Keributan di pagi hari itu membangunkan Kato dari tidurnya. Ketika tersadar ia segera memakai t-shirt dan berlari ke bawah, teringat bahwa hari itu adalah hari Cita akan pergi dari rumah. Ia harus berjingkat melewati dua tubuh laki-laki lain yang tertidur di sleeping bag di lantai kamarnya. Kato agak pusing sebenarnya, tadi malam ia dan teman-temannya belajar sambil bercanda bersama hingga larut dini hari tadi. Tetapi ia tak ingin Cita pergi tanpa ia mengucapkan selamat jalan. Selama seminggu mereka di satu rumah lagi adalah hari-hari yang menyenangkan buat Kato. Teman-temannya yang juga mengenal Cita sebagai sesama murid 3V berkomentar bahwa Cita jadi cantik semenjak sekolah di asrama wanita. Kato tak berkata apa-apa mengenai hal itu. Cita hanya selalu menjadi Cita di matanya. Cantik, gak cantik, gaya perempuan, atau kayak anak laki-laki, tak menjadi definisi Cita untuk Kato. Urutan bekas pacar sudah panjang untuk Kato, dan semuanya feminin, seperti mamanya. "Semua baik, semua cantik, semua...semua mudah diprediksi, " pikir Kato.
Ketika Kato sampai bawah, ia melihat sahabat-sahabat Cita sedang menyalami orangtuanya. Cita berdiri di paling belakang, dengan rambut sepunggungnya tergerai yang sekarang basah dengan keringat. Ia menyalami ayahnya, dan memeluk dan mengecup ibunya. Sekilas pandangan Cita melihat Kato yang turun dari pundakan tangga rumahnya. Cita melambaikan tangannya. Ketiga sahabat Cita pun melambaikan tangan mereka. Kato mempercepat langkahnya. "Bentaarr!" Cita yang tadinya sudah membalikkan badan menuju RV berhenti berjalan.
"Kenapa, To?"
"Lo enak aja cabut gak pamit-pamit! Dimana-mana ama abang itu harus pamit, tau?"
"Abang? Semenjak kapan lo jadi abang gue?" Cita menyengir.
Kato membuka lengannya lebar, menunggu rangkulan. Cita mendatanginya, mengambil tangan kanannya dan menjabatnya keras-keras. CP dan Yayank berdiri di belakang Cita. Aziz sudah masuk RV, bersiap menjadi supir pertama.
Seperti kebiasaan CP, ia kemudian mengacak-ngacak rambut Cita dari belakang.
"Aduh!" Cita kemudian mengelak dari tangan CP.
CP mengernyitkan dahinya, karena ia tahu ia tak pernah kasar mengacau rambut Cita.
"Kenapa, Vit?" tanya Yayank. Vito, terkadang masih juga Yayank dan Aziz memanggilnya dengan nama laki-laki yang ia pakai ketika ia sekolah di 3V. Kebiasaan yang belum hilang sepenuhnya.
"Oh, kaget aja gue," jawab Cita cepat. Kato menyempatkan mengobrol sebentar dengan CP dan Yayank setelah Cita telah berlari masuk ke dalam RV. Ia selalu senang dengan sahabat-sahabat Cita ini. Terutama mengobrol dengan Yayank, karena selalu saja ada hal-hal baru dan menarik yang bisa diceritakannya. Yayank memang seseorang yang pengetahuannya paling beragam, ia juara umum SMA 3V tahun ini.
Tak lama CP dan Yayank masuk ke RV dan perjalanan pun dimulai. Tawa dan celaan mulai terdengar ramai. Di dalam hatinya Cita bersyukur, amat sangat bersyukur, karena untuk beberapa lama, semua beban selama satu tahun ajaran ini bisa ia kubur dan tinggalkan jauh-jauh. Ia tak mau mengingatnya. Ia ada di tengah orang-orang yang menyayanginya, dan ia merasa nyaman dan aman.
RV Aziz cukup besar. Di dalamnya lengkap dengan dapur, toilet, bahkan tempat mandi berdiri (shower). Dapur pun ada lemari es dan tempat untuk memanggang. Di atas supir, ada ruangan yang cukup untuk dua orang tidur terlentang. Lebarnya sepanjang lelaki dewasa tidur dengan jarak tenggang yang tak sempit. Di belakang supir dan tempat duduk penumpang, adalah meja makan yang bisa dilipat dan juga dijadikan tempat tidur. Begitu juga ada kursi memanjang di samping meja makan yang pula bisa dijadikan tempat tidur. Di belakang shower dan toilet, adalah kamar utama yang dilengkapi dengan lemari2 kecil. Di dinding atas RV dari mulai dapur memanjang hingga ke arah tempat supir juga laci-laci dan lemari yang kini dipenuhi oleh makanan kecil dan alat-alat dapur. Cita duduk di samping Aziz yang mendapat giliran menyetir pertama. Yayank menelentangkan badannya di attic di atas supir sambil menonton berita di TV atas. CP duduk di kursi persis belakang Cita sambil memanjangkan kakinya ke arah kursi meja makan dan membaca koran.
Yayank tiba-tiba memecahkan kesepian, "Ya ampun! Kasian banget tu anak cewek! Ada gak tuh Pe' beritanya di koran?"
CP: "Berita apaan?"
Yayank: "Itu, anak cewek yang bunuh diri gara2 cyber-bullying."
CP: "Oh iya, nih dia gue lagi baca."
Aziz: "Cyber-bullying? Kok bisa ampe bunuh diri?"
Yayank: "Iya, anak umur 14 tahun bunuh diri ternyata dia selama beberapa lama ini di bully ama yang pura-pura jadi cowok di networking site gitu. Dibilang kegendutanlah, jeleklah, tapi sambil diajakin chatting. Tau-taunya yang pura-pura jadi cowok umur 16 tahunan itu ibu tetangganya yang marah karena tu anak cewek lagi berantem ama anaknya si ibu tadi. That was just sick!"
Topik bullying kemudian ramai dengan komentar tiga sahabat ini. Setelah ramai berdebat dan beropini masing-masing, Aziz tiba-tiba menukas, "Cit, kok lo tumben gak ada komen? Lo bukannya paling cerewet kalo masalah bullying?" Aziz bingung dengan kediaman Cita yang gak biasa.
"Huh? Oh...ya, yang kalian omongin kan dah cukup. Mau gue tambahin apaan lagi?" Cita menjawab pendek.
"Ya kita bingung aja lo jadi pendiem, sejak kapan lo jadi pendiem? Apa akhirnya Teratai berhasil men"cewek"kan elo ya Cit?" CP menggoda, lagi sambil mengacak rambut Cita.
"Pe'! Berenti kek ngacak-ngacakin rambut gue! Sakit tau gak?" Cita meninggikan suaranya, dan otomatis mengumpulkan rambutnya untuk mengikat kuncir kuda.
Gerakan refleks, Cita lupa mengapa selama pagi itu dia membiarkan rambutnya tergerai menutupi bahu dan lehernya. Ketika leher itu terlihat, terlihatlah pulau biru dan merah marah di tungkai antara leher dan bahunya. CP yang duduk persis di belakang Cita bertanya penuh risau, "Cit?! Lo kok biru-biru gini sih badannya? Terus kok lo bilang kepala lo sakit gue ngacak rambut lo? Siapa yang bikin elo begini?!" Tangan Cita yang sedang terangkat hendak mengikat rambutnya terhenti di atas. Bibirnya sempat pias, dan beberapa lama ia tak tahu mau menjawab apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer di Chapoola
AdventureAsrama di Lian dilanjutkan dengan Cerita di Syka tentu saja sudah menamatkan cerita Cita. Tetapi akhir2 ini aku rindu lagi dengan sosoknya dan sahabat-sahabatnya. Maka tulisan ini pun dimulai, untuk mengintip petualangan Quartet 3V selama summer di...