"Kita ini.. produk efek samping, ya Gus?" tanyanya suatu hari. Tanya yang tidak kamu tahu dari mana asal muasalnya.
"Maksudnya?" balasmu, kembali dengan tanya. Mau tak mau, agar ia merasa berteman.
"Yah, barangkali, kitalah perwujudan dari segala hasil baik dan buruk yang disebabkan oleh orang-orang di sekitar kita. Kerusakan dan keindahan yang sekaligus menjelma menjadi orang."
"Aku tidak mengerti," sahutmu lagi. "Kita ya kita, manusia dengan segala kompleksitasnya. Entitas tunggal, bukannya produk efek samping ciptaan orang."
Ia balik menatapmu, tidak bisa kamu raba seperti apa emosinya. Barangkali bingung, mungkin saja kecewa. "Lantas kenapa ketakutan ibuku, jadi ketakutanku juga? khawatir ayahku turut meresahkanku juga?" Ia lalu menyungging senyum dengan tatap yang teralih darimu, "Kenapa kebencian milik orang lain membayang padaku juga?"
Tidak ada kata yang bisa meluncur dari bibirmu. Pandangmu hanya tertuju padanya yang kini tengah menepekuri buku-buku jemari. Kenapa ya, harus sebegitu sulit memahami pikiran manusia yang memilih memutar tanya-tanya rumit? Kenapa ada mereka yang benaknya lebih senang menyelam pada hal-hal yang tak mudah dipikirkan; yang jawabnya pun tak bisa kamu karang sebab tak familiar dalam ingatan.
Melihat kamu terdiam, ia tersenyum lagi, dengan sedih. "Aku berduka untuk ia yang kelak akan bersama denganku, Gus," katanya, "si efek samping ini. Aku berduka sebab ialah yang harus menanggung aku yang telah dikacaukan orang lain."
Entah mengapa, kalimatnya menyulut amarahmu. Barangkali, kamu tidak memahami jalan pikirnya, atau rumit praduganya. Tapi, kalimatnya menjengahkan. Betapa, menurutmu, amat lancang menghakimi perasaan seseorang dengan hanya berdasar pada duka atas diri sendiri. "Tidak perlu, Mi," katamu, "tidak perlu berduka untuk mereka yang bersedia menerima."
Ia masih tak menatapmu sembari bergumam, "aku berharap, semoga aku cukup," katanya.
Kamu berdiri, berniat mengakhiri. "Untuk siapa?" sahutmu, "yang merasa kekurangan toh hanya dirimu sendiri."
YOU ARE READING
Katarsis
NouvellesAda orang yang merasa hanya dirinya yang tidak dimengerti. Orang-orang menjulukinya penulis dongeng pribadi. Ada orang yang merasa dirinya jadi pusat perhatian. Mereka yang lain menamainya si pemilik penonton bayangan. Ada yang sakit hati, tapi bila...