0.4

35 1 0
                                    

Chapter 4
The Decision.

Di pagi hari, Kala kemudian bersiap untuk pergi kesekolah nya, setelah semalaman perang antara pikiran dan hati yang berlangsung, akhirnya ia memutuskan sesuatu yang menurut Kala adalah terbaik, ya.. untuk dirinya sendiri.

Sungguh, Kala benar benar merasa egois akan keputusan nya, namun ia tak bisa berbuat apa apa, ego nya yang terlalu tinggi, serta trauma nya akan cinta yang membuatnya tak bisa menerima kehadiran Aksa.

Kala terdiam saat memegang gagang pintu nya, ia menghela nafas panjang dan membuka pintu nya lalu melangkahkan kaki untuk memulai hari ini.

Setelah sarapan ia lekas berangkat dengan abang nya, Hesa, saat di mobil, keduanya hening, Hesa tau Kala sedang marah pada nya, dan mungkin Kala sudah muak dengar permintaan maaf dari Hesa tentang ia yang terus menerus mengejar Rhea yang sudah jelas memperlakukan nya sebagai sampah yang tak memiliki harga.

"Maafin gue" Ucap Hesa tiba tiba.

Kala mendecih, "percuma kalo lo terus terusan lari ke arah cewek brengsek kayak Rhea, mau sampe kapan lo sadar kalo lo tuh diliat nya kayak sampah sama Rhea? Semakin lo lari kearah dia, semakin lo dianggep kayak bajingan atau bahkan cowok yang gaada harga diri nya tau ga."

"I'm sorry to make it up to u like this, gue cuma ngomong yg sejujurnya, gue gaakan bertele tele dengan ngomong yang halus atau gimana, cause its for the best, jangan biarin diri lo semakin jatuh ke jurang yang dalem sedalem dalem nya bang." Lanjut Kala.

"I'm sorry, i really do, gue seharusnya dengerin lo, i made a promise ke diri gue sendiri kalo gue gak akan balik ke Rhea lagi, and makasih karena lo udah mau sabar ngadepin gue yang buta karena cinta doang." Kala menggeleng, ia menepuk pelan bahu Hesa "No need, gue adek lo, and i will do it for u, a hundred times kalau dibutuhin." Hesa hanya tersenyum dan melanjutkan perjalanan.

***

Saat sampai di sekolah Kala langsung disambut dengan Aksa didepan gerbang, dengan senyum sumringah nya yang terlihat diwajah rupawan Aksa.

"Pagi." Tak ada jawaban dari Kala.

Aksa terus menerus mengikuti Kala hingga akhirnya Kala berucap, "Ngapain sih lo ngikutin gue terus, pergi." Ucap Kala penuh penekanan, Aksa sedikit tersentak karena dirinya cukup terkejut dengan respon Kala, baru pertama kali Kala mengusir dirinya seketus ini.

Aksa sendiri sangat amat menyayangi Kala, jadi ia pastinya sakit hati mendengar perkataan Kala. Dan tanpa menjawab apa apa, Aksa langsung menjauh dari Kala.

Dunia nya hancur seketika, ia kemudian pergi menenangkan diri dengan duduk disalah satu kursi di lapangan.

Disana, Aksa terdiam, yang ia dengar hanyalah suara siswa siswa lain nya yang sedang bersenang senang sebelum bel masuk dibunyikan oleh guru. Ia terus menerus memikirkan apakah keputusan nya selama ini untuk mendekati Kala benar? Apakah ia harus tetap bertahan dan terus mencoba untuk mengambil hati Kala? Meskipun taruhan nya adalah penyakit hati.

***

Kala termenung didalam kamar nya. Bimbang, itu yang ia rasakan, ia terus menerus memikirkan tentang Aksa, lantas, ia mulai mempertanyakan tenang sesuatu, apakah dirinya memang benar benar telah jatuh cinta kepada Aksa seutuhnya?

Namun nasi telah menjadi bubur, dirinya sudah membuka tabir bahwa ia ingin dijauhi oleh Aksa, meskipun akhirnya Kala termakan oleh omongan sendiri. Kala mematung sejenak, dan tanpa Kala sadari, air mata mulai turun dan membasahi pipi nya.

Sudah terhitung kurang lebih 1 jam Kala menangis di balkon nya, tak ada yang mendengar tentunya, ia menangis dalam diam, hingga akhirnya Hesa memasuki kamar Kala dan terkejut melihat kehadiran Kala dibalkon kamarnya. 

Hesa melangkahkan kakinya mendekati pintu balkon kamar Kala, kemudian ia membukanya. Hesa menduduk kan tubuhnya disebelah Kala, ia menengok sekilas kearah sang adik yang sedang menyembunyikan wajah cantik nya dibalik tangan yang sudah basah akibat air matanya itu. 

"Kenapa sih? Tumben galau?" Tanya Hesa halus kepada Kala, ia mengarahkan tangan nya untuk mengelus kepala Kala dengan lembut. Menurut Hesa, sampai kapan pun, ia akan tetap melihat Kala sebagai adik kecil nya yang harus ia jaga sampai kapan pun itu. 

Mengingat Kala memiliki masa kecil yang cukup susah, dan berbeda dengan dirinya. Kala tak menjawab pertanyaan Hesa, ia memilih untuk diam dan memeluk Hesa dari samping dan menelungkupkan dagu nya dibahu Hesa.

Hesa tak bisa melakukan apa apa selain mengusap usap kepala Kala secara lembut, ia tahu Kala tidak ingin dipaksa untuk cerita setiap ia menangis, maka dari itu Hesa memilih untuk menunggu Kala merasa cukup tenang.

Keduanya tetap diam didalam posisi tersebut selama beberapa menit, tangisan Kala tak kunjung berhenti, dan Hesa akui, ia mulai merasa panik, tersentak karena tak biasa nya Kala menangis se lama ini.

Ia terus menerus mengusap kepala Kala, Hesa tahu betul pasti ada kaitan nya dengan Aksa, karena Raihan memberi tahu bahwa ada yang aneh dengan Aksa, ia menjadi lebih murung seharian ini, dan diwaktu yang bersamaan, Kala juga menangis tersedu sedu yang menurut dugaan Hesa, Kala sudah cukup lama menangis seperti ini jauh sebelum Hesa mendatangi kamar Kala.

"La, kalau ada masalah, jangan sedih sedih terus, lo malah bikin gue makin khawatir.." Samar samar ia mendengar Kala menghela nafas yang cukup panjang, seakan akan ia ingin memberi aba aba bahwa Kala ingin mengatakan sesuatu.

Kala melepaskan pelukan nya dan menarik nafas sedikit, ia kemudian mencoba untuk menatap Hesa dan kemudian berkata, "gue baru aja ngelakuin sesuatu yang bikin gue nyesel and definitely wanted to turn back time all of a sudden."

Hesa hanya menatap Kala dengan pertanyaan bertanya tanya, "Gue mutusin buat ngejauhin Aksa." Hesa terkejut dengan penuturan yang baru saja dilontarkan oleh Kala

Pantas saja Aksa jarang memunculkan diri di grup yang memang isinya ada teman teman Aksa, seperti Raihan, Satya dan beberapa teman Hesa.

"La? Lo serius?? Why?" Tanya Hesa, ia masih shock mengetahui kebenaran nya, Kala yang tiba tiba menjauhi Aksa, padahal baru saja kemarin Aksa mengirim makanan dan sepertinya Kala menerima makanan makanan tersebut dengan perasaan yang cukup senang.

Malah ia berpikir bahwa Kala akan menjadi dekat dengan Aksa.

"I know, gue ngelakuin hal terbodoh sekarang, gue takut Bang.." Jawab Kala.

Hesa tak bisa menjawab apa pun, ia hanya bisa memeluk Kala, sebut lah Hesa sedang berpikir naif, namun ia benar benar menyalahkan sang ayah untuk ini, jikalau sang Ayah tak berkhianat dari Ibunda nya seperti itu didepan Kala, mungkin saja Kala tak berakhir seperti seseorang yang sekarang.

***

"Papa... Mama..." Ucap seorang anak gadis dengan lirih seraya melihat kedua orang tua nya yang berada di dua ruangan berbeda. 

"Ala? Ikut sama kakak dulu ya?" Ajak seorang anak lelaki yang tubuh nya lebih besar, kepada gadis yang kerap dipanggil 'Ala' itu.

Kala atau yang kerap disapa dengan sebutan Ala itu hanya bisa mengikuti langkah sang Kakak. Ia hanya bisa menangis, karena melihat ibu nya menangis, meskipun sejujurnya Kala tak tahu apa yang sedang terjadi. 

"Kakak.. Ala takut, kenapa Mama nangis? Apa karena Ala nakal jadi mama ngga kuat ngurus Ala? Terus kenapa ada tante itu yang duduk dibawah sama papa? Ala ga suka! Cuman Ala yang boleh di elus elus rambutnya sama papa!" Seru Kala yang saat itu hanya berumur 4 tahun. 

Hesa, sang Kakak hanya bisa tersenyum, ia tak tahu harus menjawab apa. Tak mungkin Kala yang masih berumur 4 tahun itu sudah bisa menerima kenyataan bahwa Ayah nya adalah seorang pemain wanita. Hesa tak patah semangat, apapun caranya, Hesa akan melindungi Kala dari sesosok Ayah yang cukup bejat sampai berkhianat kepada Ibunya sendiri. 

Dalam hati ia terus menerus memohon perlindungan kepada tuhan, agar adik kecil nya tidak akan dilukai oleh siapapun termasuk Ayahnya. Ia berjanji untuk menjaga Kala. Meskipun nyawa taruhan nya.

***
To Be Continued.

Aksa & Jatukrama nya, 𝐉𝐚𝐤𝐞 𝐒𝐢𝐦.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang