1.Kagum

78 49 199
                                    

"Sebuah kisah tanpa adanya kata-kata indah namun mampu membuat diriku terperangah melewati hal-hal yang membahagiakan hingga melewati kisah nyata yang paling menyakitkan, tidak abadi tetapi selalu teringat di hati"
-Gergan Aksara-

tulis Gergan Aksara dibuku catatan pribadinya.

"Gergan turun sayang, ayo kita makan," teriak ibu Gergan dari lantai bawah.

Gergan masih diam melihat catatan yang dirinya tulis dengan penuh arti, "gak dulu mah Gergan udah kenyang," timpal Gergan yang direspon baik oleh ibunya.

Setelahnya Gergan segera membereskan kamarnya yang sangat berantakan karena ulahnya sendiri, Gergan langsung membersihkan diri ke kamar mandi kemudian memilih untuk segera tidur, dirinya takut jika lama-lama begadang ia akan terlambat pergi ke sekolah.

Suara klakson yang terus-menerus berbunyi nyaring membuat seorang laki-laki terkaget tidak menunggu waktu yang lama laki-laki itupun terpental jauh hingga sampai ke pembatas jalan, darah mengucur deras dari kepalanya, orang-orang melihat kejadian tersebut langsung berbondong bondong datang menghampiri lelaki mengenaskan itu, beberapa orang yang mengenalinya menangis histeris tanpa ucapan apapun, sebagian orang pingsan dan sebagiannya mencoba menghubungi ambulan untuk segera datang.

Disatu sisi seorang pria berbadan tinggi, mata sipit, berwajah tampan melihat kejadian tersebut dari jauh, ia sendiri ikut menghampiri keramaian bernuansa duka itu, dirinya terperanjat membuka matanya lebar-lebar tatkala yang dirinya lihat merupakan badannya sendiri, bahkan baju dipakainya saja pun sangatlah mirip hanya saja berbeda diwajahnya yang telah tidak berbentuk, pasalnya ketika kecelakaan itu terjadi lelaki tersebut sempat terguling diaspal hingga kemudian mendarat sampai pembatas jalan. Pria tersebut kalut ia menangis sejadi-jadinya mencoba mencerna apa yang terjadi, memanggil-manggil orang-orang sekitar namun tak ada jawaban seperti mereka tidak bisa melihat dirinya.

"Ti-ti-t-dakkkkkk."
"Tidakkkkkkkk."
"Aku belum matiiiii."
"Tolonggggggg."
"Tuhaaaannn aku gak mau matiii."
"Mamaaaaa, papaaaaa. "

Gergan terbangun dengan nafas yang memburu, kemudian menahan nafas lega karena itu hanyalah mimpi buruknya saja, ia sendiri merasa takut dengan wajahnya dimimpi yang telah hancur tak berbentuk, keringat yang bercucuran menandakan itu benar-benar mimpi yang seperti kenyataan. Gergan mengucap syukur dengan menggenggam tangannya seperti orang yang sedang berdoa, ia berkali-kali mengucap puji syukur terhadap apa yang menjadi ketakutannya selama ini.

Begitu juga dengan waktu yang terus berjalan, bersamaan Gergan terbangun dari tidurnya jam sudah menunjukkan pukul 06:37, Gergan menelan salivanya dan langsung beranjak ke kamar mandi.
Gergan sendiri bukanlah anak yang manja ia selalu menurut kepada kedua orangtuanya, Gergan bukanlah tipekal lelaki yang nakal, ia malahan lebih banyak dituntut oleh keluarganya, misalnya nilai sekolah harus lebih tinggi dari teman-teman yang lain, jika ada nilai temannya yang lebih tinggi darinya sudah pasti Gergan akan dimarahi mati-matian, tidak diperbolehkan untuk keluar rumah kecuali membawa supir untuk menemaninya, dilarang memikirkan percintaan atau memiliki pacar apalagi membawa perempuan ke rumah jika bukan urusan sekolah, tidak perbolehkan bermain dengan kawan-kawan sebayanya, begitulah peraturan yang diberikan oleh kedua orang tuanya.

Hari-hari yang dilalui hanyalah belajar dan terus belajar ia hanya memiliki teman disekolah sedangkan dirumah tentunya ia tidak punya kecuali satu saudara anak dari kakak ibunya, yang juga seumuran dengan Gergan.

Meskipun seperti itu, Saudara laki-lakinya jarang sekali bermain ia juga dituntut oleh orangtuanya untuk menjadi anak paling pintar, itulah alasan saudaranya jarang sekali main ke rumahnya.

~𝐀𝐛 𝐈𝐦𝐨 𝐏𝐞𝐜𝐭𝐨𝐫𝐞~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang