Datang untuk pergi

12 1 0
                                    

Ketika Bobi duduk sambil membaca buku novelnya yang mungkin sudah hampir tiga bulan tapi masih belum selesai ia baca, tiba-tiba handphone Bobi bergetar, rupanya seseorang menelepon Bobi di saat pagi menjelang siang itu. Bobi mengangkatnya dengan satu tangan, dan kemudian ia berbincang dengan orang yang meneleponnya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi rupanya Bobi merasa cemas dan sedikit tergesa-gesa. Bobi membasuh wajahnya, kemudian ia kenakan jaket hangatnya mengingat cuaca hari itu cukup dingin, dan ia pun pergi meninggalkan tempat favoritnya itu. 

Tak lupa ia membawa sebuah buku novel yang sudah hampir tiga bulan, tetapi masih belum selesai ia baca. Ketika Bobi dalam perjalanan menuju tempat yang ia tuju, air Tuhan perlahan turun membasahi bumi, motor, jaket, knalpot, kaca spion, jok, dan segala hal yang tak beratap. Karena Bobi terburu-buru, ia kemudian menancap gasnya dengan harapan mencapai tujuan dengan lebih cepat. Tapi siapa sangka, selalu ada kejutan ketika tidak diharapkan, tiba-tiba mereka datang lebih cepat dan lebih banyak, mau tak mau Ia harus mengalah dan memilih untuk menepi, berharap mereka akan berhenti, dan membiarkan ia melanjutkan perjalanannya sebelum semuanya terlambat.

Selama hampir 12 menit Bobi sabar menunggu dan pada menit ke 15, mereka akhirnya berhenti, lalu Bobi menutup buku novelnya yang sudah tiga bulan tapi masih belum ia selesaikan, dan menyimpannya di bawah jok motornya. Dengan perlahan ia kembali ke jalanan untuk melanjutkan perjalanannya. Selama 3 menit ia berkendara, akhirnya ia sampai di tempat yang ia tuju, memarkirkan motornya dan kemudian ia bertanya 

"Siapa yang murtad?!"

kemudian Edo menjawabnya "hah? siapa Bob?"

"Ih malah balik nanya, kan gw baru dateng, mana gw tau, tadi si Harry ngomong katanya ada yang berkhianat?"

Rupanya Harry baru keluar dari kamar mandi, sambil membetulkan celananya ia berkata

"Tah si Ilham Bob!! dia masuk Islam!!"

"Ah kamu mah Ham, beneran itu teh??"

"Kan saya mah emang Muslim atuh Bob"

"Iya kita juga tau, tapi kan dua hari yang lalu kamu udah sepakat buat masuk agama kita Ham, jangan-jangan kamu juga jadi orang Indonesia ya?!"

"Ii..iya Bob, maafin ey, tapi gimana lagi, gw ga bisa ngebohongin diri gw sendiri, gw cinta Indonesia bukan karena cewek gw Bob, tapi karena di sanalah aku berdiri jadi pandu ibuku Bob, tapi karena cewek gw juga sih hhe, lagian tanpa Indonesia juga kita ga akan ketemu, iya kan?"

"Iya sih Ham kita pahaaam, tapiii-" Ilham memotong perkataan Bobi

"Nah kalo soal agama Bob, keknya gw resign aja Bob dari sekarang, gw belum pantas masuk agama kalian, gw pengen memperdalam ke Islaman gw aja keknya Bob, gw tau, gw sebagai laki-laki, harusnya bisa megang omongan gw, tapi untuk kali ini gw lebih baik ngikutin kata hati gw Bob, gw harap dengan kembalinya gw ke Indonesia dan ke jalan Islam yang Rahmatan Lil'alamin, gw masih bisa berteman baik sama lu semua"

"Itu kamu udah mikirin semua ini dengan matang Ham?"

"Insya Allah Bob.."

"Yaudah, kalo kamu udah yakin mah harusnya kita semua bilaaaaang"

"Alhamduuuulillaaaaaah" semua orang yang ada di Warkop mengatakannya dengan penuh rasa bangga juga haru, termasuk si Teteh, dan juga Bapak-Bapak yang sedang bermain catur, juga yang menontonnya, termasuk mereka yang sedang berkaraoke, sopir angkot yang sedang menurunkan penumpang, Ojek Online, Tukang Molen, juga Tukang Bakso dan pembelinya, mereka semua bangga terhadap Ilham karena ia lebih memilih untuk mengikuti kata hatinya daripada kata orang lain, apalagi kata tetangga, mereka bangga dengan keberaniannya untuk mengutarakan apa yang ia rasakan, daripada memendamnya dan akhirnya ia harus terpaksa membohongi dirinya dan juga teman-temannya.

Mereka kemudian duduk dan kembali mengobrol, dan bergurau seperti biasanya, sambil membakar tembakau yang sudah dikemas menjadi hal yang biasa disebut rokok, Bobi berkata

"Eh berarti ya Ham, ntaaar kalo kamu kesini, ke Warkop ini, ntar kalo bisa bawa passport yah, kamu mah kan Negara Tetangga Ham, harus bawa ya Ham, daripada di deportasi ntar malah ribet"

"Siapppp Pakkk!!"

"Becanda aja Ham itu mah hhe, karena pada akhirnya yaaaa, kita semua itu bakal hidup berdampingan, bahu membahu membangun Negeri, gw sendiri gapeduli mau agama lu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Majusi, Konghucu, atau bahkan ga beragama, gw gapeduli, karena pada dasarnya kita semua itu sama, dan kalo ada orang bilang beda, biarin aja diemin, karena perbedaan itu diciptakan oleh kita Ham, bukan Tuhan."

Semua orang, termasuk si Teteh, dan juga Bapak-Bapak yang sedang bermain catur, juga yang menontonnya, termasuk mereka yang sedang berkaraoke, sopir angkot yang sedang menurunkan penumpang, Ojek Online, Tukang Molen, juga Tukang Bakso dan pembelinya pun  berkata "Setujuuuuuu!!!!!"

"Sok baca dua kalimat Syahadat dulu sekarang mah Ham...Asyhaduu..."

Setelah itu mereka menghabiskan waktunya di tempat itu, bersama-sama membuat cerita yang tak tertulis, berbagi tawa juga rokok dan kopi, tanpa mereka sadari, hujan turun lagi, mereka menghiraukannya, kemudian cuaca berubah panas, matahari menjadi cukup terik, mereka duduk di sana dari jalanan yang basah sampai kembali kering, kemudian kembali basah dan menjadi kering lagi, dan ketika sore hari telah menjelang, Bobi dan teman-temannya akan kembali ke rumahnya masing-masing menjalani kehidupannya sebagai seorang remaja yang terkadang menyenangkan, tapi kebanyakan melelahkan, setidaknya itulah yang mereka rasakan.

Bobi bersyukur karena ia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sama-sama gila seperti dirinya. Dan sebelum tidur ia kembali membaca buku novelnya yang mungkin sudah hampir tiga bulan tapi masih belum selesai ia baca.

Bandung, Agustus 2022, Dengan keadaan cukup sakit

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Warkop SocietyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang