1. Pertumbuhan

114 11 1
                                    

Happy Reading 💚


“Bubunnnnn!”

“Ayahhh!”

“Bubun, mau ke mana?”

“Bubun mau masak?”

“Bubun mau emam.”

“Ayah capek?”

“Ayah mau dipijitin?”

Sosok suara baru memang benar-benar menghiasi rumah Shaka dan Naira. Begitu menggemaskan rasanya, melihat sang buah hati yang semakin tahun kian bertumbuh.

Zidan Bakrie Al fatih. Sebuah nama yang sudah tersemat dan dihapal anak lelaki itu.

“Bundaaaaa…”

Saat ini saja, anak lelaki itu tengah berlari dari kamarnya menuju dapur. Mencari keberadaan sang bunda tentu saja. Rambut jambulnya yang berada ditengah-tengah itu, membuatnya ikut bergoyang saat Zidan berlari.

“Kenapa, Koko?” ujar Naira, langsung menyetarakan tingginya dengan Zidan. Ya, panggilan itu yang disematkan Naira maupun Shaka pada Zidan. Koko. Zidan sendiri pun menyukainya.

Tidak ada asal muasal panggilan itu tercipta, hanya diucapkan begitu saja dari Shaka begitu Zidan sudah lancar berbicara.

Zidan tersenyum ceria. Walaupun wajahnya sama persis dengan Shaka, tapi senyum anak itu begitu menjiplak senyuman bunda nya.
“Zidan, mau beli mainan baru bunda, boleh ya?”

Naira seketika melirik sebuah mobil-mobilan yang digenggam jari-jari mungil itu. Lalu matanya kembali menatap netra legam Zidan. “Emangnya kenapa, koko mau beli mainan baru?”

“Yang ini, udah rusak bunda. Lihat deh, pintu mobilnya copot.”

Naira tersenyum dan tangannya bergerak mengusap kepala Zidan. Merapihkan rambutnya.

“Koko, koko tahu tidak, kalo yang namanya boros itu tidak baik. Bukan maksudnya bunda mau pelit sama koko. Tapi, mainan koko kan masih bisa digunakan. Mobil-mobilan koko masih bisa maju kan?”

Zidan memajukan bibirnya beberapa centi. Ia nampak berpikir. Tak lama kemudian dirinya mengangguk.

“Tuh, kalo mobilnya masih bisa dimainin, kenapa koko harus beli yang baru?”

“Gitu ya, bunda?”

“Iya,” angguk Naira. “Itu yang namanya boros, sayang.”

Zidan pun tersenyum tipis dan mengangguk.

“Makasih ya, koko udah dengerin penjelasan bunda. Sini, peluk dulu.”
Zidan lagi-lagi tersenyum ceria dan langsung mendekap sang bunda. Melingkarkan tangannya pada leher Naira.

“Em, anak bunda mau wangi tidak, hari ini?” tanya Naira kemudian.

Dan Zidan lagi-lagi mengangguk.

“Kalo gitu, ayo mandi.”

“Mandii!”

🍃

Shaka menghela napasnya. Dirinya kini tengah menatap punggung Zidan. Anak itu merajuk. Disebabkan tidak mau mengaji.

“Koko…” Shaka mendekat.

“Diam! Ayah jangan dekat-dekat.”

Shaka seketika menaikkan kedua alisnya. “Koko, siapa yang ngajarin kamu, untuk teriak-teriak nak?” ucapan Shaka sangat lembut begitu masuk ke telinga Zidan.

“Koko?”

Zidan pun menegadahkan wajahnya, perlahan. “Maaf…”

Shaka tersenyum. “Koko, ayah kan, cuman mau ngajak koko masuk ke surga. Masa koko gak mau?”

“Abisnya ayah…Zidan gak mau ngaji. Ngaji itu ngebosenin ayah…” Zidan merajuk.

“Koko, boleh ngehadap ayah sebentar?"

Tak lama, Zidan pun langsung memutar tubuhnya. Membuat wajahnya langsung berhadapan dengan wajah sang ayah.

“Koko tahu tidak, ada satu makhluk jahat di muka bumi ini. Tugasnya itu, buat gangguin kita, sebagai manusia. Koko tahu tidak, apa namanya?”

“Apa?” Zidan nampak tertarik.

“Namanya setan. Tugasnya itu, ngajak kita, sebagai manusia untuk ikut ke neraka sama dia. Koko gak mau kan, ikut ke dia?”

“Koko tahu kompor yang selalu dinyalain bunda kan?” tambah Shaka.

Zidan pun hanya mengangguk. Matanya beberapa kali mengedip, wajahnya begitu serius mendengar ucapan Shaka.

“Koko pernah rasain gak? Rasa nya api itu, gimana?”

“Pernah, rasanya panas.”

“Begitu pun neraka, koko. Ibarat kan nya gini, koko lagi bakar kayu. Kira-kira kalo udah dibakar, kayu itu gimana?”

Zidan mendeham. “Gosong?”

“Betul, begitu juga dengan di neraka, koko. Nah, kalo lagi bakar-bakar kan, buat bikin apinya terus hidup, kita harus kasih dia bahan bakar, kayak kayu. Nah, kalo di neraka, bahan bakarnya itu….koko mau tahu?”

Zidan terdiam sejenak. “Manusia, ayah?”

“Masya Allah, betul. Pintar anak ayah, langsung paham.” Shaka merasa bangga, sehingga langsung mengusak pelan, rambut Zidan.

Zidan tertegun seketika. Ia langsung membayangkan ucapan ayahnya itu.

“Terus, kalo yang namanya surga itu, gimana?”

“Em, coba deh, sekarang ayah tanya sama koko, koko lagi mau apa sih?”

“Koko mau…”

“Koko mau itu, mainan baru. Tapi, bunda gak bolehin.”

Shaka tersenyum. “Selain itu, ada lagi?”

Zidan nampak berpikir terlebih dahulu. “Zidan mau, sama ayah bunda selama-lamanya.”

“Nah, semuanya itu, akan terwujud kalo di surga, nak. Zidan mau apapun, Allah akan langsung kabulkan.”

“Koko mau kan, tahu lebih jauh tentang apa aja, ciptaan Allah itu, koko juga mau kan, cinta sama Allah, yang udah mempertemukan koko dengan ayah dan bunda?”

“Iya, mau!” seru Zidan dengan senyum cerianya.

“Besok kita belajar lebih jauh. Sekarang, kita belajar ngaji dulu, ya?”

Walaupun masih setengah malas, Zidan tetap menurut dengan mengangguki ucapan ayahnya.

“Iya, ayah.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Story Of ZidanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang