Pagi hari di Pennsylvania. Kota dengan segala kesibukan yang padat merayap. Semua orang berjalan tanpa memperhatikan satu sama lain, sibuk dengan gawainya. Fasilitas publik tidak pernah berhenti beraktivitas dengan banyaknya orang yang lalu lalang. Ditambah dengan kehadiran turis luar negara yang menambah kepadatan kota.
Perpustakaan Umum Pennsylvania, salah satu bangunan publik yang menjadi tempat favorit para mahasiswa, selalu ramai oleh pengunjung dari mana saja. Dari tua hingga muda, dari pelajar hingga pekerja, semua berkumpul untuk melihat jendela dunia yang terhampar luas dan rapi pada rak mereka.
“Kira-kira, buku apa yang harus kucari lagi di sini?” ucap seorang mahasiswa perempuan berambut pirang, “Aku sudah mengambil banyak buku. Sepertinya aku akan membaca semua ini lebih dulu.”
Gadis itu berjalan ke meja dan meletakkan semua buku di atasnya dengan kesulitan. Dia duduk pada kursi kayu, lalu mengambil satu buku yang membahas tentang kimia.
“Tunggu sebentar, ini bukan buku yang kucari! Bagaimana bisa dia terbawa bersama buku yang lain?” ujar gadis itu, “Aku akan mencari buku lain.”
Setelah memberi tanda pada semua buku yang diambilnya, gadis itu kembali ke barisan rak untuk mencari buku tentang ilmu sosial. Satu lorong bertanda sama dengan tema yang dicari terlihat oleh kornea matanya. Baru saja berjalan ke dalamnya, dia ditabrak oleh seorang pria hingga jatuh ke lantai.
Pria itu langsung pergi tanpa menolong gadis itu. Dia berdiri dengan pinggul agak sakit sembari melirik ke pria tanpa perasaan itu. Matanya justru menemukan sebuah buku tergeletak di lantai tak jauh dari tangan kirinya. Gadis itu memungut buku agak lusuh itu dan melihat judulnya.
“Sepertinya ini berasal dari kelompok karya fiksi. Apakah pria itu yang meminjamnya?” pikir gadis itu.
Dia membuka lembaran tiap lembaran buku yang tampak tua itu secara cepat. Sebagian besar kertasnya telah menguning termakan usia. Hati Gadis itu justru terpikat untuk membacanya lebih lanjut, mengingat dia juga pencinta karya fiksi seperti fantasi dan misteri.
Gadis itu kembali ke meja dan langsung duduk. Buku usang mulai dibuka pada halaman pertama. Dia membaca judul, ‘Ghost Hill’. Halaman pertama membuatnya larut dalam cerita, menceritakan tentang kisah Ghost Hill yang dikenal sebagai kota terkutuk akibat ulah dari para pendirinya yang egois.
Dia membuka lembaran kedua dan menemukan tujuh teka-teki misteri. Setiap teka-tekinya menggunakan padanan kata yang hampir kompleks, bahkan bisa membutuhkan berhari-hari untuk memecahkannya. Bagi gadis itu, tidak masalah jika harus menghabiskan waktu seharian hanya untuk memecahkan teka-teki itu.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Dia mengeceknya, ada sebuah pesan
Alice, di mana kau?
Kami sudah ada di cafe Invisio. Angel tidak bisa lama-lama menunggu, dia sudah lapar.
Gadis itu teringat akan janji dengan teman-temannya untuk berbincang di kafe. Dia membereskan semua buku yang tadinya ingin dibaca dan menumpuknya di atas meja. Kemudian, langkah kakinya meninggalkan perpustakaan. Kafe Invisio sebenarnya tidak terlalu jauh, cukup naik bis melewati halte di depan bank nasional.
Setelah menaiki bis selama sepuluh menit, gadis itu tiba di halte Weitzman Plaza, salah satu fasilitas publik yang ada di Universitas Pennsylvania, tempat gadis ini menimba ilmu. Kafe Invisio memiliki ciri khas yang unik pada bangunannya, yaitu huruf V besar di depan bangunannya.
Gadis itu memasuki kafe untuk mencari teman-temannya. Tak butuh waktu lama untuk menemukan mereka, karena suara-suara telah memanggil gadis itu untuk mendekat ke meja 6. Dia langsung menghampiri mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dead Town (SSC Series)
HorrorAlicia Samanda Reed, seorang mahasiswa semester akhir sekaligus penyuka misteri, tidak sengaja menemukan sebuah buku yang misterius yang berisi lima teka-teki yang tidak diketahui jawabannya. Rasa penasarannya akan teka teki ini justru membawanya pa...