Chapter.00 Prolog (Pov Dea)

16 0 0
                                    

Follow me AniNorsilva

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Follow me AniNorsilva

Jangan lupa⭐ and 💬 sebelum atau sesudah baca yah bestie

⚠️TYPO TANDAIN⚠️
------------------------------
Kamu cantik karena kebaikan hatimu, kamu sempurna karena apa adanya, jangan sedih, jangan menangis, dan jangan takut sahabatku. Kami membantumu karna sayang padamu, walau harus menanggung akibatnya.

Walau tidak bisa terlalu membantumu, kami senang kamu selamat darinya, dan kamu berbeda dengannya. Iya dia?. Dia yang selalu menarikmu menjadi dirinya, dia yang membuatmu ketakutan ketika melihat kami menjadi disiksa karenanya.

Aku tidak apa-apa kok?, Jadi larilah untuk mendapatkan kebebasanmu, jangan melihat kebelakang, karna aku bukan diriku lagi.

Semoga kamu selamat sahabatku, darinya yang selalu kejam, dan menghantuimu. Dan tutup matamu lalu tenanglah, mimpi ini akan berakhir nantinya. Dengan kami yang selalu mebantumu dengan cara kami.

***

Kelopak mata itu berkedut sebentar lalu membuka netra almondnya, pupil hitam jernih menampakkan kepolosannya. Gadis cantik yang mulai membuka matanya, menatap sekitar bingung.

Dua sosok gadis yang dikenalnya, namun juga asing baginya. Teman sekolahnya, yang tampak berbeda dan asing, membuatnya bingung sebentar namun dia mengabaikannya.

Dia tersenyum menyambut mereka yang tampak tersenyum aneh. Takut?. Ya.., sepasang mata ketakutan dari keduanya namun tertutupi acting. Apa ini?, teman terdekatmu menyembunyikan sesuatu, rasa aneh yang membuatmu gelisah muncul menuangkan es dihatimu.

Ingin bertanya namun bingung mengungkapkannya, hingga pertanyaan lain yang memecah keheningan ini.

"Dea, kamu kenapa sih, sedari tadi diam dan bingung?." Ucap gadis bergaun biru aqua.

"A aku.."

"Kamu kenapa?."

"Tidak apa-apa kok." Mengernyitkan keningnya bingung.

Waktu seakan diam dengan penuh misteri, yang menyelimuti sanubarinya. Keheningan yang sunyi dipecahkan oleh gadis bergaun pink pucat.

"Hei Winda, menurutmu aku cocok tidak dengan gaun ini." Lalu memutar gaun panjangnya, dengan selendang bersampir di lengannya. Dia Anggi teman sekolahnya dengan rambut setengah terurai, tetapi mengapa dia hanya menganggap mereka teman bukan sahabat?. Dea hanya menganggap bahwa itu hanya fikiran sekilasnya saja.

"Bagus.., coba lihat aku juga, bagus tidak?." Dengan melebarkan rok panjang pada gaun biru aquanya, dan selendang yang tersampir dilengannya. Dia Winda yang juga temannya, dan perasaan yang membuatnya asing pada mereka.

'Eh bangke.., kenapa aku ngomongnya formal banget yah.' Batinnya bingung lalu bertanya pada kedua temannya itu.

"Em.., Anggi ini ada acara apa yah, kok kalian rapi sekali. Ada orang yang menikah ya." Ucap Dea sangat lembut.

'Ni kenapa pula mulutku pakai acara ngomong lembut segala, jijai deh mirip lotus putih yang selalu diomongin sama?. Sama siapa kok ada yang kaya hilang yah' Batinnya bingung.

....

....

"De.."

"Dea.., kamu kenapa sih, sedari tadi diam, seperti banyak sekali yang difikirkan?." Tanya Winda.

"Eh.., maaf yah aku kurang fokus, tadi mau bicara apa yah."

"Kamu ini kenapa aneh banget." Ucap Winda.

"Emang aku kenapa?."

"Masa kamu lupa, kamu akan menikah hari ini dengan Mr.Wellington ." Balas Winda.

"Hah apa?. Tunggu-tunggu coba ulangi lagi?."

Anggi dan Winda saling pandang dengan aneh, dan gelisah. "Kamu kenapasih Dea?, ini hari pernikahan kamu, masa kamu lupa."

'Eh bangke pernikahan apa coba, gila kali nih anak.' Batinnya

"Aku menikah?, kalian gila yah. Kan aku masih sekolah SMA, masa main Menikah saja." Balasku meninggi. Menahan amarah karena lelucon mereka yang kelewatan.

"Kamu kok marah sih?, bukannya kamu mencintai Mr. Wellington yah, atau benar kata Sella yah, kamu cuman mau mempermainkannya." Jawab Winda dingin.

"Kamu kok malah salahin aku, aku benar-benar tidak kenal Mr. Wellington atau apalah gitu, namanya saja aku tidak tau, jangan bercanda deh."

"Kamu salah obat yah, bicaranya ngelantur. Coba kamu lihat pakaian yang kamu kenakan sekarang, jika tidak percaya" Balas Anggi kesal.

Menatap pakaian yang dikenakannya, yang adalah gaun pernikahan putih. Lalu menatap ke cermin dengan gelisah. Yah.., disana Dea melihat dirinya berdandan cantik, dan elegan dengan gaun putih dan cream, berbordir emas berhiaskan permata. Rambut hitam lurusnya bergelung putri, dengan anak rambut gelombang dikanan dan kirinya berhiaskan mahkota emas keperakkan dipuncak kepalanya.

Rasa berat menghampirinya, awalnya dia tidak merasakan hal itu tadi. 'Ini udah gak beres, aku harus pergi dari sini kayanya.' Batin Dea curiga.

Dea berlari keluar dari kamar hiasnya yang besar dan mewah tanpa menghiraukan panggilan kedua temannya di belakanng. Di sana Dea syok melihat pemandangan aula yang elegan dan klasik namun mewah bergaya barat.

'Anj*ng, aku nyasar ke jaman belandakah?.' fikirnya.

Dea menatap sekeliling, lalu menemukan seluit sosok ayahnya yang juga berpakain rapi seperti bangsawan, namun dia tidak berani menghampiri dikalau sikapnya itu akan sama persis dengan temannya tadi, dia seakan yakin akan hal itu. Kaki berlari lagi lalu dari jauh dia melihat sesosok pria jangkung dengan proporsi tubuh yang tepat membelakanginya, mengenakan Jass yang sama warnanya dengan gaun pernikahan yang dikenakannya.

Dia membelakanginya dan tampak berbicara dengan sosok lain berjass hitam dan kaca mata hitam, yang seperti body guard di film-film. Ketika Dea hendak berbalik lari kearah lain kedua temannya tadi Anggi, dan Winda datang bersama dua pelayan yang mencoba menahan kedua lenganya.

Dea memberontak ingin lepas, dan hasil keributan ini menarik perhatian pria itu yang mungkin adalah calon suaminya. Sosoknya berbalik menatap mereka atau lebih tepatnya pada dirinya, Dea seakan menggigil kedinginan. Rasa takut yang sangat ketara mendinginkan sanubarinya, sosok pria itu yang wajahnya seakan tertutupi kabut yang membuatnya tidak dapat mengenalinya.

Lari..?, itu adalah suara yang terus menggema dibenaknya. Dia berbahaya..?, walau otaknya lambat berfikir akan tetapi tubuhnya lebih cepat bertindak. Dengan langkah cepat dan refleksi yang aneh dia terlepas dari jeratan kedua pelayan, lalu berlari secepat yang dia bisa tanpa melihat kebelakan atau memikirkan apapun. Hanya kata 'lari' yang menggema dibenaknya.

Teror In A Dream From A Mysterius ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang