalaku

Bohong banget, dia bilang bakal selalu inget. Dimana dia sekarang? Seharusnya aku membenci hujan sama seperti aku membenci dia, tapi, kenyataannya apa?

Aku mencintai hujan seperti aku selalu mencintai dia.

"Nak, udah bel loh dari 5 menit yang lalu." Pengurus perpus menyentuh bahuku sambil tersenyum.

Astaga, matilah aku!

-

-

Satu hal yang harus kamu tau jika ingin bersekolah di SMA Pelita Harapan, jangan pernah telat pas pelajaran Bu Sri, sekalipun jangan!

"Kan udah gue bilangin Den, jangan telat masuknya, elu malah masuk 10 menit pas udah bel, nyari mati mah itu namanya."

Laura geleng-geleng kepala melihatku menyalin tulisan 'saya berjanji tidak akan telat lagi.' 1500 kali. Iya, 1500 kali. Gila? Ah, ini masih hukuman ringan, belum ada apa-apanya.

"Keasikan nulis puisi." Jawabku acuh tak acuh, pegel banget astaga.

"Yakin nulis puisi? Bukan mikirin dia?" Laura memang tau segalanya, dia bahkan ada disaat aku kehilangannya. "Engga Lau, suer deh." Laura tersenyum lalu mengatakan hal yang membuatku diam seribu bahasa.

"Gue tau lo Den, bahkan gue lebih tau diri lo daripada lo sendiri. Gue tau lo kangen dia, sangat tau."

Skak mat.

Hallo,

Terima kasih yang mau tetap baca tulisan abalku, aku sangat tersentuh #cielah

Pangeran bunganya keluar next chapter ya! Ini kayak filler doang hehe, maaf kalau gajelas dan pendek.

Ohiya, semangat UNnya, aku juga nih lagi UN:") semoga nilainya bagus yaaa

And last, thankyou for reading.

xoxo, taniaawng

Josh & DenayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang