04

185 20 2
                                    

Alasanku ingin popular ....

Langit sore hadir di Pulau Rintis, beberapa burung melayang di antara awan, kembali pulang ke tempat peraduan ternyaman mereka.

"Boboiboy, ayo bermain video game!"

"Ish Gopal nih! Padahal sudah SMA masih saja bermain video game."

"Alaah ... tidak setiap hari juga aku bermain game."

Percakapan kecil mengiringi perjalanan kelima orang menuju rumah masing-masing, seragam masih dikenakan oleh mereka dan tas masih digendong, wajah lelah terlihat di sana.

"Ayolah, Boboiboy~! Kita bermain video game sebentar saja~"

"Tapi ... nanti malam aku ingin belajar, esok 'kan ulangan kimia."

Penolakan tercakap dari seorang bertopi dinosaurus dengan blazer berwarna oranye, Boboiboy.

"Cis, esok pagi bisa belajarnya."

"Mana bisa, Gopal ... kimia tuh banyak hapalan dan rumus, terlebih hapalan tabel periodik." Boboiboy menggeleng lemah, menoleh dan menatap sahabat terbaiknya dengan netra coklat. "Tidak bisa hanya belajar selama satu jam saja," sambung dia.

Gopal mengerucutkan bibirnya, merasa kesal karena ajakannya ditolak. Kepala ditolehkan menuju seorang berambut ungu seperti landak tengah melamunkan sesuatu.

"Fang-"

"Tidak."

Belum sempat menyatakan keinginannya, sebuah penolakan diterima kembali, kini sudah ada dua orang yang menolaknya. Aura suram dikeluarkan oleh Gopal, langkahnya semakin melemah dengan kepala ditundukkan. Dalam hati bersumpah serapah untuk ulangan kimia yang diadakan esok hari, karena ulangan itu membuat dirinya tertolak oleh para sahabatnya.

"Yaya, Ying, boleh tidak kalau ... aku belajar bersama kalian? Soalnya ada materi yang masih belum aku pahami, aku takut materi itu akan keluar," tutur Boboiboy dengan jurus puppy eyes miliknya, berharap kedua sahabat pintarnya itu mengiyakan perkataannya.

Yaya dan Ying, dua gadis berbeda agama tampak berpikir. Masing-masing melirik, bertukar pikiran lewat kontak mata. Selama mereka membuat keputusan secara telepati, Boboiboy menanti jawaban mereka dengan gusar. Jika tidak boleh maka dengan berat hati dia akan belajar sendiri dan mungkin sampai larut malam selesai belajarnya.

"Boleh!" putus mereka secara serempak. Laki-laki bertopi dino lantas mengucapkan syukur, keputusan mereka sesuai dengan harapannya.

"Terima kasih, Yaya, Ying!" ucapnya berterima kasih.

"Sama-sama!"

Gadis berjilbab pink dengan pin bunga di salah satu sisi kepala membalas ucapan itu, matanya dipedarkan ke arah dua sahabat lainnya, Fang dan Gopal.

"Gopal, Fang, kalian juga boleh belajar bersama kami!"

"Yalor! Semakin banyak yang ikut, semakin bagus dan cepat pahamnya!" timpal Ying mengangguk laju.

Laki-laki berbadan gempal hanya mendengus kecil, merasa malas dengan belajar tetapi selalu takut dengan ayahnya marah.

"Ayolah, Gopal. Nanti habis ulangan kita main video game!" bujuk Boboiboy seraya menarik-narik kecil lengannya bak anak kecil membujuk ibunya.

"Haish ... baiklah-baiklah ...." Gopal mengalah.

Kedua gadis itu hanya terkekeh pelan sebelum atensinya ke arah laki-laki berambut ungu yang belum mengonfirmasikan jawabannya.

"Fang, kau mau ikut?" tanya Yaya padanya.

"Tidak, aku akan belajar sendiri." Fang menjawab, mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Eh? Kenapa?"

Fang tidak membalas, dia semakin mempercepat langkah, meninggalkan teman-temannya di sana dalam keadaan bingung.

Kriet!

Decitan pintu menyapa indra pendengar, Fang baru saja pulang. Melangkah masuk lalu melepaskan sepatu sekolah, meletakkan di rak sepatu agar rapi. Ruangan demi ruangan dalam rumah dilewati, tujuan utamanya menuju kamar pribadi, mengistirahatkan tubuh dan pikiran sejenak.

Ketika akan melewati salah satu kamar, ia melihat seorang pria dengan warna rambut sama sepertinya hanya saja terpaut beberapa tahun. Pria itu tengah mengerjakan sesuatu di laptop, mengabaikan seseorang yang baru saja masuk ke rumah dan mengintip dirinya.

Fang menghela napas, selalu saja begini. Pria itu yang merupakan kakak kandung selalu mengabaikan dirinya, dalam hidupnya, hanya saat berusia belia saja kakaknya memperhatikan Fang.

Dilangkahkan tanpa gairah menuju kamar, meninggalkan kamar kakaknya tanpa suara. Matanya yang tertutupi bingkai kacamata menatap begitu datar. Diraih kenop pintu lalu membuka, merangsek masuk lalu menutup kembali, menguncinya.

Buk!

Fang melemparkan daksanya sendiri di atas kasur, tasnya sudah dilempar sembarang arah. Menatap langit-langit kamar begitu kosong, pikiran berkecamuk entah apa penyebabnya.

"Haa ...."

Helaan napas panjang dikeluarkan oleh Fang, terdengar begitu berat seperti sedang menanggung beban. Seragam sekolah masih terbalut di tubuhnya, menyembunyikan tubuh atletis miliknya.

Netranya berpindah atensi, menatap sebuah bingkai foto berada di atas nakas. Di sana terdapat potret keluarga kecil, keluarga itu menampilkan raut bahagia, tertawa kecil mengalun di sana.

Fang menatapnya rindu, rindu dengan kenangan dan kehangatan yang telah lama hilang. Kedua orangtuanya hilang secara misterius, meninggalkan seorang kakak saja, Kaizo.

"Aku rindu dengan kalian ... kapan kalian kembali?" lirihnya. "Aku rindu perhatian kalian, perhatian abang pun aku rindu ...."

Aku ... ingin diberi perhatian lagi, terutama perhatian abang ....

The End!

Catatan : akan kuusahakan untuk memperbaikinya dikala sudah tidak jenuh menulis, terima kasih sudah bersedia mampir dan membaca di sini ....

Popular  [Fang]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang