Keesokan harinya, Alice mendatangi bagian sekretariat universitas Pennsylvania untuk mengajukan izin tidak mengikuti perkuliahan selama dua minggu. Alice sengaja mengambil libur selama itu agar bisa memulihkan trauma pasca tantangan. Dia memberikan surat itu pada petugas sekretariat untuk diproses.
Baru saja dia duduk untuk menunggu, ponselnya berdering. Rupanya pemberitahuan dari universitas yang menyatakan bahwa surat izinnya diterima. Satu urusan telah selesai, sekarang dia pergi ke rumah Daniel untuk membeli perlengkapan mendaki. Rumahnya tidak terlalu jauh, berada di jalan ke 25. Tiba di sana, Daniel telah berada di halaman depan rumah.
“Alice, kau datang lebih cepat!” sambut Daniel.
“Tentu, aku harus memastikan barang yang kuminta tidak diambil orang lain,” balas Alice dengan kelakarnya.
“Barang-barang yang kau minta sudah aku siapkan. Masuklah!”
Daniel mengajak Alice ke samping garasi rumahnya. Ada banyak barang pendakian di sana, seperti tenda, kompor portable, kasur lipat, pacul, palu, pisau lipat, dan tali tambang. Alice memilih barang-barang itu untuk dibawa dalam tantangan. Setelah memilih, Alice menunjukkan semua barang yang diambil ke Daniel. Remaja pria itu terkejut.
“Wah, kau membeli banyak barang!” ujar Daniel, “Apa kau akan mendaki gunung akhir pekan ini?”
“I-iya, kau bisa katakan itu,” jawab Alice.
“Sejak kapan kau suka mendaki? Kau pernah bilang padaku kau tidak suka.”
“Eee..., sejak..., Aah, Brad! Iya, Brad dan komunitas mendaki mengajakku. Sesekali aku harus menikmati pemandangan.”
“Oouh, Brad! Pria menyebalkan itu!” Daniel menghitung harga barang-barang yang dibeli Alice. “Kau harus hati-hati dengannya, apalagi dengan sifat keegoisannya. Nyawaku hampir hilang jika dia tidak menjadi sweeper yang baik.”
“Oh, baiklah! Angel juga mengatakan hal itu padaku.” Alice berusaha menutupi kebenaran bahwa dia sedang mengikuti tantangan SSC, bukan mendaki gunung.
Setelah menghabiskan sekitar tiga ratus dolar di rumah Daniel, Alice kembali ke apartemen untuk membereskan perlengkapan untuk besok. Dia membawa perlengkapan mendaki itu sendiri dengan berjalan kaki. Beruntung sekali dia hanya membeli sedikit barang yang terdiri dari pisau lipat, kapak kecil, kasur lipat, korek, senter, dan lampu kemah.
“Semoga semua modal yang kuhabiskan dapat kembali lagi,” gumamnya dalam hati.
Alice membuka pintu apartemen dan mengangkat barang-barang ke ruang tengah untuk mengecek semuanya; makanan sudah, perlengkapan sudah, dan sepertinya semua telah selesai dikumpulkan. Alice membuka laptop untuk mencari Granny’s Motel. Lokasinya ternyata sangat jauh, dua jam perjalanan menggunakan kendaraan roda empat tanpa melalui jalan tol.
Kemudian, Alice mengecek rute angkutan umum. Ada satu minibus dengan nomor 082 yang memiliki rute dari halte apartemennya ke motel itu, dan tiba di halte apartemennya pada pukul tujuh lewat lima belas menit. Alice bernapas lega, dan membuka kembali video dari SSC. Seorang pria yang menjadi narasumber memberikan cerita pengalaman yang berbeda tentang tantangan Dead City yang diambilnya.
“Meski kami berjuang untuk bertahan hidup di kota mati, tapi semakin lama kami ada di sana, kami akan semakin penasaran dengan kota itu dan ingin menelusurinya. Kami menemukan banyak fakta, tapi sebagian dari kami harus menjadi tumbal bagi kota itu.”
Perkataan pria itu membuat Alice penasaran seperti apa bentuk kota mati yang akan menjadi tempat tantangannya. Dia juga membuat Alice teringat dengan teka-teki misterius di buku yang dia baca di perpustakaan kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dead Town (SSC Series)
TerrorAlicia Samanda Reed, seorang mahasiswa semester akhir sekaligus penyuka misteri, tidak sengaja menemukan sebuah buku yang misterius yang berisi lima teka-teki yang tidak diketahui jawabannya. Rasa penasarannya akan teka teki ini justru membawanya pa...