Chapter 2: Hiromiya Asami

35 2 6
                                    

Namaku tidak penting, kamu akan tahu nanti.

Kata-kata dari cewek berambut hitam pendek sebahu kemarin masih terngiang-ngiang di kepalaku, siapa ia sebenarnya? Tidak, itu tidak penting, apa maunya? Mengapa ia terlihat sangat pendiam dan tidak ingin berinteraksi dengan siapapun di kelas tapi malah membuka obrolan denganku?

Kebetulan sekali, pintu kelas terbuka pelan memunculkan seseorang yang sedari tadi muncul di pikiranku, ia berjalan tenang dengan tatapan kosongnya yang mengarah ke depan, ia sama sekali tidak menoleh ataupun menyapaku, padahal baru saja kemarin ia membuka obrolan denganku.

Tunggu, kenapa aku harus memikirkan itu? Aku tidak ada urusan dengannya begitu juga sebaliknya, memangnya kenapa jika ada cewek pendiam tiba-tiba menyapaku? Bukannya itu hal yang wajar?

"Hikari?" Sebuah suara yang terdengar tak asing mengejutkanku yang sedang terlarut dalam pikiranku.

"Wahh Nasa rupanya, kau mengejutkanku saja."

"Maaf, dari tadi kamu terlihat sedang memikirkan sesuatu yang serius, apakah kamu masih kepikiran soal yang kemarin? Yah memang hal yang berat sih." Nasa yang entah sejak kapan datangnya tiba-tiba sudah berada di depan mejaku.

Nasa menaruh tasnya sambil membicarakan masalah kemarin, ia mengira kalau aku masih memikirkan hal itu. "Aku tidak menyuruhmu melupakannya kok, bagaimana mungkin kita melupakan seseorang yang sangat berharga dalam hidup kita, justru kamu harus ingat bahwa ia pernah menjadi bagian dalam hidupmu, kamu hanya perlu terbiasa dengan keadaan saat ini." Nasa memberikan motivasi paginya.

"Aku paham soal itu, tapi bukan itu yang aku pikirkan." Jawabanku tentu membuat Didane menjadi bingung.

Didane memiringkan sedikit kepalanyaa diikuti dengan kedua jari yang mengusap-usap dagunya. "Jadi kamu punya masalah baru? Ya ampun, sia-sia aku berbicara panjang lebar sepagi ini." Didane menunjukkan ekspresi kecewanya.

Aku menyengir sambil mengusap rambut belakangku. "Tidak, terima kasih kata-kata bijaknya, itu sangat mendukungku."

Nassa tidak menghentikan topik pembicaraan begitu saja. "Kali ini ada masalah apa?" Sebuah pertanyaan singkat yang langsung mengarah ke intinya.

Aku masih ragu untuk menceritakannya, lagipula aku masih baru di sini dan tidak mau bermasalah dengan siswa yang sudah lebih lama berada di sini, siapa tahu cewek berambut pendek sebahu yang sedang duduk di bangku paling ujung itu memang bersikap seperti itu setiap harinya dan menjadi hal yang normal bagi semua orang di sekolah ini.

"Tidak, bukan masalah serius kok." Aku menolak untuk membahasnya, memang bukan hal yang penting.

Nasa adalah tipe orang yang sangat peduli pada orang lain. Baginya, masalah tetaplah masalah, tidak peduli apakah itu adalah sesuatu yang besar atau tidak, ia tetap berusaha sebisa mungkin untuk membantu temannya.

"Apapun masalahnya, aku akan tetap mendengarkanmu, aku tidak ingin melihat temanku menanggung semuanya sendirian." Ia sangat bersikeras dengan pendiriannya.

"Kau tidak perlu mencampuri urusan orang lain." Sebuah suara yang tak asing memecah perbincangan kami.

Seorang pria dengan jaket hitam yang resletingnya terbuka tiba-tiba muncul di belakang Didane tanpa suara.

"Reki? Sejak kapan kamu ada di sini?" Nasa terkejut dan menoleh ke belakangnya.

Reki menaruh tasnya di sebelah meja Nasa. "Aku sudah dari tadi di sini, mungkin sekitar lima menit yang lalu." Jawabnya tanpa menoleh ke lawan bicaranya.

"Bohong, jelas-jelas dari awal hanya ada aku dan Hikari di sini, aku bahkan sama sekali tidak merasakan ada orang lain di sekitar. Jangan-jangan Reki sudah meninggal dan kau hantunya yang ingin menyampaikan pesan terakhir?" Nasa melantur.

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang